Singapura yang tadinya terlihat mulai santai kini memberlakukan circuit breaker; itu benar menurut pertimbangan mereka. Indonesia menghimbau agar orang tidak pulang kampung saat Lebaran, tidak melarang karena larangan membuat orang kita memikirkan taktik bagaimana supaya tetap bisa mudik; itu juga benar menurut pertimbangan kita.
Diaspora Indonesia yang saya kenal dan sekarang menjadi orang rese sebaiknya berhenti bersikeras kalau metode di negara tempat ia berdiam adalah metode yang paling benar. Jika ia memiliki saran yang baik dan berguna untuk pemerintah Indonesia, ada banyak jalur untuk menyampaikannya, tidak harus dengan mengeluh dan curcol di media sosial.
Ingat kata Tao Ming Se, eh kata saya, di atas: menjelajahi internet selama berpuluh-puluh jam untuk mencari informasi tentang SARS-CoV 2 tidak serta-merta membuatmu menjadi pakar. Kamu perlu sekolah lama sekali untuk mencapai tahap keilmuan para tenaga kesehatan dan para pengambil kebijakan. Percaya deh.
Menjelajah internet membuatmu ketambahan informasi? Itu pasti. Apakah informasi itu berguna untuk melindungi diri dan keluargamu atau malah membuatmu tambah rese dan galak tidak jelas terhadap orang lain? Itu keputusanmu.
Akhir kata, semoga pandemi ini cepat berlalu. Dan biarlah orang-orang rese berlalu bersamanya. Mereka menjadi rese bisa karena pada dasarnya memiliki sifat rese, atau rese karena paranoid, atau rese karena kebanyakan waktu luang sejak harus WFH.
Mbok ya cuci piring, berkebun, atau membereskan gudang saja daripada menyibukkan jarimu untuk mengomentari secuil kehidupan orang lain yang dia upload di media sosialnya.
Supaya waktu pandemi ini berakhir kamu bisa melihat ke belakang dengan bangga dan berkata, "Saya tidak menyia-nyiakan waktu saya dengan menjadi orang rese."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H