Mohon tunggu...
Riko Noviantoro Widiarso
Riko Noviantoro Widiarso Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti Kebijakan Publik

Pembaca buku dan gemar kegiatan luar ruang. Bergabung pada Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Pejabat Publik dan Habituasi Bertransportasi Publik

4 April 2019   17:56 Diperbarui: 4 April 2019   18:06 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Meski demikian pertanyaannya apakah pejabat publik bersedia menggunakan transportasi publik? Ini yang tidak mudah dijawab. Pejabat publik memiliki hak menggunakan mobil dinas. Hal itu diatur dalam Peraturan Kementerian Keuangan No.76/PMK.06/2015 tentang Standar Barang dan Standar Kebutuhan Barang milik Negara Berupa Angkutan Darat Bermotor Dinas Operasional Jabatan di Dalam Negeri.

Mobil dinas dalam Permenkeu 76/2015 disebut dengan istilah Alat Angkutan Darat Bermotor Dinas Operasional Jabatan Di Dalam Negeri (AADB Dinas Operasional Jabatan). Dalam aturannya cukup detil mengatur tentang jumlah kendaraan yang digunakan, jenis kendaraan yang didapat, kapasistas mesin kendaraan hingga biaya perawatannya. Dari peraturan itu memberikan makna tegas kenyamanan kendaraan yang dinikmati pejabat. Hal ini secara alami mendidik pejabat publik untuk senang mengendarai transportasi pribadi.

Padahal dalam mendidik masyarakat perlu teladan dari pejabatanya. Pejabat tinggi seperti Presiden, Menteri, Gubernur dan Pimpinan Lembaga Negara harus mau beralih menggunakan transportasi publik. Para pejabat itu harus mau mengurangi penggunaan kendaraan dinasnya dalam sejumlah kegiatannya. Beralih menggunakan transportasi publik. Apapun itu transportasinya. Setidaknya satu kali dalam sepekan, pejabat publik itu menggunakan tranportasi umum.

Menurut saya hadirnya pejabat publik dalam transportasi publik bukan sebatas edukasi saja. Melalui interaksi yang kontinu itu dapat mengetahui persis baik dan buruknya transportasi publik yang digunakna masyarakat. Sekaligus menyiapkan konsep yang lebih ideal lagi. Bahkan tidak menutup kemungkinan interaksi pejabat dan masyarakat bisa terjalin dalam ruang transportasi publik. Jika ini terbangun bisa menjadi sumbangan bagi lahirkan kebijakan publik yang lebih tepat. Karena mendengarkan langsung dari publik sebagai objek kebijakannya.

Tentu saja akhir dari upaya ini adalah habituasi (kebiasaan) bertransportasi publik tumbuh dalam diri kita semua. Bukan saja masyarakat sebagai pengguna, tetapi juga pejabatnya. Dengan demikian budaya bertransportasi publik secara perlahan pun tumbuh. Masyarakat secara alami pun mau beralih menggunakan transportasi publik.

Peneliti bidang Kebijakan Publik

Institute For Development Of Policy And Local Partnership (INDEPOL -- LP)

Pertama kali tayang di Semarak.co

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun