Mohon tunggu...
Rima Olivia
Rima Olivia Mohon Tunggu... -

#PersonalExcellence Trainer, Psikolog. Owner of Ahmada Consulting

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Psikologi Sholawat

30 Juli 2015   12:58 Diperbarui: 11 Agustus 2015   23:31 1599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Di sebuah café tertulis quote: “What you think you become

Pernahkah terlintas dalam pikiran Anda, pikiran-pikiran apa saja yang muncul selama ini dalam diri Anda? Lalu, menjadi bagaimana kita ini dengan apapun yang kita pikirkan?

Dalam kelas-kelas pelatihan pengembangan diri dan bahasan psychology of excellence, sangat sering dibahas tentang kekuatan pikiran. Bagaimana pengaruh pikiran akan membuat fisiologis tubuh berubah, bagaimana apa yang Anda pikirkan akan mengubah sensasi tubuh, emosi dan hasil menakjubkan yang akan Anda dapatkan. Dan ketika sebuah pikiran selaras antara perasaan dan ketidaksadaran (unconscious mind) maka hasil-hasil produktivitas, performance dan kemampuan luar biasa lainnya kita dapatkan. Ketika Anda mengerahkan seluruh energi, perhatian, pikiran dan perasaan untuk meningkatkan kualitas pribadi Anda pada standar tertentu, maka Anda membutuhkan seluruh kerja sama setiap bagian diri Anda. Secara sadar dan tidak sadar.

Berkaitan dengan performance excellence pula, Anthony Robbins berkata: “Repetition is a mother of skills.” Dan, repetisi membuat beberapa efek dalam diri manusia: familiarity, pemahaman, meyakinkan diri, ingatan yang menguat dan membawa dalam perpindahan kesadaran ‘trance’. Repetisi membuat apa yang kita pahami menjadi lekat dalam ingatan, seperti mudah diulang secara otomatis karena petanya dalam jalur-jalur neurologis di otak kita tertanam kuat. Ibaratnya, jika kita baru sekali mengulang serangkaian teks, jejak jalur dalam ingatan sangat tipis. Kita perlu mengingatnya dengan konsentrasi tinggi. Namun jika semakin sering diulang, kita dapat mengulangnya dengan mudah, effortlessly. Ia, bisa di-recall ketika kesadaran kita tidak penuh, alias masuk ke dalam long term memory yang tersimpan di gudang ingatan ketidaksadaran (unconsciousness).

Pengulangan juga membuat memori yang tersimpan di tubuh jasmani kita dalam otot: disebut sebagai Muscle memory. Muscle memory adalah sebuah tindakan mental dan fisik yang bila dilakukan dengan repetisi tertentu membuat tubuh kita merekam cara melakukan tugas itu lebih efisien dan menggunakan energi otak yang lebih sedikit.

Lebih jauh lagi tentang kekuatan pikiran ini, kekuatan pikiran yang disatukan dalam team, akan membuat kedahsyatan yang teramat sangat. Kita, sesungguhnya sangat saling mempengaruhi. Keberadaan orang lain di sekitar kita, seperti juga keberadaan kita di sekitar orang lain akan membawa pengaruh tertentu. Misalnya, pernah kah Anda berada di samping seseorang (kenal ataupun tidak kenal), tanpa melihat wajahnya, Anda merasa tidak nyaman? Ada rasa gelisah, panas, resah, atau entah apa yang terdeteksi oleh tubuh kita. Sebaliknya, mungkin Anda pernah merasakan ketika berada di samping seseorang, tanpa berbicara atau bahkan tersenyum, Anda merasa nyaman di samping orang itu. Gabriel Gonsalves, dalam tulisan ‘heart intelligence’-nya membahas tentang bagaimana degup jantung seseorang mempengaruhi setiap sel dalam tubuhnya, termasuk otak. Sebuah penjelasan yang teramat mirip dengan penjelasan Rasulullah tentang hati:

“Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. jika segumpal darah tersebut baik maka akan baik pulalah seluruh tubuhnya, adapun jika segumpal darah tersebut rusak maka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal darah tersebut adalah hati.”

Bagaimana kekuatannya yang akan dihasilkan bila, sekumpulan orang mengatakan hal yang sama, sepenuh kesadaran secara bersama-sama? Getaran gelombang seperti apa kiranya yang akan dihasilkannya?

Sekarang, mari kita pikirkan tentang Jalan menuju Personal Excellence menurut pria yang baru saja bicara tentang hati tadi. Tentang bagaimana jika kita berkirim salam padanya, maka kita akan diliputi oleh salam (damai) dan barokah (kebaikan yang bertambah). Sebuah perintah dalam kitab suci yang tidak pernah berubah satu huruf pun sejak lebih dari 1400 tahun yang lalu diturunkan:

“Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (al Ahzab 56).

Kira-kira, bagaimana perubahan fisiologis, emosi, sensasi tubuh yang akan kita dapatkan jika kita melakukan shalawat dalam repetisi?

Mari berangkat dari asumsi. Bahwa, nabi Muhammad SAW adalah seseorang yang namanya paling sering disebut di dunia. Hitungan ini dilakukan oleh seorang sahabat: Abdullah Eko.

Dengan asumsi penduduk bumi 7M dan 3/4 nya adalah muslim yang menjalankan ibadah dari 3/4 jumlah 7 milyar manusia tersebut, adalah kurang lebih separuhnya maka, dibulatkan ada sekitar 2,5 milyar penduduk bumi yang sholat setiap harinya. Dalam 5 waktu ada 10 kali tahiyat, setiap tahiyat 5 kali nama “Muhammad” disebut jadi dalam 5 waktu:

2,5 milyar x 10 x 5 (waktu) =125 milyar kali nama Muhammad disebut.

Ditambah adzan 5 kali setiap kali adzan dengan 2 kali Syahadat menyebut nama Baginda, anggap jumlah muadzin 1% dari 7M penduduk bumi = 70jt x 2= 140 jt. Total nama Baginda disebut oleh penduduk bumi setiap hari dari sholat 125M+adzan 140jt bisa dikatakan: TOTAL JENDRAL 126.141.000.000 nama Baginda bergetar di bumi.

Kembali pada perintah bershalawat bagi umat. Jika dihubungkan dengan Rasulullah sebagai ‘uswatun hasanah’ (teladan yang baik), maka istilah ini mengingatkan kita pula pada istilah role model atau model of excellence pada dunia pemberdayaan diri. Memiliki model of excellence ibaratnya membuat seseorang memiliki peta yang jelas akan menjadi seperti apa dirinya, dengan cara apa, berapa lama dan detil lainnya. Sehingga, kita dapat berkata: when in doubt what would Rasulullah do. Kalau sedang bingung Rasulullah ngapain ya? Kalau mau makan apa yang beliau lakukan? Apa yang beliau pilih dan seterusnya. Tentunya pertanyaan mendasarnya adalah, jika kita ingin menjadi unggul (excellence in whatever we do, ask: what would Rasulullah do).

Ibaratnya, seluruh hal dalam diri Rasulullah bagi umat muslim adalah contoh yang baik. Sholawat, yang repetitif kepada model of excellence tersebut dapat dikatakan upaya akselerasi jika dilakukan melalui shalawat. Shalawat disarankan dilakukan dalam dosis repetisi yang maksimal, seperti yang terkandung dalam percakapan berikut:

Ubay bin Ka’ab bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, berapa banyak saya harus mengucapkan shalawat untukmu?”

Rasulullah menjawab, “Sesukamu.”

Lalu Ubay bertanya lagi, “Apakah seperempat atau dua pertiga?”

Rasulullah menjawab, “Sekehendakmu. Dan jika engkau tambahkan, maka itu lebih baik.”

Jadi, makin banyak kita bershalawat kepada Nabi, maka akan semakin bagus. Ini adalah jaminan dari Rasulullah Saw.

Lalu Ubay kemudian bertanya lagi, “Apakah shalawatku untukmu seluruhnya?”

Rasulullah menjawab, “Karena itu, dosamu akan diampuni, dan kesedihanmu akan dihilangkan.”

Bershalawat tidak hanya melibatkan aktivitas mental memusatkan pikiran yang terjadi berulang. Ia mengakses segenap folder yang tersimpan dalam gudang ingatan kita tentang apa dan bagaimana Rasulullah. Ia, bervibrasi dengan gelombang pemusatan pikiran dari milaran manusia lain di bumi ini, menyebut nama beliau dalam repetisi yang mungkin tak terhitung. Kembali pada perintah bershalawat yang diawali dengan pernyataan: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershawalat atas nabi. Singkatnya, aktivitas ini berselaras dengan energi maha dahsyat lainnya, oleh jutaan koor malaikat yang terus menerus melantunkan kata yang sama.

Jika shalawat saja sudah dapat mengubah state seseorang menjadi lebih baik dan kesedihannya dihilangkan, maka mengarahkan seluruh pikiran sadar (conscious mind) dalam repetisi yang menghasilkan perpindahan kesadaran menuju (unconscious mind) bersama sekian ratus milyar orang di bumi secara bersamaan, kita tahu betapa dahsyatnya energi sholawat itu dalam perubahan diri manusia secara paripurna. Sebuah jalan yang telah ditunjukkan untuk menjadi personal excellence melalui model of excellence melalui sebuah pengulangan aktivitas yang sederhana, shalawat.

 

Rima Olivia

30 Juli 2015

#KeepOnShalawat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun