Memang, kewajiban kita sebagai anak adalah menghormati dan menyayangi orang tua kita. Walaupun ada ya keluarga yang memang harus mengalami ujianya, contohnya seperti kasus saudaraku ini. tapi yakinlah, akan ada saatnya semua kembali membaik dan tenang seperti sedia kala. InsyaaAlloh, karena Alloh-lah yang Maha Pemberi Keputusan Terbaik.
Kesimpulannya, wajarkah seorang anak korban broken home mampu menerima dengan baik-baik keluarga barunya? Jawabannya, kembali ke masing-masing diri kalian. Saya pun berharap, anak broken mana pun, terutama yang baca artikel ini, harus mampu menopang lahir batinnya kuat-kuat, "mari kita berpegangan tangan bersama-sama, agar tak ada lagi kata terjatuh". Begitulah kata² yang selalu saya lontarkan kepada saudara saya, hingga saat ini dia sudah seperti baja yang begitu kuatt untuk menghadapi masalah yang rumit itu. Alhamdulillah.
Semoga kita mampu berseteru dengan baik bahwa kehidupan siapapun tidak ada yang lebih baik maupun indah, karena sejatinya Allah memberikan ujian kepada hamba-Nya tidak lain atas dasar cinta dan kasih sayangnya, agar seorang hamba yakin sepenuh hatinya, tidak ada tempat lain untuk bergantung berbagi segala permasalahan hidup kecuali hanya kepada-Nya semata.
Intinya, semoga hubungan keluarga siapapun ke depannya baik-baik saja, yaa, dan semoga, kita bisa bertemu seseorang, yang kita yakini dialah pasangan hidup, imam terbaik, yang Alloh sendiri yang pilihkan, untuk menemani hidup kita ini, dan selalu membimbing kita di jalan-Nya hingga menua bersama lanjut menuju jannah-Nya, Aaamiin.
Sebuah luka yang sangat mendalam dan begitu membekas, saat kedua orang tua memilih untuk mempertahankan keegoisan mereka, yakni memilih untuk berpisah alias bercerai. Dan mungkin, semua itu selalu diingat saudara saya dan ia jadikan landasan, "Ya Allah, Semoga di masa depan nanti, Saya tidak mengulangi kesalahan yang sama. Cukuplah mereka membuat hati saya hancur, tidak dengan anak saya suatu saat nanti. Semoga kelak Engkau karuniakan hamba ini sosok laki-laki yang bisa menerima dan membimbing saya dengan pembekalan ilmu agamanya, yang bertanggung jawab untuk mencintai, mengasihi, dan menyayangi saya lahir dan bathin, agar keluarga saya suatu saat nanti sakinah mawaddah warohmah", Aaamiin Aamiin Aamiin, Ya Mujiibas Saailiin.
Kata-kata itu terus ia pegang hingga saat ini, dan semoga sosok itu benar adanya dan diridhoi-Mu Ya Allah, istajib du'ana, Dunia Akhirat. Aamiin.
Sekian gais, see u.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H