Meijaard merupakan Direktur Pelaksana Borneo Futures, organisasi yang sejak lama menenkuni riset konservasi orangutan di semenanjung Malaya termasuk Indonesia. Ia bergelar professor kehormatan di Universitas Kent, Inggris. Erik Meijaard merupakan peneliti yang berafiliasi dengan University of Queensland dan Durrell Institute of Conservation and Ecology University of Kentucky.
Ia banyak bermitra dengan ilmuwan di seluruh dunia termasuk dengan Jatna Supriatna ahli primata terkemuka di Indonesia. Jika dilihat dari track record-nya, Erik memiliki kredibilitas maupun reputasi dalam kemampuannya sebagai peneliti.
Sebagaimana saya sudah uraikan di atas, KLHK mempunyai argumen jika metode Erik sudah kadaluarsa. Jadi mengapa tidak menjawab tantangannya untuk melakukan diskusi terbuka. Misalnya, bisa diselenggarakan di universitas yang bisa disaksikan terbuka oleh akademisi termasuk mahasiswa. Diskusi terbuka ini juga bisa mendorong mahasiswa lebih kritis dan menciptakan jiwa peneliti.
Nah, ketika memang ada yang salah bisa disanksi. Namun, ada forum konfirmasi terlebih dahulu.
Kemudian jika memang keberatan terhadap peneliti asing, bisa dipersyaratkan bahwa setiap peneliti asing harus terdapat peneliti lokal. Seperti kesebelasan sepak bola, ada pemain asing dan pemain lokal. Ada transfer ilmu dan mental.
Terakhir saya mengutip Kompas yang menurunkan artikel berjudul "Menjinakkan Ilmuwan" pada 28 September 2022. "Ketika ilmuwan tidak lagi bebas berbicara, sebagaimana diingatkan Romo Mangunwijaya, hal ini akan menyisakan ilmuwan kelas kambing yang hanya mengembik pada kekuasaan."
Bacaan tambahan:
Pencekalan Karena Riset, Mestinya KLHK-Peneliti Adu Data diterbitkan CNN Indonesia, 27 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H