Saya akan mengawali tulisan ini dengan sebuah kisah.
Suatu hari waktu saya masih duduk di kelas satu SD, teman semeja saya tiba-tiba mengambil gunting dan berusaha memotong rambut yang tumbuh di lengan saya. Seketika saya berteriak kaget karena beberapa helai tergunting.
Teriakan saya itu mengundang perhatian seisi kelas dan guru kami tergopoh-gopoh mendatangi kami. Saat teman saya ditanya mengapa dia melakukan hal itu, dia hanya menjawab enteng:
"Kenapa kulitnya tidak licin seperti saya?"
Pada hari itu, untuk pertama kalinya saya menyadari bahwa saya berbeda. Pandangan saya menyapu seisi ruang kelas dan saya melihat betapa berbedanya bentuk mata, tekstur rambut, dan warna kulit saya dibandingkan mereka semua.
Saya pulang ke rumah sambil menangis Setibanya di rumah saya bertanya kepada Ibu yang sedang bersiap untuk berangkat ke tempat kerjanya.
"Kenapa aku berbeda?"
Ibu memandang saya dengan penuh empati akan keresahan yang berkecamuk di dalam hati saya yang masih muda. Ibu kemudian berkata:
"Semua orang dilahirkan berbeda. Masalahnya bukan di kamu."
Waktu itu saya ingin sekali bertanya, jadi masalahnya di siapa? Namun Ibu kelihatan terburu-buru dan saya pun mengurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut. Sebelum meninggalkan rumah, Ibu memeluk saya erat dan berbisik: "Tidak apa-apa, kamu akan baik-baik saja."
Percakapan singkat kami siang hari itu terus terkenang-kenang di benak saya, bahkan sampai saya mengalami kejadian yang mirip ketika duduk di kelas tiga SMP.