Mohon tunggu...
Riki Ananda Saputra
Riki Ananda Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sekretaris Umum PD IPM Kab. Bogor

Mahasiswa program Studi Komunikasi dan Penyiaran Isalam Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bersemangat Beribadah di 10 Malam Terakhir Ramadhan

12 April 2023   09:27 Diperbarui: 11 Mei 2023   10:39 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Universitas Muhmmadiyah Jakarta

BERSEMANGAT BERIBADAH DI 10 MALAM TERAKHIR RAMADHAN

Hal-hal yang memotivasi kita dalam beribadah di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan

Sebelum kita membahas ibadah dan amalan-amalan apa yang bisa kita lakukan di sepuluh terakhir bulan Ramadan, kita terlebih dahulu akan membahas hal-hal yang memotivasi kita untuk semangat beramal dan beribadah di sepuluh terakhir bulan Ramadan. Di antaranya:

1. Nabi Muhammadﷺ lebih semangat beribadah daripada biasanya

Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,

كانَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وأَحْيَا لَيْلَهُ، وأَيْقَظَ أهْلَهُ

Jika masuk sepuluh hari terakhir, Nabi ﷺ mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan istri-istrinya.”

Maksud dari mengencangkan sarung dalam hadits di atas adalah Nabi Muhammad ﷺ tidak menggauli istri-istrinya di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. Adapun maksud dari menghidupkan malam, masih terdapat ikhtilaf dari kalangan ulama, ada yang mengatakan beliau ﷺ begadang dan tidak tidur sama sekali, dan ada yang mengatakan bahwa beliau ﷺ mengurangi tidurnya.

Pendapat yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ  mengurangi waktu tidurnya kedua didasari dari sebuah hadits yang menceritakan bahwa Rasulullahﷺ  menegur orang yang ingin shalat malam selama semalam suntuk. Nabi Muhammadﷺ  bersabda,

واللَّهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وأَتْقَاكُمْ له، لَكِنِّي أصُومُ وأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وأَرْقُدُ، وأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ

Demi Allah sungguh aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah dari kalian, akan tetapi aku puasa dan aku pun berbuka, aku shalat malam dan aku pun tidur, dan aku juga menikahi wanita.”

Demikian juga dalam hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata,

لا أعلَمُ نبيَّ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ قرأَ القرآنَ كُلَّهُ في ليلةٍ، ولا قامَ ليلَةً حتَّى الصَّباحِ، ولا صامَ شَهْرًا قطُّ كاملًا غيرَ رمضانَ

Aku tidak mengetahui Nabiﷺ  membaca Al-Qur’an dalam semalam suntuk, tidak pernah juga shalat malam sampai pagi, tidak juga pernah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadan.”

Pernyataan Aisyah bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah shalat malam sampai subuh mengisyaratkan bahwa beliauﷺ  selalu menyelinginya dengan tidur. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa perkataan Aisyah tersebut adalah di selain bulan Ramadan. Intinya, terdapat ikhtilaf dalam masalah ini dan penulis lebih condong kepada pendapat yang mengatakan Rasulullah ﷺ  mengurangi tidurnya. Namun, ini tidak menjadi larangan untuk seseorang yang ingin begadang dalam sepuluh malam terakhir karena hal tersebut juga dilandasi dalil-dalil yang menunjukkan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ pernah begadang semalam suntuk.

Dalam hadits yang lain, Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,

كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَجْتَهِدُ في العَشْرِ الأوَاخِرِ، ما لا يَجْتَهِدُ في غيرِهِ

Rasulullah bersungguh-sungguh dalam beribadah di sepuluh malam terakhir melebihi hari-hari lainnya.”

Kita tentu mengetahui bahwa Nabi Muhammadﷺ  sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan Ramadan. Namun, ternyata beliauﷺ  lebih bersungguh-sungguh lagi ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.

2. Malam lailatulqadar lebih baik dari seribu bulan

Allah ﷻ berfirman,

﴿لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٌ مِّنۡ أَلْفِ شَهْرٍ﴾

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 3)

Jika dihitung, maka seribu bulan itu kurang lebih setara dengan 84 tahun. Di ayat tersebut Allah tidak mengatakan sama seperti seribu bulan, akan tetapi Allah mengatakan lebih baik dari itu. Maka, jika sekiranya durasi satu malam adalah 10 jam, maka 1 jam di malam lailatulqadar itu kurang lebih setara dengan 8 tahun 4 bulan, 1 menitnya setara dengan 1 bulan 6 hari. Ini bukanlah hitungan yang pasti, akan tetapi hanya sekadar hitungan analogi untuk membuat kita semakin semangat untuk menggapai keutamaan malam lailatulqadar dan menyadari betapa pentingnya waktu dan umur.

Hal ini juga merupakan karunia Allah kepada umat nabi Muhammad ﷺ, karena umur mereka lebih sedikit jika dibandingkan dengan umur umat yang terdahulu seperti umat Nabi Nuh dan nabi-nabi yang lainnya q. Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ، إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

Usia umatku berkisar antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, dan sedikit sekali mereka yang melebihi (usia) tersebut.”

Maka dengan keutamaan malam lailatulqadar ini, umat Nabi Muhammad ﷺ  dapat bersaing dalam segi amalan dengan umat yang lain. Oleh karenanya, ini adalah kesempatan emas bagi seseorang untuk beramal dan mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya.

3. Barang siapa yang melalaikan lailatulqadar maka dia benar-benar orang yang merugi

Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,

إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ

Sesungguhnya bulan ini (Ramadan) telah datang kepada kalian. Padanya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang terhalangi darinya, sungguh ia telah terhalangi dari semua kebaikan. Dan tidak ada yang terhalangi (darinya), kecuali mahrum (yang memang terhalangi dari kebaikan).”

Hadits ini menggabungkan antara motivasi agar seseorang dapat bersemangat dalam malam tersebut, serta ancaman bagi orang-orang yang melalaikan malam lailatulqadar sehingga dikategorikan sebagai orang yang benar-benar terhalangi dari kebaikan. Artinya, orang yang tidak beribadah pada malam tersebut termasuk dalam orang-orang yang merugi. Maka jika orang yang tidak beribadah saja dikatakan orang yang merugi, maka orang-orang yang melakukan maksiat pada malam itu justru jauh lebih merugi lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun