Mohon tunggu...
Rika Salsabila Raya
Rika Salsabila Raya Mohon Tunggu... Lainnya - Jurnalisme dan ibu dua anak

Pernah bekerja sebagai Staff Komisioner Komnas Anak dan Staff Komunikasi di Ngertihukum.ID

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketimpangan dan Pra-Kesejahteraan Nakes di Indonesia

13 Februari 2024   20:32 Diperbarui: 14 Februari 2024   18:04 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebab Krisis Nakes

Krisis distribusi nakes dapat dilihat dari jumlah pekerja di tiap pelayanan kesehatan seperti puskesmas di wilayah terpencil, terjauh dari pusat ibukota. Seperti di Indonesia bagian Timur, banyak pusat kesehatan yang tidak memadai, kurangnya tenaga kesehatan yang bekerja dan tidak optimalnya program pemerintah pusat yang diawasi pemerintah daerah. Bagaimana dengan kondisi Indonesia saat ini? 

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2022 saja, masih 53 persen puskesmas yang tidak memiliki tenaga kesehatan. Puskesmas yang menjadi rujukan awal masyarakat dalam memeriksakan dan pemerhatian kesehatan harus memiliki tenaga kesehatan yang lengkap seperti adanya kehadiran dokter, perawat, bidan, ahli gizi, ahli kesehatan masyarakat, ahli sanitasi, farmasi dan ahli laboratorium medik. 

Sesuai dengan judul tulisan ini, kesejahteraan nakes harus dipenuhi demi menggapai solusi dari ketimpangan yang terjadi. Sejalan dengan hal tersebut, CISDI dalam Buku Putih Pembangunan Sektor Kesehatan Indonesia 2024-2034: Merancang Masa Depan Kebijakan dan Pelayanan Kesehatan juga menyebutkan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan ketimpangan distribusi tenaga kesehatan di Indonesia, seperti upah minim, fasilitas kerja yang terbatas, lemahnya keamanan, ketidakpastian jenjang karier, dan kurangnya ketersediaan fasilitas pendidikan untuk keluarga tenaga kesehatan.

Melihat fakta, nakes merupakan garda terdepan dari ragam ancaman kesehatan di sekitar masyarakat yang tentu memerlukan pihak yang paham akan hal tersebut. Apakah kontestasi politik tahun 2024 ini dapat melahirkan kesadaran tersebut? 

Selain itu, pemerhatian upah minimum di tiap daerah terkait profesi nakes perlu diperhatikan dan dibuat skema yang adil, CISDI menemukan bahwa upah tenaga kesehatan di beberapa daerah berada di bawah rata-rata upah minimum regional.

Di Jakarta sebagai pemilik UMP yang masih dikatakan tinggi, tenaga kesehatan seperti perawat saja yang merupakan lulusan D3 maupun S1 dapat menerima upah sebesar 7 juta/bulan atau jika profesi Ners diakui dapat memiliki gaji sebesar 11-13 juta/bulan.

Angka tersebut berlaku di tiap rumah sakit yang dimiliki pemerintah provinsi dan bukan bersifat keseluruhan, di rumah sakit swasta pun belum tentu seorang perawat memiliki gaji dengan total 7 juta maupun 13 juta/bulan. 

Hal itu berbanding terbalik dengan upah perawat di luar Jakarta, dapat dibayangkan sangat timpangnya upah yang diberikan di antar wilayah. Padahal, tiap nakes juga memiliki kehidupan pribadi yang juga perlu diperhatikan. 

Jika dibandingkan dengan nakes di Singapura, Indonesia masih tertinggal dalam perlindungan untuk tenaga kesehatan. Selain gaji yang masuk akal, imunisasi juga diberikan seperti imunisasi hepatitis B, influenza, varisela, morbili, rubela dan pneumokokus. 

Bila anggaran pemerintah yang sesuai dan sistem birokrat yang jujur dan adil terjadi, maka sangat mungkin tenaga kesehatan Indonesia akan mendapat hal yang serupa. Tidak ada lagi pertanyaan ke sesama profesi terkait kesejahteraan, apa lagi kecemasan terkait masa depan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun