Mohon tunggu...
Rinaldi Syahputra Rambe
Rinaldi Syahputra Rambe Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan Perpustakaan Bank Indonesia Sibolga

Anak desa, suka membaca, menulis dan berkebun. Penulis buku "Etnis Angkola Mandailing : Mengintegrasikan Nilai-nilai Kearifan Lokal dan Realitas Masa Kini". Penerima penghargaan Nugra Jasa Dharma Pustaloka 2023 dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Lubuk Larangan Etnis Angkola-Mandailing

21 Desember 2023   10:11 Diperbarui: 21 Desember 2023   16:39 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan Ikan Mahseer Pada Lubuk Larangan Desa Rianiate (Sumber: Dokumentasi Pribadi/ Wahyu Pane, 2023)

Kemudian, dalam perkembangannya dibuatlah aturan bahwa ikan-ikan ini tidak boleh diambil sembarangan. Hanya boleh diambil untuk keperluan umum, seperti membiayai pembangunan masjid dan keperluan umum lainnya. Konon katanya, apabila ada orang yang melanggar aturan ini, akan berakibat buruk pada pelakunya (Wawancara dengan tokoh masyarakat desa Rianiate, Muh. Irham Lubis, 27 Oktober 2023).

 Kemanfaatan ikan ini masih dirasakan masyarakat hingga kini. Berdasarkan penuturan dari Pargolakan Sitompul, tokoh masyarakat desa Rianiate sebagian besar pembangunan masjid Babur Rohman Rianiate didapatkan dari hasil penjualan ikan mahseer dan infak yang diberikan oleh wisatawan yang datang berkunjung untuk melihat ikan mahseer di lubuk larangan desa Rianiate (wawancara dengan tokoh masyarakat desa Rianiate, Pargolakan Sitompul, 27 Oktober 2023).

Tradisi ini masih dijaga dan dijalankan oleh masyarakat hingga saat ini. Bahkan aliran sungai tempat lubuk larangan sudah beberapa kali direvitalisasi  dengan penambahan beberapa fasilitas pendukung seperti penambahan bronjong, dak beton dan penanaman bambu di pinggiran sungai. Tujuannya untuk menjaga ekosistem sungai tempat ikan tinggal. Selain itu, masyarakat juga dilarang membuang sampah ke sungai tempat lubuk larangan. Sehingga, keberadaan lubuk larangan ini masih dapat dijumpai, dimana ribuan ikan dapat disaksikan berenang dalam sungai, berbaur dengan aktivitas masyarakat desa Rianiate.

Tempat ini juga sering dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah. Pengunjung dapat berinteraksi langsung dengan ribuan ikan jurung dengan memberi makan. Para pengunjung pun dapat merasakan bagaimana ikan-ikan ini telah terbiasa berinteraksi dengan masyarakat.

Selain di desa Rianiate, terdapat juga lubuk larangan yang telah lama dilakukan di berbagai desa di kabupaten Mandailing Natal. Ada pendapat yang mengatakan tradisi lubuk larangan di Mandailing Natal diadopsi dari tradisi masyarakat pasaman barat Sumatera Barat pada tahun 1970 an dan terus berkembang hampir di seluruh wilayah Tapanuli Bagian Selatan hingga saat ini. Salah satu lubuk larangan yang cukup lama yaitu lubuk larangan yatim di desa Tambangan Jae Mandailing Natal yang sudah dimulai sejak tahun 1989 (Turmuzi et al. 1225).

Di daerah lain, seperti Padang Lawas,  Padang Lawas Utara dan Kota Padangsidimpuan juga banyak dijumpai lubuk larangan dengan model yang hampir sama. Khusus di kota Padangsidimpuan lubuk larangan sering dijumpai di sepanjang sungai Batang Ayumi, Aek Sibontar dan aliran sungai lainnya.

Lubuk larangan merupakan model pengelolaan aliran sungai, aliran irigasi dan sejenisnya dengan berbagai aturan pelarangan menangkap ikan sampai batas waktu tertentu. Jangka waktunya biasanya satu tahun atau lebih. Masyarakat melalui perangkat pemerintahan dan tokoh masyarakat akan merumuskan peraturan dan kesepakatan teknis pelaksanaannya.

Panitia pelaksana akan ditentukan untuk menjaga efektivitas keberlangsungan program lubuk larangan. Panitia berhak menentukan waktu pelaksanaan pelarangan dan pembukaan. Aturan main lubuk larangan berbeda-beda setiap daerah. Selain di Tapanuli Bagian Selatan, tradisi lubuk larangan juga dapat ditemukan di beberapa daerah di Sumatera Barat, Jambi, dan Riau. Pola dan tekniknya berbeda-beda sesuai dengan tradisi yang berlaku pada masyarakat setempat.

Dalam pelaksanaannya, mulai dari tahap penaburan benih hingga pembukaan, lubuk larangan akan dikelola dengan baik oleh panitia. Festival pembukaan lubuk larangan akan diadakan sebagai perayaan khusus. Untuk menghadiri festival ini, tiket akan tersedia bagi orang-orang yang ingin mengikuti acara tersebut. Harga tiket di setiap daerah akan bervariasi sesuai dengan kesepakatan panitia dan masyarakat desa.

Festival pembukaan lubuk larangan biasanya dilakukan selama dua hari. Hari pertama, biasanya alat yang digunakan untuk menangkap ikan cukup terbatas hanya menggunakan pancing. Hari kedua, biasanya menggunakan alat lain seperti jala atau jaring. Harga tiket juga biasanya berbeda antara tiket pemancing atau tiket dengan menggunakan alat seperti jala atau jaring.

Festival pembukaan lubuk larangan akan melibatkan seluruh masyarakat desa dan masyarakat dari luar desa yang telah membeli tiket. Partisipasi masyarakat dari berbagai daerah akan memperkaya acara dan memperkuat ikatan persaudaraan dan persatuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun