Mengeluh pada guru mungkin disampaikan dan mungkin juga tidak disampaikan kepada kepala sekolah dan/atau kurikulum koordinator yang membawahi mereka. Sudah capek marah, emosi, ngedumel, eh maksud dan tujuan kita tidak sampai kepada para pembuat keputusan. Yang ada guru-guru yang jadi antipati pada kita. Kalau sudah begitu, siapa yang rugi?
2. Sebisa mungkin, hindari komunikasi secara tulisan.
Sekolah anak saya tidak mengijinkan guru-guru untuk berbagi nomor telepon pribadi dengan wali murid. Semua informasi terkait sekolah disampaikan melalui Whatsapp dan email oleh seorang admin sekolah. Semua informasi terkait kegiatan belajar mengajar disampaikan oleh guru melalui email siswa. Ada grup Whatsapp per jenjang pendidikan yang biasanya dibentuk atas inisiatif orang tua untuk memudahkan pertukaran informasi.
Waktu saya dan suami memulai urun rembuk dengan sekolah mengenai PJJ, saya menyadari bahwa kami menghabiskan banyak sekali waktu untuk menulis dan berbalasan email. Kami memikirkan setiap kata, setiap kalimat, dan komposisi paragraf supaya maksud kami ditangkap tanpa ada salah paham, dan tetap saja kesalahpahaman itu terjadi.
Kami sudah melalui masa-masa ketika kami menjadi antipati terhadap pihak sekolah dan pihak sekolah menjadi antipati terhadap kami. Apa pasal? Pemakaian media tulisan yang dua dimensi untuk berkomunikasi. Maksud dan tujuan kami tidak tersampaikan dengan jelas dan kami berputar-putar di retorika tanpa menghasilkan solusi yang konkret untuk PJJ yang dijalani oleh kedua anak kami.
Jika memungkinkan, mintalah waktu untuk bertemu langsung atau secara virtual dengan pihak sekolah. Bukan dengan guru wali kelas atau mata pelajaran, tapi dengan kepala sekolah dan/atau koordinator kurikulum (jika ada) sebagai pimpinan tertinggi di sekolah tersebut. Dengan demikian kita dapat menangkap dimensi ketiga (mimik wajah, intonasi suara, gerak-gerik tubuh) dalam perbincangan penting yang menyangkut pendidikan anak-anak kita.
Kami juga melakukan ketiga hal berikut ini. Yang pertama, membuat notulen rapat untuk mencatat satu per satu isu seputar PJJ yang hendak dibicarakan dan dicari solusinya. Yang kedua, memutuskan mana yang menjadi tanggung jawab sekolah dan mana yang menjadi tanggung jawab orang tua, dan menentukan tenggat waktu untuk menerapkan perubahan. Yang ketiga, berbagi tantangan, kesulitan, dan hambatan yang dihadapi oleh orang tua dan sekolah.
Sering kali kita merasa sebagai pihak yang paling susah, menderita, dirugikan karena kita tidak memiliki informasi yang utuh akan kondisi orang lain. Jangan sungkan untuk menjalin komunikasi dengan sekolah demi kepentingan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) anak-anak kita. Tahan diri mengeluh lewat grup Whatsapp yang diisi oleh berbagai macam orang dengan berbagai macam latar belakang dan tujuan.
Jika maksud kita melakukan hal itu untuk menggalang massa supaya sependapat dengan kita, maka saya sarankan kita menilik kembali apa yang kita tuju dengan komplain tersebut. Apakah murni untuk kebaikan dan kepentingan anak? Apakah supaya kita sebagai wali murid tidak tambah repot karena PJJ dilangsungkan di rumah di bawah pengawasan kita? Atau apa?
Batasi diri berkomentar di luar topik saat bersosialisasi di dalam grup Whatsapp yang dibentuk untuk kepentingan kegiatan belajar mengajar. Sampaikan keberatan kepada pihak sekolah melalui jalur pesan pribadi untuk mempersempit topik pembahasan dan mencegah kesalahpahaman dari pembaca lain. Hindari menyulut api (emosi) yang tak perlu dari orang lain.
Saya harap tulisan saya kali ini bisa berguna untuk Anda, selaku perwakilan sekolah ataupun orangtua.
Baca juga: Tips Menggunakan Grup Whatsapp untuk Ibu-Ibu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H