Mohon tunggu...
Rina Sakina
Rina Sakina Mohon Tunggu... Mahasiswa - خير الناس أنفعهم للناس🌹

Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wajarkah Anak Korban Perceraian Sulit Menerima Keluarga Barunya?

18 Mei 2022   21:14 Diperbarui: 16 Januari 2023   01:42 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ahhh, mendengar penyataanya saya sudah membuatku sakit hati. bagaimana tidak, sosoknya yang begitu penyabar dan selalu ceria, ternyata menyimpan duka yang amat mendalam. Saya pastikan jika hilal jodohnya sudah tiba, saya ingin jodohnya itu yang benar² menyayanginya dan mencintainya setulus hati, karena saya gak rela jika saudara saya ini mengalami hal yang sama seperti kedua orangtuanya.

Menikah adalah sebuah pilihan. Menikah juga adalah ibadah terlama dalam pengembaraan seseorang di muka bumi ini, dan tentu ia harus menerima rekan terbaiknya untuk mengarungi bahterai rumah tangga yang luar biasa ujiannya demi mencapai keluarga yang sakinah mawaddah warohmah. Ia tidak punya pilihan, selain mempercayakan sepenuhnya pada rekannya itu, bahwa pilihannya itu memang benar, tepat, dan akurat, sehingga ia bisa menguatkan satu sama lain dan bertahan untuk bersama-sama, melawan suka dukanya kehidupan, sampai maut memisahkan dan menyatukan mereka kembali di negeri-Nya yang kekal (akhirat, insyaaAlloh surga, Aaamiiin).

Tidak ada yang berhak disalahkan dari malangnya sebuah perpisahan, yang memisahkan antara dua sejoli yang tadinya begitu mencinta. Kata-kata cinta dan sayang yang dulunya terlontar setiap hari, kini menjadi kata-kata cacian dan kebencian yang masih melanda bathin keduanya, bahkan saat mereka sudah tak bersama lagi.

Bagaimana perasaan seorang anak yang selalu saja melihat, merasakan, dan mendengarkan ucapan tersebut? Tak cukupkah ia menderita dengan keegoisan yang mereka buat, tak cukupkah ia terluka dengan tindakan ego mereka? Semuanya cukup membuat semuanya hancur lebur, bahkan bisa saja mental seorang anak rapuh dan tidak menutup kemungkinan, banyak yang kemudian menjadi gila seumur hidupnya. Naudzubillah.

Lagi-lagi, hubb (cinta) itu berawal dari rasa perhatian, suka, yang kemudian berkembang menjadi cinta, lalu jika sudah cinta, tentu ia akan sayang dan sulit untuk melepaskan apa yang ia sayangkan. Jika awalnya begitu, mengapa mereka memilih untuk saling menyakiti? mengapa mereka memilih untuk mengorbankan buah hati yang selama ini dikasihi? Lagi-lagi itu berawal dari nafsu dan kurangnya iman mereka kepada Allah, mengapa saya katakan demikian? Banyak kok, pasangan yang sudah diujung tanduk, namun mereka akhirnya memilih rujuk, demi masa depan anak-anaknya.

 Jika bukan karena iman, lantas mengapa mereka memilih demikian? Ya, mungkin itulah salah satu pertanyaan yang belum saya maupun saudaraku mampu pecahkan. Maaf ya pembaca, jika saya sendiri sebagai penulis sudah menularkan vibes negatif, hihi, boleh yang mau menyampaikan pendapatnya, coment yah di bawah ini, dan semoga masukan dan saran kalian dapat diterima dengan baik oleh saudaraku.

Saudaraku pun berkata kembali, "Saya bukanlah orang baik yang mampu menerima dengan tulus sepenuh hati dengan keadaan keluarga saya yang sudah masing-masing berkeluarga.  Orang lain mungkin tidak bisa merasakan apa yang saya rasakan, ketika mereka sudah bahagia dengan keluarganya sendiri, sedangkan saya, saya memilih salah satu dari mereka pun begitu sulit, " Imbuhnya.

Point-point penting yang saudaraku katakan atas kasusnya ini,

Pertama, "karena pernah ada pertengkaran yang luar biasa, antara keluarga ibu kandung saya dengan bapak kandung saya", ucapnya. Intinya, ibu kandungnya itu sampai melontarkan kata, "Anak Durhaka", sebab ia terlalu dekat dengan ibu tirinya sendiri.

Katanya, dari sana ia benci kepada ibunya sendiri, bahkan sudah menyerah dengan kata, "Surga di bawah telapak kaki Ibu". Ya Alloh🥺, yang pada akhirnya, sedikit demi sedikit saudaraku itu menjauhi ibu tirinya demi menjaga hubungannya untuk kembali membaik dengan Ibu kandungnya. Boleh dikatakan, ibu tirinya itu memang lebih komunikatif dan lebih mengerti keadaannya dibanding ibunya sendiri, sehingga pada akhirnya ia nyaman bersama ibu tirinya dan enggan untuk sekedar berkomunikasi dengan ibu kandungnya sendiri yang bisa dikatakan sangat gila bekerja.

Ya, Ibunya sejak belum bercerai pun memilih untuk bekerja di tempat orang lain dan memisahkan diri dengan bapak kandungnya, sehingga ketika sudah selesai bekerja, saudaraku beserta bapaknya lah yang menjemput ibu kandungnya ke tempat kerja. Karena kebetulan lokasi SD saudaraku ini dekat dengan tempat kerja bapak kandungnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun