Sebelum Ibu mengatakan itu, saya sudah memiliki sahabat-sahabat dari ras yang berbeda. Saya mengalami semua keasyikan yang dinikmati remaja seusia saya: pergi ke mal beramai-ramai, berfoto bersama di studio, sampai menginap di rumah salah satu teman.
Di tengah orang-orang yang merendahkan ras saya, ada orang-orang berhati baik yang melihat sesama mereka melampaui warna kulit. Kami bersedia saling mengenal sebagai pribadi. Saya bersyukur, walaupun pernah mengalami kejadian buruk, saya tetap memiliki persahabatan yang manis semasa SD dan SMP.
Fenomena yang terjadi di berbagai belahan dunia selama setahun terakhir membangkitkan kenangan saya akan percakapan dengan Ibu beberapa dekade lalu. Ketika bangsa bangkit melawan bangsa karena warna kulit, karena ekonomi, karena agama, atau karena hal lainnya, di situlah saya merasa miris melihat kemanusiaan kita yang berjalan di tempat. Bukannya berkolaborasi, manusia jaman sekarang malah sibuk berkonflik.
Rasisme adalah sebuah topik yang tidak nyaman untuk dibicarakan. Tidak banyak orang yang bersedia mengakui dirinya rasis atau tidak rasis. Manusia melihat penampilan fisik terlebih dahulu, jadi prasangka itu timbul dari pengamatan pertama.
Mungkin ada orang yang awalnya tidak berniat bersikap rasis, tapi mereka menjadikan rasisme sebagai tameng terhadap orang yang terlihat berbeda. Mereka membentuk benteng untuk membendung sesuatu yang bisa membuat tidak nyaman.
Ih, kulitnya gelap, dia kelihatan dekil, pasti dia orang jahat.
Ih, rambutnya keriting, matanya besar, dia pasti pencari suaka di negara saya.
Ibu adalah orang pertama yang mengajari saya sikap yang benar dalam menghadapi rasisme. Masalahnya bukan soal ras saya, tapi soal mencari solusi dari masalah. Bagaimana memandang manusia lain sebagai pribadi yang unik, melampaui rasnya?
Saya menduga dialog tentang rasisme ini belum selesai dalam satu sampai dua generasi mendatang. Selama manusia masih menganggap seorang bayi yang baru lahir mempunyai kendali atas rasnya, selama itu pula manusia akan membenci manusia lain yang terlihat berbeda. Sebuah kebencian yang tidak beralasan, yang konyol, dan yang sia-sia.
Saat ini saya juga telah menjadi seorang ibu. Sebagaimanapun tabu dan tidak menariknya, rasisme perlu didiskusikan. Rasisme perlu ditindaklanjuti dengan sikap. Rasisme perlu diselesaikan dengan tindakan.
Menyelesaikan rasisme bukan soal mengungkapkan simpati, berpihak kepada korban, mencari suara sebagai kaum minoritas, dan reaksi sejenis itu. Menyelesaikan rasisme adalah tentang menyelesaikan masalah sosial yang timbul akibat pola pikir salah yang sudah mengakar selama berabad-abad dan lintas generasi di dunia ini.