24 Juli 2019Â
Jakarta---Addis Ababa ( Tertahan di Bandara Suvarnabhumi Bangkok Thailand).
Aku duduk di kabin pesawat. Aku mendapati banyak sekali seat yang kosong. Pesawat lepas landas sekitar pukul 00.00 24 Juli .Pikiran dan badanku lelah. Namun aku tak bisa tidur. Dari Jakarta rencananya pesawat ini transit sejam di Bangkok, penumpang tidak turun. Pesawat mendarat di Bandara Suvarnabhumi Bangkok pukul 03.00. Lima belas menit kemudian, 3 orang petugas kebersihan perempuan berompi hijau masuk ke dalam kabin. Mereka membersihkan kabin pesawat yang berkarpet hijau.
Aku buka jaket tebalku. Aku bawa jaket winter,karena sebelumnya aku riset di internet, Ethiopia adalah dataran tinggi, dingin. Suhu di Ethiopia bahkan pernah mencapai 0 derajat. 60% gunung di Afrika ada di Ethiopia.
Aku selfie dengan kaos hitamku Rubber Soul The Beatles.
Tepat jam 04.00 pagi,pilot mengumumkan pesawat mengalami kendala teknis,jadi belum bisa berangkat sesuai yang dijadwalkan. Aku termenung duduk di dalam kabin,agak resah,kok pesawatnya rusak. Sekitar pukul 06.00 pilot mengumumkan bahwa seluruh penumpang harus turun dari pesawat.
Aku bangunkan rombonganku yang berjumlah 8 orang,mereka tertidur.
"Kita harus turun di sini Bandara Suvarnabhumi Bangkok Thailand"
"Kemana Pak Rikho"
"Kita lihat saja kemana petugas akan mengarahkan kita"
Kami ambil tas ransel masing masing dari bagasi pesawat.
Seorang pemuda petugas flight service naik ke kabin dan mengarahkan kami keluar pesawat. Aku tanya petugas kita akan dibawa kemana.
"Where are you going to take us?"
" We will show you the way out first sir, while we are waiting the fixed information from Ethiopian Airline"
Kami pun mengikuti pemuda petugas flight service yang membawa HT ini. Mereka terus berkomunikasi dengan Bahasa Thai sambil mengarahkan kami memasuki lorong Lorong di Bandara Suvarnabhumi.
Rombongan penumpang turun tanpa ada immigration clearance. Kami hanya menunjukkan passport dan boarding pass. Petugas flight service mendata manifest penumpang. Kami melewati Xray checking.
Petugas mengatakan kami akan diarahkan ke hotel di Kawasan bandara. Tibalah kami di hotel Miracle Transit Hotel & Spa di lantai 4 departure hall bandara. Petugas resepsionis hotel mendata kami. Resepsionis berblazer hitam cantik berkulit kuning ini meminta passport dan boarding pass untuk disimpan. Mereka memberi kunci kamar hotel. Per kamar 2 orang. Karena jumlah kami 9 orang, aku minta agar diberi 4 kamar saja. Aku dan Alfian sekamar di kamar 303, sedangkan 7 orang rombongan lain perempuan akan menempati 3 kamar ( 1 kamar ada yang berisi 3 orang agar mudah).
Kami masuk ke kamar masing masing. Hotel ini cukup nyaman. Â Hatiku gundah karena kami harus tertahan di Bangkok dengan membawa rombongan 8 orang. Di sisi lain aku bersyukur karena kakiku menginjak bumi Thailand. Momen yang sebelumnya tak terpikirkan. Inilah kali pertama dalam hidupku aku menginjak negeri orang.
Setelah mandi, aku dan alfian makan pagi, rombongan kawan perempuan yang lain pun ikut makan pagi. Iseng iseng aku ke resepsionis cek harga kamar hotel. Aku tahu Ethiopian Airline akan bayar semua akomodasi selama kami tinggal di hotel ini. Tarif hotel ini Deluxe Room including one meal : 307 US$ ( tarif 12 jam). Ada tarif tarif lain 4 jam,6 jam,8 jam, 10 jam.
Kawan lain pergi ke kamar beristirahat. Aku sebagai leader tak bisa tidur. Setiap jam aku melihat layar flight monitoring board  di hotel ini. Menanti kepastian keberangkat kami ke Ethiopia. Sampai dengan jam makan siang tak jua ada kepastian kapan keberangkatan kami. Resepsionis tampak kewalahan menghadapi penumpang yang silih berganti menanyakan kepastian berangkat.
Dan jawaban dari resepsionis selalu sama. We are waiting confirmation from Ethiopian Airline. Aku menghabiskan waktu ngobrol dengan sesame penumpang. Ada gadis USA yang sudah telanjur beli tiket Addis Ababa -- Israel-New York. Ada bule laki laki tua dari Zambia yang mengkhawatirkan kondisi istrinya yang sedang sakit. Ada orang Indonesia yang bekerja di kilang minyak di Gabon, yang ingin segera sampai karena sudah ditunggu teman yang digantikannya.
Sempat aku video call dengan putriku Adel. Awalnya kami mengobrol santai namun begitu aku ingin menutup telp, Air mata Adel berkaca kaca kemudian berlinang. Malam itu aku terharu.
Malam hari itu aku berkata dalam hati bahwa keberadaanku di sini adalah untuk masa depan keluargaku, anak istriku. Sebelum berangkat ke Ethiopia aku berkata kepada Adel ( 9 th) bahwa ayah pergi mencari biaya untuk kuliah Adel. Inilah yang memberi pemahaman kepada Adel mengapa aku harus pergi.
Siang berganti sore. Sore berganti malam tak kunjung ada kepastian dari resepsionis. Aku pun masuk kamar sekitar pukul 23.00. Tetap aku tak bisa tidur. Â Sekitar 23.30 telpon di kamar hotel berdering.
"Sir you have to leave now, flight will depart 1 hour from now"
Gila....Aku kaget...
Aku segera bangunkan Alfian dan pergi ke 3 kamar sebelah untuk bangunkan rombongan perempuan.
Sesampainya di resepsionis sudah berjubel penumpang yang akan keluar hotel mengantri passport dan boarding pass yang ditahan resepsionis. Petugas flight service mengarahkan kami ke gate keberangkatan. Kami keluar berjalan berhamburan mengikut petugas. Setelah lima menit berjalan ,sudah kadung terburu buru kami dihentikan petugas diminta duduk menunggu. Setengah jam kami duduk menunggu. Ternyata crew Ethiopian Airline, pilot dan pramugari lewat di depan kami. Baru kami diperboleh masuk memasuki lorong menuju gate keberangkatan. Kami keluar gedung. Sebuah bus menunggu dan mengangkut kami menuju pesawat.
Kami tertahan 18 jam di bandara Suvarnabhumi. Setelah kami masuk pesawat, kami mendapati pesawat yang awalnya banyak kursi kosong menjadi penuh. Aku menduga, kami sengaja ditahan di Bangkok karena menunggu penumpang untuk memenuhi seat pesawat.
Ini berkahku .
Aku menginjak bumi Bangkok.
Walaupun hanya mengintip hiruk pikuk kota Bangkok dari balik kaca jendela Miracle Transit Hotel.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H