Drama Korea "Pinocchio" (2014) dibuka dengan setting sebuah keluarga yang tampak sederhana dan bahagia. Ada sang ayah yang bekerja sebagai pemadam kebakaran, ada sang ibu yang mengurus rumah tangga, dan ada dua anak laki-laki, yang satu masih bocah dan yang lain sudah remaja. Kehidupan mereka yang sepertinya biasa-biasa saja jungkir-balik setelah peristiwa kebakaran di sebuah pabrik bahan kimia.
Sang ayah yang bertugas sebagai pemimpin tim pemadam dan beberapa anggota timnya tidak keluar dari amukan api. Setelah api berhasil dipadamkan, hanya jasad sang ayah yang tak ditemukan. Spekulasi pun berkembang liar; yang semula hanya bisik-bisik di antara para penonton kebakaran akhirnya digiring supaya menjadi opini publik.
Siapa yang melakukannya?
Media massa, terutama TV saat itu. Mereka memanfaatkan kesedihan, keterpurukan, dan kekecewaan keluarga para pemadam yang gugur dalam tugas untuk meningkatkan rating. Penderitaan keluarga korban diumbar, kambing hitam dicari, dan saksi mata diada-adakan.
Seorang pria pengidap sindrom "Pinocchio" (sindrom ini fiktif, ciri pengidap sindrom ini adalah dia akan cegukan setiap kali berbohong) mengaku melihat sang ayah berkeliaran di lingkungannya tak lama setelah kejadian kebakaran itu.Â
Media TV menelan keterangannya bulat-bulat dan mulai memberitakan sang ayah sebagai seorang arsonis yang saat ini sedang dalam pelarian.
Kehidupan sang ibu dan dua anak laki-lakinya hancur berantakan. Mereka dihakimi oleh orang-orang di sekitar mereka. Ke mana pun mereka pergi mereka dilempari batu dan makanan busuk.Â
Banyak orang berharap mereka mati saja. Sang ibu tidak bisa mendapatkan pekerjaan untuk menyambung hidup. Sang anak yang remaja dirundung di sekolah. Sang anak yang masih kecil tidak berdaya melindungi ibu dan kakaknya.
Jasad sang ayah tidak pernah ditemukan. Saksi mata yang ada hanya satu orang pengidap sindrom "Pinocchio", tidak ada saksi lain yang pernah melihat apakah sang ayah benar masih hidup, atau tidak.Â
Namun media TV tidak berhenti di situ. Mereka terus membuat berita untuk mempermainkan emosi publik dan menciptakan sanksi sosial untuk sebuah kejahatan yang belum terbukti.
Rembetan api asumsi sudah terlalu liar untuk dipadamkan.