Selain memiliki fungsi sebagai rumah pada umumnya yaitu sebagai tempat tinggal, Rumah Tongkonan juga berfungsi untuk melakukan aktivitas sosial, upacara kedukaan, upacara kegembiraan, dan menjalin kekerabatan antar keluarga. Terdapat berbagai fungsi Rumah Tongkonan yang digunakan untuk upacara adat masyarakat suku Toraja, diantaranya ialah upacara pemakaman Rambul Solo yang termasuk upacara kedukaan. Upacara tersebut dilaksanakan dengan meletakkan keranda anggota keluarga yang meninggal yang disebut keranda "Erong" di depan Rumah Tongkonan dan sekumpulan kerbau yang telah dibeli oleh seluruh anggota keluarga. Terdapat juga Upacara Mangrara Banua atau Peresmian Tongkonan dan Upacara Rampanan Kapa (Pernikahan) yang termasuk tradisi Rambu Tuka' yaitu tradisi kegembiraan atau syukuran (Wong et al., 2022).
Tidak semua rumah adat Toraja disebut dengan Tongkonan, sebab Tongkonan merujuk pada rumah yang memiliki adat saja. Terdapat kompleks pemukiman Tongkonan yang paling sering dikunjungi wisatawan yaitu pada objek wisata Ke"te" Kesu di wilayah Toraja Utara, dimana deretan Tongkonan berjejer rapi dari timur ke barat. Ke"te"su Kesu merupakan tempat dimana Tongkonan masih menjalankan fungsinya sebagai pemerintahan adat yang dipimpin oleh satu Tongkonan utama yang disebut Tongkonan Layuk (penguasa wilayah), sekaligus Pesio Aluk (pembuat aturan) (Imanuella, 2017).
Tempat Penyimpanan Mayat
Dalam tradisi masyarakat Toraja, rumah Tongkonan memiliki fungsi khusus sebagai tempat sementara untuk menyimpan jenazah sebelum upacara pemakaman Rambu Solo dilaksanakan. Jenazah yang disimpan di rumah Tongkonan diawetkan dengan metode tradisional, seringkali menggunakan ramuan alami yang diwariskan secara turun-temurun. Ramuan tersebut dapat berupa rempah-rempah dan akar tanaman yang digosokkan ke sekujur tubuh orang yang meninggal. Namun karena perkembangan zaman, keluarga bisanya hanya menyuntikkan formalin ke jenazah. Proses tersebut dilakukan agar jenazah tetap utuh hingga waktu pemakaman tiba, yang bisa memakan waktu yang lama dapat berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, tergantung pada kesiapan keluarga dalam mengadakan upacara pemakaman yang layak. Upacara pemakaman Rambu Solo merupakan ritual besar yang melibatkan seluruh keluarga dan masyarakat, yang memerlukan persiapan yang matang.
Selama jenazah berada di rumah Tongkonan, masyarakat Toraja memperlakukannya seperti anggota keluarga yang masih hidup secara spiritual. Kehadiran jenazah diyakini masih memiliki ikatan dengan dunia manusia, sehingga ritual dan perlakuan khusus diberikan, seperti menyediakan makanan, minuman, dan memakaikan baju, serta menyapa jenazah dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya hubungan antara kehidupan dan kematian dalam kepercayaan masyarakat Toraja, di mana proses transisi menuju alam baka dipandang sebagai perjalanan yang panjang dan sakral. Masyarakat Toraja percaya bahwa apabila tidak merawat mendiang tidak baik, maka keluarga akan mendapatkan kesialan atau kesusahan dalam hidup.
Rumah Tongkonan Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, Tongkonan tidak hanya sebagai tempat duduk bersama, Tongkonan digunakan sebagai pusat kebudayaan yang menjadi wadah untuk melestarikan tradisi dan adat istiadat Toraja, sebagai tempat pembinaan keluarga, dimana anggota keluarga belajar tentang aturan-aturan yang berlaku, saling menghormati, dan pentingnya kegotongroyongan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, rumah Tongkonan juga digunakan sebagai pusat memberikan motivasi, dorongan dan stabilitas sosial di tengah-tengah masyarakat. Tongkonan memotivasi masyarakat untuk terus aktif dalam menjaga keharmonisan sosial dan budaya, dan menjadi pusat penyelesaian masalah sosial, budaya, dan keagamaan dalam masyarakat Toraja. Berbagai pertanyaan atau konflik yang muncul di keluarga maupun di lingkungan masyarakat dapat diselesaikan melalui musyawarah di Tongkonan.Â
Perubahan dan Adaptasi Rumah Tongkonan di Era Modern
Rumah Tongkonan telah mengalami berbagai perubahan dan adaptasi di era modern untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Desain dan struktur tradisionalnya tetap dipertahankan, namun penggunaan material modern seperti beton dan baja mulai menggantikan kayu dan bambu untuk meningkatkan daya tahan. Selain itu, fungsi rumah yang dulunya hanya sebagai tempat tinggal dan pusat kegiatan ritual kini meluas, termasuk digunakan sebagai rumah penginapan atau pusat informasi wisata. Integrasi teknologi seperti listrik dan internet juga semakin umum, membantu meningkatkan kenyamanan tanpa meninggalkan nilai budaya.
Meskipun ada banyak adaptasi, komunitas Toraja tetap berupaya melestarikan elemen tradisional seperti ornamen dan praktik adat dalam rumah Tongkonan. Perubahan dalam struktur keluarga dan pola hidup juga berpengaruh, dengan ukuran dan tata letak rumah yang menyesuaikan kebutuhan keluarga modern. Transformasi ini menunjukkan bagaimana rumah Tongkonan tetap relevan di masa kini, sembari mempertahankan akar budayanya.