Bukan masakan saya sebagai mama, tapi masakan Mama saya.
Hari Senin lalu adik saya yang bungsu menelepon saya. Kami mengobrol sangat lama, bertukar kabar sekaligus gosip tentang pekerjaan, keluarga besar, perkembangan anak-anak saya, dan lain sebagainya. Dia cerita bahwa dia baru saja mempekerjakan asisten rumah tangga untuk memasak dan membersihkan rumah.
Sebagai bujangan, selama ini dia hidup tergantung pada G*Food dan Gr**Food untuk memenuhi kebutuhan makan. Selain praktis, dia juga gemar memanfaatkan segala macam promo dan diskon yang ditawarkan. Saya tanya, apa yang membuat dia akhirnya memutuskan memakai ART, karena yang saya tahu dia sangat mementingkan privasinya di rumah. Jawaban dia adalah:
"Kalau beli makanan di luar, sampah plastiknya ga nahan."
Benar juga, ya. Keluarga saya hampir tidak pernah menggunakan jasa food-food tersebut jadi kami tidak begitu ngeh dengan perbedaan kemasannya. Bulan lalu kami berkunjung ke rumah adik saya itu dan dia memesan makanan untuk kami semua dari sebuah restoran populis di mal di dekat rumahnya. Betapa terkejutnya saya waktu makanan itu datang.
Makanan yang diantar menggunakan sangat banyak kantong plastik. Kantong plastik paling luar adalah kantong plastik yang kontak langsung dengan tangan pengemudi ojol dan udara di jalan raya. Kantong plastik ini diikat dengan cable ties sebagai tanda baru dipak oleh restoran dan untuk keamanan dalam membawanya. Kata adik saya, praktek ini baru ada sejak pandemi terjadi.
Kantong plastik di bawahnya adalah kantong plastik yang berisi makanan yang dibeli. Kantong ini ada beberapa, tergantung jenis makanannya. Â Waktu itu adik saya memesan menu paket dan beberapa hidangan tambahan seperti salad dan gorengan. Walhasil jumlah kantong plastik yang saya lihat ada ... lima buah.
Tiga kantong plastik untuk menampung enam menu paket, dan masing-masing satu kantong untuk menu lain. Makanannya sendiri ada yang dibungkus dengan stereofoam, ada yang dengan kantong plastik (lagi), dan ada yang dengan kotak kardus. Selain itu ada plastik pembungkus sumpit.
Yang makan enam orang, tapi sampah yang memenuhi tempat sampah ada segunung. Oke, saya lebay, tapi intinya tempat sampah itu langsung penuh. Adik saya melanjutkan, "Bayangin aku makan tiga kali sehari, tiga puluh hari dalam sebulan, dua belas bulan dalam setahun. Berapa sampah yang aku bikin?"
Tidak terbayang.
Oleh karena itu saya mendukung dia memakai ART yang ternyata adalah pemilik laundry langganannya. Mbak pemilik laundry adalah seorang lulusan SMK Tata Boga dan berani membuka usaha laundry bahkan waktu perumahan tempat adik saya tinggal belum selesai dibangun.Â
Sekarang langganannya sudah banyak, tapi dia masih bersedia membantu adik saya tiga kali dalam seminggu, tentu saja dengan protokol kesehatan yang ketat, untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Benar-benar luar biasa.
Saya tanya lagi, apa saja masakan yang menjadi menu andalannya. Adik saya ini cukup pemilih dan sangat memperhatikan kebersihan makanan, jadi saya tidak kaget waktu dia bilang: "Semua menu yang Mama masak waktu kita kecil dulu." Kontan saya terbahak-bahak karena kok pas, pas saya juga lagi rindu berat dengan masakan Mama.
Masakan Mama itu selalu kaya rempah, melalui banyak proses, masaknya lama, tapi habisnya cepat sekali. Mama sekarang tidak sefit dulu karena pernah kena stroke, jadi beliau tidak kuat lagi berlama-lama di dapur. Sekarang giliran kami memanjakan Mama, mau makan apa, tinggal pilih.
Namun tidak bisa dipungkiri, masakan Mama adalah masakan paling enak yang paling kami rindukan di dunia ini. Saya mau coba seperti apa pun, tidak pernah bisa mendapatkan cita rasa yang sama dengan masakan beliau. Padahal bahan-bahan dan cara memasaknya sudah sesuai dengan instruksi Mama, sampai ke titik komanya.
Sambil video call kami berdua menitikkan air liur (bukan air mata, haha) membayangkan masakan-masakan yang Mama sering buat waktu kami kecil sampai semua anak meninggalkan rumah orang tua satu per satu. Ada juga masakan yang hanya keluar setahun sekali setiap kali ada anak yang berulang tahun. Beda anak, beda menu spesial.
Mau tahu apa saja itu? Ini saya buat daftarnya, tapi bukan resep lengkapnya ya, karena kalau ditanya takaran bahan ini dan bahan itu berapa, Mama pasti menjawab: "Kira-kira saja". Yang pasti anak saya yang sulung sudah mencicipi dua menu dan kata dia: "Enak banget, kapan Oppung Inang bikin lagi?" Duh, Kakak, mama juga mauuuu .... Jangan dihabiskan sendirian, dong. Hehehe.
- Telur Dadar
Isinya telur, bawang merah, tomat, cabe merah, garam, dan biji merica saja, tapi enaknya luar biasa. Kata orang masakan telur yang sederhana itu hanya pakai garam dan kecap, tapi buat kami kuncinya ada di tomat dan bawang merah. Fuyunghai, omelet, pajeon (telur dadar ala Korea) di banyak tempat yang sudah kami kunjungi seumur hidup kami tidak ada yang seenak telur dadar buatan Mama.
- Tahu Balado
Tahu kuning digoreng dulu lalu ditiriskan. Setelah itu ulek bawang merah, bawang putih, tomat, cabe merah, garam, dan biji merica (Mama tidak pernah pakai merica bubuk yang dijual dalam kemasan).
Entah karena menguleknya dengan cinta atau karena apa, yang jelas aroma harum semerbak sudah memenuhi rumah sejak batu ulekan bekerja menghancurkan bumbu-bumbu itu.
Setelah itu panaskan dua sendok minyak goreng, masukkan bumbu yang sudah diulek, tumis sampai harum, masukkan tahu yang sudah digoreng, aduk-aduk sampai semuanya tercampur. Hidangkan saat masih panas. Saya dan adik bisa menghabiskan satu wajan (!) sendirian hanya dalam satu kali makan. Percayalah.
- Udang Goreng Balado
Resepnya mirip dengan tahu balado, tapi yang paling khas dari masakan ini adalah udangnya yang tidak dikupas terlebih dahulu. Makan udang lengkap dengan cangkangnya itu sangat nikmat, gurih dan renyah kriuk-kriuk. Udang digarami dulu  lalu digoreng kering.
Untuk bumbunya seperti bumbu balado untuk tahu, dengan porsi tomat yang lebih banyak kalau anak-anak Mama sedang tidak ingin makan pedas. Cabe merah tetap harus masuk supaya masakan tambah sedap.
Setelah bumbu ditumis, udang goreng dimasukkan dan diaduk sebentar saja. Untuk menu yang ini saya dan adik-adik tidak berani menghabiskan satu wajan dalam satu kali makan. Harga udang mahal, bok!
- Sop Daging Sapi dan Kacang Merah
Kalau menu nomor satu sampai tiga adalah favorit adik bungsu, menu yang ini adalah favorit adik saya yang lain, si tengah dari kami tiga bersaudara. Sejak kuliah dia sudah pindah ke kota lain dan jarang-jarang pulang ke rumah. Setiap kali dia mudik, masakan ini pasti selalu ada.
Mama menggunakan bagian daging dan lemak sapi dengan perbandingan 2:1. Daging sapi dipukul-pukul dulu dengan batu ulekan sebelum dipotong kecil-kecil. Setelah itu potongan daging dan lemak dimasak dengan air panas mendidih dan api kecil.
Bumbu halus yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, garam, dan biji merica diulek dan ditumis terpisah. Setelah wangi semerbak, bumbu itu dimasukkan ke dalam sop.
Mendekati akhir memasak Mama menambahkan potongan wortel, kentang, daun sop, bawang daun, dan kacang merah. Selama adik saya di rumah dia yang menjajah seisi panci. Kami mendapatkan jatah makan hanya karena belas kasihannya. Hahaha.
- Daging Sapi Balado dan Sayur Waluh Santan
Ini adalah menu yang keluar setiap kali saya ulang tahun sampai saat saya pindah ke Surabaya untuk bekerja. Memasaknya lamaaa sekali. Saya ingat Mama sudah bangun sejak subuh pada hari saya berulang tahun untuk menyiapkan daging sapi dan memotong-motong sayur waluh.
Daging sapi yang dipakai adalah bagian has dalam. Daging dipukul-pukul dengan batu ulekan lalu dilumuri dengan garam dan biji merica yang sudah diulek. Daging ini kemudian dikulkaskan selama kurang lebih tiga jam. Menjelang makan siang daging sapi digoreng kering dengan api kecil.
Bumbu halusnya adalah banyak cabe merah besar, bawang merah, bawang putih, dan sedikit tomat. Seperti biasa, bumbu halus ditumis sampai harum lalu dicampur dengan daging sapi. Masakan diaduk sebentar saja karena saya sudah tidak sabar untuk mencicipinya.
Untuk sayur waluh, cara memasaknya sangat sederhana. Pertama-tama, potong kedua bagian ujung waluh dan gosok-gosok dengan bagian yang tertinggal untuk mengeluarkan getahnya. Lalu kupas bersih dan potong-potong seperti korek api.
Cincang halus bawang putih, tumis dengan sedikit minyak goreng, masukkan sayur waluh, tambahkan air sedikit demi sedikit, masak dengan api kecil, dan terakhir masukkan santan hasil parutan dari buah kelapa (Mama anti menggunakan santan instan).
Sayur waluh dan santan diaduk-aduk sekitar lima menit sebelum kompor dimatikan. Saya pasti kebagian tugas memarut buah kelapa, jadi saya selalu bahagia memakan masakan dimana saya mempunyai andil untuk membuatnya. Apalagi sambil memarut saya boleh menonton MTV, hehehe.
- Daging Sapi dan Kentang Kari
Masih seputar daging sapi, menu kali ini menggunakan banyak jahe, lengkuas, dan kemiri. Daging sapi diolah seperti cara daging sapi balado. Setelah didiamkan di dalam kulkas, daging kemudian ditumis dengan air panas mendidih. Masak dengan api kecil dan siapkan bumbu halusnya sambil menunggu daging agak matang.
Bumbu halus terdiri atas bawang merah, bawang putih, garam, biji merica, jahe, lengkuas, dan kemiri. Semuanya diulek sampai halusss sekali. Mama menggunakan blender baru-baru ini saja sejak kena stroke. Bayangkan berapa banyak tenaga yang harus dikeluarkan untuk mengulek bumbu setiap harinya. Mama saya kuat sekali.
Bumbu halus ditumis sampai harum lalu dimasukkan ke dalam daging sapi yang sedang direbus. Kuah daging akan mengental karena sari dari daging bercampur dengan bumbu halus, terutama kemiri.
Menjelang selesai, Mama memasukkan kentang yang sudah dikupas bersih. Satu kentang dibagi dua, lalu setiap bagian dipotong delapan sesuai arah mata angin.
Memasak menu ini lamaaa sekali untuk menunggu daging empuk dan semua bumbu meresap. Walhasil setiap kali memasaknya Mama pasti menggunakan panci paling besar yang ada di rumah, apalagi waktu ketiga anaknya sudah beranjak remaja dan makannya "kayak kebo". Sedikit-sedikit ke dapur dan ngemil. Daging sapi dan kentang kari pun dianggap cemilan, bukan makanan berat.
Itu adalah enam menu yang kemarin kami obrolkan dan sangat rindukan. Saya akan tulis lagi kalau teringat menu lain nanti. Oh iya, menu-menu di atas belum mencakup menu masakan Batak, lho. Saksang, manuk gota, arsik ikan mas, daun singkong tumbuk, olala, gawat sekali membayangkan masakan-masakan Mama malam-malam begini.
Hmm, di kulkas ada apa, ya? Ternyata cuma ada pudding coklat instan. Halah, ga ada apa-apanya dibandingkan masakan Mama. Masakan paling enak di dunia. Titik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H