"Pemalsuan uang bukan hanya sekadar kejahatan ekonomi, melainkan ancaman serius terhadap stabilitas sistem keuangan nasional dan global. Analisis mendalam terhadap berbagai kasus pemalsuan uang menunjukkan bahwa tindakan ini tidak hanya merugikan negara dan lembaga keuangan, tetapi juga dapat  merusak kepercayaan masyarakat terhadap mata uang, menghambat pertumbuhan ekonomi, serta memicu adanya krisis moneter."
Pemalsuan uang adalah suatu tindakan tanpa wewenang untuk memproduksi mata uang, menyerupai atau meniru bentuk aslinya dengan maksud menipu. Dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Mata Uang, dijelaskan bahwa pencetakan rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia atau BI dan dilaksanakan di dalam negeri melalui penunjukan Badan Usaha Milik Negara sebagai pelaksana pencetakan. Mencetak uang sendiri selain yang ditunjuk oleh BI dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011.
Pengungkapan Sindikat Uang Palsu
Kepolisian Republik Indonesia berhasil mengungkap sebuah sindikat pembuatan uang palsu yang beraksi di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar. Dalam penangkapan tersebut, sebanyak 17 orang tersangka berhasil diamankan, di antaranya adalah pegawai negeri dan karyawan bank BUMN. Penangkapan ini dilakukan setelah adanya laporan dari  masyarakat yang menemukan adanya peredaran uang palsu di kawasan kabupaten Gowa.
Diketahui uang palsu yang beredar tersebut dibuat didalam gedung perpustakaan kampus UIN Alauddin Makassar, yang beralamat di Jalan HM Yasin Limpo, Romangpolong, Sumba Opu, Gowa, Sulawesi Selatan.
Siapa Saja Tersangka Kasus Pemalsuan Uang Ini?
17 tersangka sindikat pembuatan uang palsu yang telah diamankan oleh kepolisian tersebut diantaranya:
- Kepala Perpustakaan UIN Alauddin: AI (54 tahun)
- Pegawai Bank BUMN: IR (37 tahun) dan AK (50 tahun)
- Pengusaha: MS (52 tahun), JBS (68 tahun), ICH (42 tahun), M (37 tahun), SW (35 tahun), AA (42 tahun), Â dan R (49 tahun)
- PNS dosen: SM (58 tahun)
- Honorer: MN (40 tahun)
- Juru masak: K (48 tahun)
- Ibu rumah tangga: SA (60 tahun)
- PNS guru: SU (55 tahun)
- PNS di Sulawesi Barat: SA (52 tahun) dan MM (40 tahun)
- Serta tiga pelaku lainnya yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan telah mengamankan barang bukti senilai ratusan triliun uang palsu dan menyebut bahwa terduga (AI) sebagai otak di balik sindikat ini. AI disebut menyediakan tempat aman untuk memproduksi uang, surat berharga negara (SBN) hingga sertifikat deposit BI yang nilainya mencapai ratusan triliun rupiah.
Selain AI tersangka lain yang memiliki posisi sentral adalah MS dan ASS, dimana ASS seorang pengusaha yang sempat mencalonkan diri dalam Pilkada Sulsel 2024, disebut memiliki peran penting.
"Perannya berbeda-beda, tapi peran sentralnya di AI dan juga saudara MS. Kemudian ada ASS tapi saya sengaja tidak sebutkan [sebagai tersangka] karena belum memiliki kekuatan hukum yang tetap," ujar Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono, dalam konferensi pers di Polres Gowa, Kamis (19/12).
Bagaimana Modus Operandinya?
Sindikat ini telah beroperasi sejak tahun 2010 di rumah (MS) yang berada di jalan Sunu, Bontoala, Makassar. Namun, seiring berjalannya waktu peralatan produksinya dipindahkan ke gedung perpustakaan UIN Alauddin pada September 2024, untuk menghindari kecurigaan.
"Peredaran uang palsu ini dimulai dari 2 juni 2010, sudah lama ini. Terus lanjut 2011 sampai 2012, kemudian sampai juni 2022 kembali lagi untuk merencanakan pembuatan dan mempelajarinya lagi," terang Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono.
Dalam penyebaran uang palsu ini, pelaku menyelipkan uang palsu ditengah uang asli.
"Transaksi pertama dari saudara MN dan saudara AI untuk melakukan jual beli uang palsu, satu banding dua. Jadi satu asli dan dua uang palsu. Transaksi ini juga dilakukan tersangka lain. ," jelas Yudhiawan.
Polisi juga mengamankan beberapa barang bukti diantaranya mata uang rupiah emisi 2016 sebanyak 4.554 lembar pecahan Rp100.000, 234 lembar pecahan Rp100.000 yang belum terpotong, satu lembar 5.000 won (Korea Selatan), 111 lembar uang 500 dong (Vietnam), mesin pencetak uang palsu dari China senilai Rp600 juta, sertifikat deposito BI, surat berharga negara (SBN) dan lainnya.
Di sisi lain adapun kasus terkait dengan pemalsuan uang yang terjadi di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Kasus pemalsuan uang di Cilacap yang berawal dari usaha buket mengindikasikan pelaku kejahatan semakin kreatif dalam menyembunyikan aktivitas ilegal mereka. Kasus pemalsuan uang di UIN Alauddin Makassar dan di Cilacap menunjukkan bahwa kejahatan ini semakin marak dan perlu penanganan serius.
Skandal yang terjadi di UIN Alauddin Makassar mengungkap fakta tentang adanya jaringan produksi uang palsu yang terorganisir di lingkungan pendidikan, sementara kasus di Cilacap membuktikan bahwa kejahatan ini dapat terjadi dimana saja, bahkan di tempat yang tidak terduga sekalipun seperti usaha buket. Meskipun berbeda dalam modus operandi, tetapi kedua kasus ini memiliki kesamaan yaitu adanya  niat jahat untuk merugikan masyarakat dan negara.
Kasus pemalsuan uang di UIN Alauddin Makassar adalah sebuah fenomena yang memprihatinkan. Skandal ini tidak hanya mencoreng nama baik kampus, tetapi juga mengungkap kelemahan dalam sistem pengawasan internal.
Bagaimana mungkin lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi pusat pembentukan moral dan intelektual, justru menjadi tempat berkembangnya kejahatan terorganisir?
Institusi pendidikan seharusnya menjadi garda terdepan dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan moralitas. Namun, kasus ini menunjukkan adanya kelalaian dalam pengawasan internal. Fakta bahwa aktivitas pemalsuan uang berlangsung selama bertahun-tahun tanpa terdeteksi, bahkan melibatkan pegawai universitas, mengindikasikan lemahnya sistem kontrol di dalam kampus.
Kasus pemalsuan uang ini dapat membawa dampak yang serius terhadap perekonomian yaitu, kerugian ekonomi yang signifikan, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan, menghambat transaksi bisnis serta meningkatnya inflasi.
Solusi: Penegakan Hukum dan Sosialisasi Masyarakat
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 yang mengatur tentang tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas. Berikut adalah bunyi pasal 244 KUHP :
"Barang siapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh  atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun."
Pemerintah perlu mengambil langkah yang tegas dalam menangani kasus pemalsuan uang. Selain melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap seluruh jaringan pelaku, penegakkan hukum yang adil juga harus di terapkan. Di sisi lain upaya pencegahan juga perlu ditingkatkan melalui sosialisasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri uang palsu, peningkatan keamanan di lembaga pendidikan, dan pengembangan teknologi deteksi uang palsu yang lebih canggih. Dengan demikian, diharapkan kasus serupa tidak terulang kembali dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dapat dipulihkan.
Pemalsuan uang yang terjadi di kampus UIN Alauddin Makassar, menunjukkan bahwa tindak kriminal tersebut dapat merusak citra institusi pendidikan. Kasus ini menekankan pentingnya pengawasan yang ketat dan penerapan kebijakan yang jelas untuk mencegah terjadinya kejadian serupa. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa meningkatkan integritas adalah langkah penting untuk diambil. Sebab, pendidikan tanpa integritas hanyalah sebuah formalitas tanpa makna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H