6. Team  Conventional: Reportase kunjungan ke Kampung Pancasila.
Seperti yang telah dirancang, awalnya SMA Tarakanita Magelang berniat membawa siswa-siswi mengunjugi kampung Pancasila untuk belajar secara langsung mengenai budaya baik tarian maupun wayang, akan tetapi karena laju penambahan siswa-siswi yang terkena covid pada bulan Agustus maka sesuai dengan surat keputusan yayasan maka kunjungan ke kampung Pancasila secara masal dibatalkan dan akhirnya hanya beberapa siswa yang melakukan kunjungan ke kampung tersebut. Kampung Pancasila dipilih karena memang di kampung ini berusaha untuk melestarikan warisan tradisi budaya yang ada terutama wayang. Lokasi Kampung Pancasila adalah di Dusun Karangwatu, Desa Pucungrejo, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang.
SMA Tarakanita Magelang akhirnya merencanakan mendatangkan narasumber ke sekolah untuk melakukan workshop tentang pembuatan wayang serta tari khas Magelang yaitu Tari sorenk. Mengapa tentang pembuatan wayang? Kampung Pancasila terkenal dengan kampung dengan mural yang di lukiskan di dinding berupa penokohan wayang. Mural-mural tersebut bertemakan Pancasila yang dipadukan dengan wayang jawa terutama Punokawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) dimana divisualkan berbagai kegiatan dalam mengamalkan Pancasila pada kehidupan sehari-hari.
Pada Jum'at, 19 Agustus 2022 tim dari kampung Pancasila hadir dengan narasumber bapak Fais, beliau selain memberikan pengarahan juga memberikan workshop bagaimana membuat wayang lebih tepatnya mewarna wayang sehingga menjadi 1 tokoh yang diinginkan. Para siswa belajar mengkombinasikan warna sehingga menghasilkan wayang yang menarik. Wayang yang diajarkan yaitu wayang  Punokawan dan wayang Wahyu. Pada akhirnya nanti wayang yang sudah jadi ini akan digunakan untuk dipertunjukkan dalam puncak karya P5.
Sementara itu, selain wayang para siswa-siswi dikenalkan juga dengan salah satu tari khas Magelang yaitu tari Soreng. Sebuah tarian yang berkembang di kawasan lereng gunung Merbabu, salah satunya di desa Bandungrejo, Ngablak, Magelang. Tari Soreng mengambarkan visualisasi para petani saat di ladang, sebagai masyarakat gunung yang harus berjuang menghadapi tantangan alam, sehingga gerakan-gerakannya melambangkan kegigihan seperti seorang prajurit yang sedang berperang. Tari ini sudah ada sejak tahun 1960, dan ditarikan pada upacara-upacara ritual adat termasuk "nyadran". Untuk tari ini pihak sekolah mendatangkan narasumber dari sangar tari Sekar Wangi Muntilan , yaitu bapak Basuki dan bapak Agus. Pak Basuki serta pak Agus mengajak setidaknya 5 anggota sanggar tari Sekar Wangi untuk mengajarkan pada para siswa bagaimana tari Soreng ditarikan.Â
Dalam workshop yang digelar SMA Tarakanita Magelang ini, para siswa sangat antusias untuk berlatih menari, dari benar benar tidak bisa hingga akhirnya mereka mampu menguasai gerakan. Segala proses ini pada akhirnya ditampilkan dalam malam puncak karya di bulan September.