Semakin banyak bermunculan meme yang menginterpretasikan kritik, sindiran terhadap pemerintah yang berkaitan dengan isu yang sedang berlangsung. Menurut (Shifman, 2013) meme dituangkan dalam pesan bergambar yang memiliki konten humor, parodi yang tersebar di berbagai media sosial seperti facebook, instagram, tiktok. Melalui media sosial meme tersebut akan lebih cepat menyebar dan bahkan menjadi viral. Dalam penyebarannya (Bauchkage, 2011) menyatakan dalam tulisannya bahwa meme dalam perkembangannya dapat melalui sebuah komentar, imitasi, dan parodi.
Era informasi digital memberikan kemudahan pada masyarakat dalam menjalin komunikasi. Kemudahan tersebut menuntut lahirnya media yang mampu mengemas pesan, gagasan, kritik, bahkan humor secara singkat dan padat. Atas dasar itulah meme muncul dan mendapatkan tempat dalam ruang komunikasi digital. Meme adalah ide, gagasan, kebiasaan, atau gaya yang menyebar dari orang ke orang dalam suatu budaya (Diaz, 2013: 84). Buchel (2012: 29) mendefinisikan meme dengan tulisan yang sering kali disertai dengan gambar, foto, dan karakter tertentu. Meme memberikan jalan baru untuk mengkombinasikan kreatifitas, seni, pesan, dan humor dalam ruang komunikasi digital. Era digital merupakan masa ketika informasi mudah dan cepat diperoleh serta disebarluaskan menggunakan teknologi digital. Sedangkan, teknologi digital adalah teknologi yang menggunakan sistem komputerisasi yang terhubung internet.
LANDASAN TEORI
Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori kritik sastra. Kritik sastra adalah salah satu cabang ilmu sastra untuk menghakimi suatu karya sastra. Selain menghakimi karya sastra, kritik sastra juga memiliki fungsi untuk mengkaji dan menafsirkan karya sastra secara lebih luas. Kritik sastra biasanya dihasilkan oleh kritikus sastra. Menurut H.B. Jassin 1953 Kritik sastra adalah pertimbangan baik dan buruknya suatu hasil kesusastraan. Pertimbangan yang diungkapkan adalah sebuah kritik sastra harus disertai alasan dan berisi mengenai isi dan berbagai bentuk di dalam karya sastra.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriftif kualitatif, Turyandi (2019:96) menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham naturalistik (fenomenologis). Dalam metode deskriptif peneliti memperoleh data melalui studi literatur dan pengamatan. Fokus penelitian ini adalah kritik sastra pada meme dalam era digital. Pengambilan data penelitian ini dengan cara memilih, membaca, menelaah, serta mengidentifikasi secara bertahap dan teratur. Selanjutnya, mencatat dan memberikan tanda bagian-bagian yang dapat direpresentasikan pada meme.
HASIL PEMBAHASAN Â
Penelitian ini memiliki empat objek meme yang terdapat dalam media sosial, seperti facebook, Instagram, tiktok, dan google. Berikut analisisnya.
Pada meme (1) berisi "Ingat, pilih saya! "Jangan pernah mimpi punya pemimpin yang jujur dan amanah jika kita sebagai rakyat hak suaranya masih bisa dibeli".
Meme tersebut menggambarkan dua orang laki-laki yang sedang berbicara yang mana seorang menggunakan jas coklat menyampaikan "ingat,pilih saya!" dengan menyelipkan amplop putih dengan ekspresi yang semangat dan terlihat seperti tulus memberikan kepada seorang yang berpakaian berwarna putih dengan mangacungkan tangannya untuk menerimanya dengan ekspresi raut wajah yang terlihat seperti ketakutan atau khawatir dalam menerima amplop tersebut.
Kalimat "Ingat, pilih saya! Jangan pernah mimpi punya pemimpin yang jujur dan amanah jika kita sebagai rakyat hak suaranya masih bisa dibeli'" menyiratkan pesan bahwa pemilih seharusnya tidak berharap memiliki pemimpin yang jujur dan amanah jika praktik penyuapan atau perolehan suara dengan uang masih ada. Ini menggarisbawahi pentingnya integritas dalam politik dan mengecam korupsi serta praktik tidak etis dalam pemilihan umum. Kalimat ini mengajak pemilih untuk lebih selektif dalam memilih pemimpin dan menolak praktik yang merusak demokrasi.