Rima Evi Yanti (201701026)
Dosen Pengampu: Drs. Haris Sutan Lubis, M.Sp.
ABSTRAK
Meme dalam era digital telah menjadi fenomena budaya yang signifikan dalam komunikasi online. Kajian kritik sastra terhadap narasi visual dalam meme memungkinkan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana humor, satir, dan pesan politik disampaikan melalui gambar dan teks singkat. Penelitian ini bertujuan untuk merinci bagaimana meme dapat menjadi media ekspresi yang kuat dan kompleks dalam menggambarkan realitas sosial dan politik kontemporer. Menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu dengan teknik simak, analisis, dan catat terkait pada empat meme yang terdapat dalam media sosial seperti instagram, facebook, tiktok, dan google. Hasil penelitian ini menggali peran meme dalam dunia kritik sastra, mengidentifikasi bagaimana meme dapat berfungsi sebagai alat ekspresi kritik sastra dalam budaya digital, memahami meme sebagai bentuk komunikasi visual yang populer dalam media sosial dan menganalisis bagaimana meme dapat menyampaikan kritik terhadap karya sastra dan mengubahnya menjadi bahasa yang lebih akrab dan relevan bagi generasi yang terhubung secara digital.
Kata Kunci: Meme, Kritik, dan Sastra.
ABSTRACT
Memes in the digital era have become a significant cultural phenomenon in online communication. A literary critical study of visual narratives in memes allows a deeper understanding of how humor, satire and political messages are conveyed through images and short text. This research aims to detail how memes can be a powerful and complex medium of expression in depicting social and political realities contemporary. Using qualitative descriptive methods. The data collection technique is by listening, analyzing and taking notes related to four memes found on social media such as Instagram, Facebook, TikTok and Google. The results of this research explore the role of memes in the world of literary criticism, identify how memes can function as a means of expressing literary criticism in digital culture, understand memes as a popular form of visual communication on social media and analyze how memes can convey criticism of literary works and turn them into language. one that is more familiar and relevant to the digitally connected generation.
Keywords: Memes, Criticism, and Literature.
PENDAHULUAN
Secara harfiah, kata sastra dalam bahasa Latin, "littera" yang artinya tulisan. Demikian juga di dalam bahasa Indonesia, kata sastra diambil dari bahasa Sansekerta, yang juga berarti tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan karena hubungannya dengan ekspresi. Sastra adalah objek yang tidak dapat didefinisikan secara tunggal, tetapi secara harfiah sastra berarti memiliki arti mengarahkan,mengajarkan, memberikan suatu petunjuk ataupun instruksi (Susanto, Dwi, 2012: 1).
Kritik sastra berasal dari dua kata. Kata kritik berasal dari bahasa Yunani 'krites' yang memiliki arti 'hakim'. Kata krites berasal dari kata krinen yang memiliki arti menghakimi. Artinya, kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra atau cabang ilmu sastra yang melakukan kegiatan analisis, penafsiran, dan juga penilaian terhadap teks sastra yang dalam hal ini merupakan karya seni. Menurut Widyamartaya A. 1992 Kritik sastra adalah proses pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat akan sebuah karya sastra, dan pertimbangan yang adil terhadap baik dan buruknya kualitas, nilai, dan kebenaran suatu karya sastra. Semi (1984), mengemukakan bahwa istilah kritik sastra telah mengalami usia yang cukup panjang.
Kritik sastra adalah kegiatan evaluasi yang mengungkapkan dirinya di dalam karya sastra atau teks. Namun, dikarenakan karya sastra merupakan hasil karya pengarangnya, kritik sastra melibatkan hubungan antara sastra dengan kemanusiaan. Fungsi kritik sastra yakni: (1) mengembangkan keilmuan dalam bidang sastra yang fokusnya dapat menyusun dasar, konsep dan teori kesusastraan; (2) perkembangan kesusastraan guna meningkatkan perkembangan kreativitas sehingga karya-karya sastra menjadi lebih menyentuh persoalan-persoalan kemanusiaan; (3) untuk kepentingan masyarakat yang menginginkan penerangan tentang karya sastra, yaitu peranan kritik sastra membantu memberi pemahaman tentang pesan- pesan yang disampaikan dalam karya sastra.
Tujuan utama kritik sastra yaitu karya sastra dan makna bagi seorang kritikus, bukan penulisnya. Jadi dapat didefinisikan dalam arti sempit, kritik sastra adalah baik dan buruknya suatu hasil karya sastra dengan menentukan isi dan juga bentuknya. (Pradopo, 2002, 93-94) menyebutkan bahwa aspek- aspek kritik sastra adalah analisis, interpretasi (penafsiran), dan evaluasi. Untuk menganalisis, menafsir dan Mengacu pada konsep hubungan karya sastra, ada empat pendekatan dalam kritik sastra diantaranya, (1) pendekatan objektif yaitu pendekatan yang berfokus hanya pada karya sastra itu sendiri, (2) pendekatan ekspresif yaitu pendekatan yang memberikan perhatian lebih kepada penulis karya sastra, (3) pendekatan mimetik yaitu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada alam semesta atau masyarakat, dan (4) pendekatan pragmatik yaitu pendekatan yang lebih memberikan perhatian kepada pembaca karya sastra.
Menurut KBBI, narasi menjelaskan tentang sebuah cerita dan suatu deskripsi peristiwa.Menurut Widjono H.S (2007: 175) menjelaskan bahwa narasi merupakan suatu uraian yang menjelaskan tentang rangkaian dari kejadian, tindakan, keadaan, secara berurutan mulai dari awal sampai akhir. Narasi visual sebagai alat untuk memproduksi dan mendistribusikan cerita tertulis atau cerita lisan seperti meme. Meme pertama kali diperkenalkan oleh (Dawkins, 2006) dalam bukunya yang menyebutkan bahwa meme merupakan bentuk gagasan, perilaku, gaya yang sifatnya menyebar dari satu orang ke yang lainnya. Dalam penyebarannya meme sangat bergantung pada internet atau ruang siber, karena melalui media ini meme dapat menyebar bahkan viral. Seperti dalam peneltian yang telah dilakukan oleh (Saifullah, 2016) menyimpulkan bahwa saat ini segala bentuk wacana interaktif di dunia siber merupakan sebuah forum demokratisasi, karena segala bentuk teks merupakan milik dan hak warganet untuk membuat dan mengomentarinya. Meme biasanya berupa pesan bergambar dan tulisan yang dikemas lucu, unik serta jika dibaca mengundang tawa, namun dibalik tampilan yang menggelikan ternyata ada implikasi di dalamnya yang ingin disampaikan oleh kreator meme, biasanya meme muncul bersifat menyindir atau mengkritik sebuah fenomena yang sedang berkembang di masyarakat (Listiyorini, 2017).
Semakin banyak bermunculan meme yang menginterpretasikan kritik, sindiran terhadap pemerintah yang berkaitan dengan isu yang sedang berlangsung. Menurut (Shifman, 2013) meme dituangkan dalam pesan bergambar yang memiliki konten humor, parodi yang tersebar di berbagai media sosial seperti facebook, instagram, tiktok. Melalui media sosial meme tersebut akan lebih cepat menyebar dan bahkan menjadi viral. Dalam penyebarannya (Bauchkage, 2011) menyatakan dalam tulisannya bahwa meme dalam perkembangannya dapat melalui sebuah komentar, imitasi, dan parodi.
Era informasi digital memberikan kemudahan pada masyarakat dalam menjalin komunikasi. Kemudahan tersebut menuntut lahirnya media yang mampu mengemas pesan, gagasan, kritik, bahkan humor secara singkat dan padat. Atas dasar itulah meme muncul dan mendapatkan tempat dalam ruang komunikasi digital. Meme adalah ide, gagasan, kebiasaan, atau gaya yang menyebar dari orang ke orang dalam suatu budaya (Diaz, 2013: 84). Buchel (2012: 29) mendefinisikan meme dengan tulisan yang sering kali disertai dengan gambar, foto, dan karakter tertentu. Meme memberikan jalan baru untuk mengkombinasikan kreatifitas, seni, pesan, dan humor dalam ruang komunikasi digital. Era digital merupakan masa ketika informasi mudah dan cepat diperoleh serta disebarluaskan menggunakan teknologi digital. Sedangkan, teknologi digital adalah teknologi yang menggunakan sistem komputerisasi yang terhubung internet.
LANDASAN TEORI
Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori kritik sastra. Kritik sastra adalah salah satu cabang ilmu sastra untuk menghakimi suatu karya sastra. Selain menghakimi karya sastra, kritik sastra juga memiliki fungsi untuk mengkaji dan menafsirkan karya sastra secara lebih luas. Kritik sastra biasanya dihasilkan oleh kritikus sastra. Menurut H.B. Jassin 1953 Kritik sastra adalah pertimbangan baik dan buruknya suatu hasil kesusastraan. Pertimbangan yang diungkapkan adalah sebuah kritik sastra harus disertai alasan dan berisi mengenai isi dan berbagai bentuk di dalam karya sastra.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriftif kualitatif, Turyandi (2019:96) menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham naturalistik (fenomenologis). Dalam metode deskriptif peneliti memperoleh data melalui studi literatur dan pengamatan. Fokus penelitian ini adalah kritik sastra pada meme dalam era digital. Pengambilan data penelitian ini dengan cara memilih, membaca, menelaah, serta mengidentifikasi secara bertahap dan teratur. Selanjutnya, mencatat dan memberikan tanda bagian-bagian yang dapat direpresentasikan pada meme.
HASIL PEMBAHASAN Â
Penelitian ini memiliki empat objek meme yang terdapat dalam media sosial, seperti facebook, Instagram, tiktok, dan google. Berikut analisisnya.
Pada meme (1) berisi "Ingat, pilih saya! "Jangan pernah mimpi punya pemimpin yang jujur dan amanah jika kita sebagai rakyat hak suaranya masih bisa dibeli".
Meme tersebut menggambarkan dua orang laki-laki yang sedang berbicara yang mana seorang menggunakan jas coklat menyampaikan "ingat,pilih saya!" dengan menyelipkan amplop putih dengan ekspresi yang semangat dan terlihat seperti tulus memberikan kepada seorang yang berpakaian berwarna putih dengan mangacungkan tangannya untuk menerimanya dengan ekspresi raut wajah yang terlihat seperti ketakutan atau khawatir dalam menerima amplop tersebut.
Kalimat "Ingat, pilih saya! Jangan pernah mimpi punya pemimpin yang jujur dan amanah jika kita sebagai rakyat hak suaranya masih bisa dibeli'" menyiratkan pesan bahwa pemilih seharusnya tidak berharap memiliki pemimpin yang jujur dan amanah jika praktik penyuapan atau perolehan suara dengan uang masih ada. Ini menggarisbawahi pentingnya integritas dalam politik dan mengecam korupsi serta praktik tidak etis dalam pemilihan umum. Kalimat ini mengajak pemilih untuk lebih selektif dalam memilih pemimpin dan menolak praktik yang merusak demokrasi.
Jadi, kritik dalam meme (1) adalah bahwa dalam konteks pemilihan pemimpin, jika rakyat membiarkan praktik penyuapan atau perolehan suara dengan uang menjadi hal yang umum, maka mereka berkontribusi pada korupsi dan ketidakjujuran dalam pemerintahan. Kalimat ini mencerminkan keprihatinan bahwa sistem politik yang tercemar oleh uang dan penyuapan akan menghasilkan pemimpin yang tidak jujur dan tidak amanah. Pentingnya transparansi, integritas, dan penegakan hukum dalam proses pemilihan agar masyarakat dapat memiliki pemimpin yang lebih baik dan memiliki kepercayaan dalam sistem politik.
Pada meme (2) berisi "Jadi artis, aparat keamanan atau pejabat itu. Jadi panutan, bukan untuk gegayaan!"
Pada meme (2) terdapat sekumpulan orang-orang dan yang paling mencolok adalah bagian depan dua orang yang menggunakan seragam putih dan menggunakan atribut lengkap layaknya seorang pejabat.
Kalimat "Jadi artis, aparat keamanan atau pejabat itu jadi panutan, bukan untuk gegayaan!" menggambarkan bahwa menjadi seorang artis, aparat keamanan, atau pejabat seharusnya menjadi contoh yang baik dan memberikan inspirasi kepada masyarakat, bukan hanya untuk mengejar popularitas atau kesenangan pribadi.
Kritik yang terdapat dalam kalimat tersebut adalah bahwa beberapa individu yang menjadi artis, aparat keamanan, atau pejabat seringkali menggunakan posisi atau keberadaan mereka untuk tujuan pribadi, seperti meningkatkan popularitas atau mendapatkan keuntungan materi, daripada benar-benar menjadi contoh yang baik atau panutan masyarakat. Kalimat ini menyoroti masalah ketidakjujuran dan kesalahan prioritas dalam perilaku individu-individu tersebut, yang seharusnya menjadi contoh baik dalam masyarakat.
Kalimat tersebut mencerminkan beberapa kritik yang lebih mendalam terhadap perilaku individu, seperti: kepentingan pribadi, banyak artis aparat keamanan, dan pejabat seringkali lebih fokus pada kepentingan pribadi, seperti popularitas, kekayaan, atau kekuasaan, daripada memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Hal tersebut mungkin terlibat dalam tindakan yang kontroversial atau amoral demi mencapai tujuan pribadi.
Kekurangan Integritas, beberapa mungkin ada melanggar kode etik atau hukum untuk mencapai tujuannya, menunjukkan kekurangan integritas. Seperti penyalahgunaan kekuasaan, penipuan, atau perilaku tidak etis. Kesenangan dan gengsi, Ada penekanan yang terlalu besar pada aspek-aspek glamor dan gengsi dalam karir dan mungkin lebih memperhatikan penampilan atau acara-acara hiburan daripada tanggung jawab sebagai figur publik.
Jadi, kritik dalam meme (2) adalah banyak individu dalam peran tersebut cenderung mengejar kepentingan pribadi, mengabaikan tanggung jawab sosial, dan terkadang bertindak tanpa integritas atau moralitas yang tepat. Kritik ini menggarisbawahi pentingnya menggabungkan nilai dan integritas dalam peran sebagai panutan masyarakat.
Gambar tersebut menunjukkan animasi seseorang yang tengah duduk dengan kursi yang tinggi bertuliskan gaji menggunakan seragam hitam di sebuah ruangan yang mana terdapat meja yang diatasnya bertuliskan dpr. Sementara, dibawahnya terdapat dua orang yang berteriak seakan memanggil dan ingin menyampaikan sesuatu namun tak di dengar.
Kalimat "Gaji di level sekarang aja udah susah didengerin aspirasi kita, gimana lagi kalo makin tinggi" menggambarkan bahwa meskipun gaji saat ini sudah sulit mencukupi untuk memenuhi kebutuhan, semakin sulit bagi seseorang untuk menyuarakan atau mengungkapkan aspirasi dan keinginan mereka jika gaji mereka naik atau meningkat. Hal ini mencerminkan kekhawatiran tentang ketidaksetaraan ekonomi dan kesulitan yang mungkin dihadapi oleh individu dalam mempengaruhi kebijakan atau perubahan sosial saat gaji mereka naik.
Kritik utama pada meme (3) adalah ketidaksetaraan ekonomi yang semakin membesar dapat menghasilkan ketidaksetaraan dalam kemampuan individu untuk menyuarakan aspirasi atau keinginan mereka. Orang dengan gaji rendah mungkin merasa sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dan mungkin tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk berpartisipasi dalam aktivisme atau mendukung perubahan sosial. Keterbatasan akses, hal ini mencerminkan perasaan bahwa individu dengan gaji rendah atau sumber daya terbatas mungkin tidak memiliki akses yang sama dengan sarana komunikasi atau alat yang diperlukan untuk menyuarakan aspirasi mereka. Meningkatnya gaji juga dapat menciptakan kesenjangan dalam akses terhadap platform dan wadah yang memungkinkan partisipasi aktif dalam kebijakan atau perubahan sosial.
Pengaruh gaji tinggi, hal ini membuktikan bahwa dengan gaji tinggi mungkin memiliki kepentingan atau hubungan yang kuat dengan pihak-pihak berkuasa atau perusahaan, yang dapat menghambat masyarakat kalangan bawah untuk mengungkapkan aspirasi yang mungkin bertentangan dengan kepentingannya. Ini dapat mengarah pada konflik kepentingan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berbicara secara bebas.
Jadi, kritik dalam meme (3) adalah menyoroti masalah ketidaksetaraan ekonomi, akses terhadap platform partisipasi sosial, dan potensi konflik kepentingan yang dapat memengaruhi kemampuan individu untuk menyuarakan aspirasi terlepas dari tingkat gaji.
Pada meme (4) terdapat dua orang berupa animasi yang mana seorang laki-laki menggunakan pakaian berseragam mengenakan jas dan memegang medali dan berekspresi sangat bahagia dan tertawa, sementara di sampingnya ada seorang anak kecil yang memperlihatkan dengan ekspresi raut wajah yang kesal dan tampak kecewa.
Kalimat yang terdapat pada meme (4) menggambarkan perubahan dalam persepsi terhadap korupsi dari masa lalu hingga saat ini. Di zaman dulu, korupsi dianggap sebagai sesuatu yang memalukan dan tidak diinginkan. Namun, saat ini, ada orang-orang yang melihat korupsi sebagai kesempatan yang diinginkan atau diharapkan, mungkin karena potensi keuntungan yang besar atau karena pandangan yang korupsi sudah menjadi budaya yang sulit dihindari. Pernyataan ini mencerminkan perubahan sosial dan nilai dalam masyarakat seiring berjalannya waktu.
Hal ini dikatakan kritik, karena normalisasi korupsi, pernyataan ini mencerminkan bahaya normalisasi korupsi dalam masyarakat. Mengubah pandangan negatif menjadi positif mengenai tindakan korupsi dapat menghancurkan prinsip-prinsip etika dan integritas. Hal ini dapat memperparah korupsi dan merusak tatanan sosial. Tidak sejalan dengan hukum dan etika, Menyatakan bahwa korupsi kini diidamkan menciptakan ketidaksejajaran dengan nilai-nilai hukum dan etika. Hukum biasanya melarang korupsi karena merugikan masyarakat dan merusak keadilan. Mengidamkan korupsi mencerminkan pemahaman yang keliru terhadap prinsip-prinsip ini.
Selain itu, membenarkan tindakan yang salah, hal ni dapat membenarkan tindakan korupsi, yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat. Korupsi seringkali mengarah pada ketidakadilan, pengucilan, dan ketidaksetaraan. Dalam konteks ini, mengidamkan korupsi tidak dapat diterima secara etis. Meremehkan dampak korupsi, menganggap korupsi sebagai kesempatan yang diidamkan dapat meremehkan dampak negatifnya. Korupsi dapat menguras sumber daya, merusak pelayanan publik, dan merugikan orang-orang yang kurang beruntung. Pandangan ini dapat mengabaikan realitas dampak sosial dan ekonomi korupsi.
Jadi, dalam kajian kritik ini, perlu diingat bahwa pandangan yang mengidamkan korupsi adalah pandangan yang sangat berbahaya dan dapat merusak masyarakat. Penting untuk memahami bahwa korupsi tetap menjadi masalah serius dalam banyak negara dan harus diberantas, bukan diidamkan.
PENUTUP
Terdapat empat meme yang mana diantaranya terdapat kritik mengenai (1)Kesenjangan antara janji dan kenyataan, (2)Integritas dalam kepemimpinan dalam pelayanan masyarakat, (3)Tantangan ekonomi dan kesenjangan sosial dalam mendengarkan aspirasi masyarakat, dan (4)Perubahan pandangan sosial terhadap korupsi dalam masyarakat. Kesimpulan ini mencerminkan pemahaman bahwa kritik sastra terhadap meme adalah meme dapat menjadi alat yang kuat dalam menyampaikan pesan kritik sosial, politik, dan budaya. Hal ini mampu mencerminkan isu-isu yang penting dalam cara yang humoris atau provokatif, sehingga dapat merangsang pemikiran dan diskusi. Namun, penting untuk diingat bahwa meme juga memiliki potensi untuk menyederhanakan isu-isu yang kompleks dan merendahkan kualitas diskusi. Oleh karena itu, meme harus dilihat sebagai sarana komunikasi yang kuat, tetapi juga harus diterima dengan konteks dan kewaspadaan terhadap dampaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Buchel, B. 2012. Internet memes as means of communication. Brno: Masaryk University.
Dawkins, R. (2006). Selfish gene. In New Scientist (anniversar, Vol. 214). https://doi.org/10.1016/S0262-4079(12)61286- X.
Diaz, C. M. C. 2013. Defining & characterizing the concept of internet meme. Copenhagen: University of Copenhagen.
Jassin, H.B. 1953. Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay. Jakarta: Gunung Agung.
Listiyorini, A. (2017). Wacana Humor Dalam Meme Di Media Online Sebagai Potret Kehidupan Sebagai Masyarakat Indonesia. Litera, 16 no. 1, 64--77.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.
Saifullah, A. R. (2016). Issues of terrorism on the internet in the wave of democratization of post-reform Indonesia: A semiotic analysis. Indonesian Journal of Applied Linguistics, 5(2), 307--315. https://doi.org/10.17509/ijal.v5i2.1354.
Schiffman dan Kanuk. 2013. Perilaku Konsumen. Edisi ke Tujuh. Jakarta:
Indeks.
Semi, Atar. 1988. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: CAPS.
Turyandi, Itto. 2019. Metodologi Penelitian. Bandung: Alfabeta Bandung.
Widjono, Hs. 2007. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
di Perguruan Tinggi (Rev). Jakarta: Grasindo.
Widyamartaya, A.1992. Seni Membaca untuk Studi. Yogyakarta: Kanisius.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI