Mohon tunggu...
Riki Tsan
Riki Tsan Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Mata

BERKHIDMAT DALAM HUKUM KESEHATAN

Selanjutnya

Tutup

Hukum

'Mengulik' Soal Kelalaian dan Pemidanaan Medik - Sebuah Pengantar

4 Oktober 2024   10:43 Diperbarui: 28 Oktober 2024   05:58 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.wikipedia.org/wiki/Cesare_Lombroso


Tim Kejagung menangkap dr.Ayu di tempat praktiknya dengan cara memborgolnya seperti layaknya seorang pembunuh, sedangkan dr. Hendri dan dr.Hendi dijemput paksa dan ditangkap  di rumah mereka masing masing

Peristiwa ini menimbulkan keresahan, berbagai protes, demonstrasi dan aksi solidaritas yang intinya menolak kriminalisasi terhadap dr. Ayu dan kawan kawan dari seluruh dokter di Indonesia pada  penghujung tahun 2013

Namun pada tanggal 7 Februari 2014, Majelis Peninjauan Kembali membebaskan dr. Ayu dan kawan kawan dengan amar putusan yang membatalkan kasasi  yang sebelumnya menghukum  mereka selama 10 bulan penjara.

Dengan mencermati kedua kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses penegakan hukum pidana terhadap kasus kasus atau perkara perkara medis yang dikategorikan sebagai tindak pidana medik terlihat belum adanya kesamaan pandangan diantara para aparat penegak hukum (APH) , mulai dari proses penyelidikan, penyidikan sampai proses pemidanaan di pengadilan, baik di tingkat Pengadilan Negeri , Pengadilan Tinggi sampai kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung.

Menurut pendapat saya, ada 2 alasan kenapa hal tersebut dapat terjadi.

Pertama.
Para hakim selalu membuat putusan yang sama terhadap kasus kasus  pidana medik seperti pidana umum lainnya.
Mereka selalu menghindari lex spesialis ( pengkhususan ) atas kasus kasus medis sehingga tidak ada pembedaan dengan kasus kasus pidana umum.
Mereka memberlakukan ketentuan yang ada di dalam tindak pidana umum terhadap tindak pidana medik.

Dr. dr. M. Nasser,Sp.DVE, D.Law , mengatakan bahwa dalam penerapan hukum pidana ( criminal Law ) di Indonesia sampai saat ini semua tindak pidana medik itu masih disamakan dan diperlakukan sebagai tindak pidana umum.

Kalau Prof.Muladi dan Prof. Barda Nawawi menyebut adanya fenomena disparity of sentencing ( disparitas pemidanaan ) dalam praktik pengadilan di Indonesia, yakni pembedaan penjatuhan pidana terhadap perkara tindak pidana yang sama, maka saya menyebut fenomena di atas sebagai disporpotionality in sentencing ( disproporsionalitas pemidanaan ) yaitu memberlakukan pemidanaan yang sama terhadap perkara pidana yang berbeda.

Dalam konteks ini,disproporsionalitas adalah memberlakukan pemidanaan yang sama terhadap perkara perkara medis yang sesungguhnya berbeda dengan perkara pidana umum.

https://id.wikipedia.org/wiki/Cesare_Lombroso
https://id.wikipedia.org/wiki/Cesare_Lombroso

Terkait dengan hal terakhir ini, saya teringat dengan ucapan Ezechia Marco Lombroso (6 November 1835 - 19 Oktober 1909), seorang kriminolog Italia dan pendiri Mazhab Kriminologi Positivis Italia, yang mengatakan : ' Sepanjang  setiap pelaku tindak pidana mempunyai kebutuhan kebutuhan yang berbeda beda, adalah merupakan suatu kebodohan untuk menerapkan pidana yang sama kepada semua orang yang melakukan tindak pidana tertentu ' ( Teori Teori dan Kebijakan Pidana, Prof.Muladi/Prof.Barda Nawawi, hal.63 )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun