oleh: dr Riki Tsan,Sp.M (Ketua Divisi Tenaga Medis KOHKARSSI)
Beberapa hari belakangan ini media informasi dan media sosial diramaikan dengan pemberitaan wafatnya seorang anak yang berusia 7 tahun setelah menjalani operasi amandel di Rumah Sakit Kartika Husada, Jati Asih, Bekasi. Disebut-sebut, sebelum meninggal dunia, almarhum sempat dirawat beberapa hari di ruang Intensive Care Unit (ICU) dengan dugaan Mati Batang Otak (MBO).
Pengacara keluarga pasien telah melaporkan para dokter yang menangani anak mereka dan pihak rumah sakit ke pihak yang berwajib dan menuntut mereka secara hukum. Tuduhannya ialah para terlapor telah melakukan malapraktik yang mengakibatkan anak mereka meninggal dunia.
Kasus ini menarik. Namun, sebelum mendalaminya lebih jauh, ada beberapa pertanyaan mendasar yang perlu kita ajukan, misalnya apakah sebetulnya yang disebut Malpraktik itu, apa saja unsur unsur yang harus dibuktikan untuk menetapkan telah terjadinya suatu tindakan malapraktik serta bagaimana prosedur pengaduan terhadap dugaan perbuatan malapraktik?
Secara singkat, malapraktik dalam tindakan medis atau biasa disebut dengan malapraktik medis adalah perbuatan lalai seorang dokter yang tidak menjalankan Standar Tindakan Medis/Standar Pelayanan Kedokteran dalam melakukan tindakan medis terhadap pasiennya sehingga menyebabkan pasiennya itu cedera ataupun meninggal dunia.
Untuk membuktikan terjadinya malapraktik medis tidaklah mudah. Setidaknya ada dua unsur yang harus terpenuhi agar suatu perbuatan dokter dapat disebut sebagai malapraktik medis.
Pertama. Dokter tersebut memang benar benar telah lalai dalam artian ia tidak menjalankan atau ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Standar Pelayanan Kedokteran/Standar Tindakan Medis.
Kedua. Cedera ataupun kematian pasien itu merupakan akibat langsung dari kelalaian dokter yang tidak menjalankan atau melakukan perbuatan di atas. Jadi, ada hubungan kausalitas (sebab akibat) langsung antara kelalaian dengan cedera atau kematian pasien.
Saya menambahkan satu unsur lagi yakni bahwa cedera atau kematian pasien tersebut bukan disebabkan oleh adanya faktor risiko atau kejadian yang tak diduga (unpredictable) yang muncul pada saat dokter melakukan tindakan medis.