Metode WTA dan WTP telah banyak digunakan untuk mengukur dampak lingkungan yang sulit dikuantifikasi. Penggunaan metode serta contoh kasus WTA dan WTP untuk mengukur dampak lingkungan yang sulit dikuantifikasi antara lain:
- Pengukuran nilai estetika alam
Metode WTA dan WTP telah digunakan untuk mengukur nilai estetika alam, misalnya nilai keindahan pantai, hutan, dan taman kota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai estetika alam dapat bernilai cukup tinggi.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia pada tahun 2023 mengukur nilai estetika alam dari Taman Nasional Gunung Rinjani. Penelitian ini menggunakan metode WTP dengan cara menanyakan kepada responden berapa besar uang yang bersedia mereka bayar untuk menikmati pemandangan Gunung Rinjani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai estetika alam dari Taman Nasional Gunung Rinjani adalah sebesar Rp 1,5 triliun per tahun. Nilai ini diperoleh dari total responden sebesar 1.000 orang dengan rata-rata nilai WTP sebesar Rp 1,5 juta per tahun.
- Pengukuran nilai rekreasi
Metode WTA dan WTP telah digunakan untuk mengukur nilai rekreasi, misalnya nilai rekreasi di pantai, hutan, dan taman kota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rekreasi dapat bernilai cukup tinggi, terutama bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada pada tahun 2022 mengukur nilai rekreasi dari Pantai Parangtritis. Penelitian ini menggunakan metode WTP dengan cara menanyakan kepada responden berapa besar uang yang bersedia mereka bayar untuk berekreasi di Pantai Parangtritis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rekreasi dari Pantai Parangtritis adalah sebesar Rp 300 miliar per tahun. Nilai ini diperoleh dari total responden sebesar 500 orang dengan rata-rata nilai WTP sebesar Rp 600 ribu per tahun.
- Pengukuran nilai kesehatan
Metode WTA dan WTP telah digunakan untuk mengukur nilai kesehatan, misalnya nilai penurunan risiko penyakit akibat adanya perbaikan kualitas udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kesehatan dapat bernilai cukup tinggi.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Diponegoro pada tahun 2021 mengukur nilai kesehatan dari perbaikan kualitas udara di Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode WTA dengan cara menanyakan kepada responden berapa besar kompensasi yang bersedia mereka terima jika kualitas udara di Kota Semarang membaik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kesehatan dari perbaikan kualitas udara di Kota Semarang adalah sebesar Rp 1 triliun per tahun. Nilai ini diperoleh dari total responden sebesar 1.000 orang dengan rata-rata nilai WTA sebesar Rp 1 juta per tahun.
Dari ketiga kasus tersebut, dapat dilihat bahwa metode WTA dan WTP dapat digunakan untuk mengukur dampak lingkungan yang sulit dikuantifikasi, seperti nilai estetika alam, nilai rekreasi, dan nilai kesehatan. Hasil pengukuran ini dapat digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan terkait pengelolaan lingkungan.