Mohon tunggu...
Riki Tsan
Riki Tsan Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Mata

Eye is not everything. But, everything is nothing without eye

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Telaah Dikotomi Penelitian Sosiolegal dan Penelitian Hukum

15 Juli 2024   13:23 Diperbarui: 15 Juli 2024   13:34 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara epistemologis, untuk memperoleh kebenaran yang merupakan fungsi dari penelitian, kita mengenal 4 teori kebenaran yakni teori korespondensi, teori koherensi, teori pragmatis dan teori semantik. Kita akan membicarakan 2 teori pertama saja.

Menurut teori korespondensi, suatu pernyataan adalah benar bila dan hanya bila apa yang dinyatakan itu sesuai dengan realitas. Thomas Aquinas menyatakan bahwa 'suatu putusan dikatakan benar apabila putusan itu sesuai dengan realitas yang bersifat lahiriah'.

Para pemikir modern yang menganut pandangan empirisme berpendapat bahwa kebenaran adalah sesuatu yang diperoleh berdasarkan pengalaman indrawi. Oleh karena itulah, teori kebenaran korespondensi ini cocok untuk ilmu ilmu empiris yang terwujud dalam ilmu ilmu alamiah dan ilmu ilmu sosial.

Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua yang ada di dunia ini merupakan fenomena fenomena yang berwujud fisik yang dapat ditangkap secara indrawi. Ada hal hal yang berada di dalam fikiran atau berupa nilai nilai.
Dalam hal semacam ini, kebenaran bukan merupakan sesuatu yang dapat dilihat, namun sesuatu yang dapat dinalar atau dapat diterima oleh pandangan masyarakat.

Jadi, suatu pernyataan atau keyakinan itu benar manakala sesuai dengan pernyataan atau keyakinan lainnya atau nilai nilai yang ada. Inilah yang disebut dengan teori kebenaran koherensi. Teori kebenaran koherensi  ini cocok dengan ilmu ilmu hukum.


DESKRIPTIF VS PRESKRIPTIF

Mengingat yang hendak dicapai adalah kebenaran korespondensi, maka yang menjadi objek penelitian di dalam ilmu ilmu alamiah maupun ilmu ilmu sosial adalah perilaku perilaku manusia dan masyarakat. Karena hanya menggambarkan perilaku perilaku, maka penelitian ilmu sosial dan ilmu alamiah bersifat deskriptif.

Apa yang ingin dicapai oleh ilmu ilmu deskriptif adalah keniscayaan yaitu sesuatu yang kasat mata.
Konsekuensinya, sistem nilai atau gagasan gagasan baru yang bersifat seyogianya, seharusnya atau semestinya atau diistilahkan dengan preskriptif tidak masuk ke dalam urusan ilmu sosial dan ilmu alamiah

Dalam konteks ini, ilmu hukum bukan termasuk ke dalam ilmu perilaku.
Itulah sebabnya, ilmu hukum tidak bersifat deskriptif, tetapi preskriptif. Objek ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, antara aturan hukum dan norma hukum, serta koherensi antara tingkah laku (act) -- bukan perilaku (behavior) -- dengan norma hukum.

Dasar pijakan dalam mempelajari ilmu hukum adalah memahami kondisi intrinsik aturan aturan hukum.
Hal ini jugalah yang membedakan antara ilmu ilmu hukum dengan disiplin disiplin  lain yang objek kajiannya juga hukum. Disiplin disiplin lain tersebut hanya memandang hukum dari luar. Studi studi sosial tentang hukum misalnya memandang hukum sebagai gejala sosial (Prof.Peter,hal.42)

Studi studi sosial tentang hukum hanya berkaitan dengan implementasi konsep hukum dan acapkali memberi perhatian terhadap kepatuhan individu terhadap aturan hukum (Prof.Peter,hal.44)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun