Ada pemimpin suatu negara yang memilih mengungsikan diri dan keluarga intinya ke Eropa saat negaranya sedang dilanda pandemi. Kita bersyukur pemimpin pemerintahan kita tidak berperilaku demikian.
Proses dan hasil kerja pemerintah tidak bisa selalu diumumkan ke media massa. Kalau konpers melulu, kapan kerjanya, bukan? Kita tidak melihat langsung tapi saya percaya pemerintah masih bekerja, ada rapat-rapat, ada keputusan-keputusan penting yang diambil, yang bisa jadi tidak dibuka semua ke publik.
Saya dan kamu hanya melihat kepingan informasi. Berita yang kita baca/dengar bisa jadi bukan kebenaran, tapi sebuah persepsi yang ditangkap dan disiarkan oleh sebuah media massa yang bisa jadi tidak netral dan disetir oleh kepentingan pemiliknya.
Membenturkan informasi yang kamu tahu dengan yang orang lain tahu (padahal kalian semua bukan tenaga kesehatan maupun ahli tentang virus, kesehatan masyarakat, dan lain sebagainya) tidak akan membawa dampak positif selain pusing kepala dan panas hati.
Mengikuti berita tentang Covid-19 sejak satu atau dua bulan terakhir tidak membuatmu menjadi seorang pakar. Seperti kata Tao Ming Se si pentolan Meteor Garden, "Jika orang yang salah cukup meminta maaf, maka penjara akan kosong", mengulik informasi dari Wikipedia dan berbagai media lain tidak membuatmu memiliki ilmu dan keahlian seorang dokter, atau perawat, atau ahli virologi, atau ahli epidemiologi.
Eh analoginya tidak nyambung ya? Maaf ....
2. Semua usaha untuk menghentikan pandemi adalah murni trial and error.
Kultur dan tipe manusia di setiap negara berbeda. Jika lockdown semacam di Wuhan dan kota-kota lain di Cina diterapkan begitu saja di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia, apakah akan cocok?
Di Cina sistem pemerintahannya dipegang oleh satu partai dan masyarakatnya penurut. Di Indonesia ada banyak partai, banyak suara, banyak kepentingan. Masyarakatnya kritis dan tidak serta-merta patuh. Jenis karantina wilayah yang hendak diterapkan tentu perlu disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan lokal.
Setiap negara berusaha menghentikan pandemi dengan metode yang mereka pandang baik. Tidak ada metode yang benar atau salah jika dibandingkan dengan negara lain. Yang ada hanya metode yang mereka pilih sesuai riset, pertimbangan pakar setempat, dan kearifan lokal di setiap negara, dan itu semua trial and error. Kalau tidak efektif dan efisien, tentu akan ada revisi.
Italia memberlakukan lockdown total; itu benar menurut mereka. Swedia masih memperbolehkan warganya beraktivitas di luar rumah namun harus menjaga jarak fisik, karena menurut mereka berada di alam terbuka mempengaruhi kesehatan mental dan daya tahan tubuh; itu juga benar menurut mereka.