Mohon tunggu...
Rihat Hutagalung
Rihat Hutagalung Mohon Tunggu... Auditor - Rihat Hutagalung

Menulis sesuatu yang mungkin bermanfaat bagi orang lain (Blog pribadi : http://rihat-online.blogspot.com)

Selanjutnya

Tutup

Money

Radius Prawiro: Pejuang dan Ekonom dari Yogyakarta

28 Oktober 2016   05:38 Diperbarui: 28 Oktober 2016   08:21 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I. PENDAHULUAN

Radius Prawiro namanya. Berdahi lebar dan berambut ikal. Lahir pada tgl 29 Juni 1928 di Yogyakarta. Ayahnya bernama Rochadi Suradi, dan ibunya, Sukestri. Ayahnya seorang guru lulusan Kweek School (Sekolah Guru) Solo tahun 1926. Sedang ibunya lulus sekolah kebidanan di Jakarta tahun 1926 dan seorang bidan yang terkenal di wilayah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada tahun 50-an dan 60-an.

Keduanya mahir berbahasa Belanda. Keluarga ayahnya adalah keluarga mampu pemilik perusahaan susu terkenal di Yogyakarta. Radius menempuh sekolah dasar (HJS met de Bijbel) di Bintaran, dilanjutkan Mulo dan SMA di Yogyakarta.

Radius kecil dididik untuk rajin bekerja. Dia juga harus hemat dalam mengeluarkan uang. Saat liburan sekolah, ia bekerja membantu neneknya mengantarkan botol-botol susu ke tempat langganan mereka di Perumahan Kotabaru. Diapun diberi upah oleh kakekya layaknya loper susu. Ketika masa revolusi tahun 1947, Radius turut berjuang sebagai tentara pelajar dan menjadi komandan Pelajar Perjuangan CLK (Commissariaat Luar Kota). 

Pengalaman sebagai tentara pelajar memberinya kesan mendalam baginya. Bahwa basis kekuatan masyarakat Indonesia bertumpu pada pengorbanan dan kepedulian penduduk desa. Ia juga pintar mencuri hati Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk membantu keperluan perjuangan teman-temannya karena percaya pada kejujuran Radius. Di kemudian hari, hubungan ini berlanjut saat Sri Sultan menariknya ikut dalam pemerintahan.

 II. MASA KULIAH DAN BEKERJA
Setelah Yogya bebas dari pendudukan Belanda, Radius kembali ke sekolah dan menamatkan studi SMA bagian B. Kemudia ia mendaftarkan diri jadi mahasiswa Fakultas Teknik UGM. Ketika jadi mahasiswa, Radius juga aktif di organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Yogyakarta dan menjadi Ketua akhir tahun 1950.

Radius sering menulis surat untuk mendapatkan beasiswa belajar di luar negeri. Tahun 1951, Radius akhirnya berhasil mendapatkan kesempatan belajar di Economische Hoge School, Rotterdam,Belanda. Di Belanda, Radius juga aktif menghidupkan perkumpulan mahasiswa Kristen dan menjadi Ketuanya. Di situ pulalah ia berkenalan dengan seorang mahasiswi asal Kawanua yang kemudian menjadi istrinya, Leoni Supit.

 III. POKOK2 PIKIRAN
Selama menduduki berbagai jabatan di pemerintahan, banyak masalah ekonomi yang telah dihadapi dan diselesaikan oleh Radius Prawiro bersama-sama tim Ekonomi seperti Prof.Dr.Widjojo Nitisastro, Prof.Dr. Ali Wadhana, Prof.Dr.Moh.Sadli, Prof.Dr. Subroto, dll.Beberapa permasalahan ekonomi yang dihadapi Radius dan tim antara lain:

 1. UPAYA MEMERANGI INFLASI

Kebangkrutan ekonomi di masa Orde Lama bisa ditinjau dari segi moneter dan ekonomi internasinal. Dari segi moneter, penyebabnya adalah akibat perbandingan penerimaan dan pengeluaran negara yang cenderung defisit atau istilah peribahasa “lebih besar pasak dari tiang”. Kekurangan penerimaan ini hanya diatasi dengan mencetak uang baru yang mengakibatkan naiknya uang beredar dan mengakibatkan kenaikan harga atau inflasi. Contohnya, defisit tahun 1961 sebesar 4,9 kali defisit tahun 1960 dan defisit tahun 1965 sebesar 4 kali defisit tahun 1964. Jumlah uang beredar tahun 1965 sebesar 4,2 kali jumlah uang tahun 1964. Akibatnya harga pada tahun 1965 naik 9,6 kali harga pada tahun 1964.

Dari segi ekonomi internasional yang berbasis pada ekspor-impor,jasa, capital flow, cadangan devisa,dll,neraca perdagangan hanya ditutup dengan kredit luar negeri. Akibat kekurangan neraca perdagangan dan jasa dan cadangan emas dan devisa, maka pemerintah terpaksa melakukan utang. Utang jangka pendek tahun 1964 sebesar 30 juta dollar, naik menjadi 145 juta dollar di tahun 1965. Total utang luar negeri mencapai 2.406 juta dollar AS, yang terbagi atas 1.036 juta dollar AS (43 ,06 %) untuk keperluan militer, dan 1.175 juta dollar (48,83%) untuk keperluan sipil.

Besarnya utang untuk keperluan militer itu diakibatkan tahun 1961 ABRI harus mempersiapkan konflik dengan Belanda mengenai Irian Jaya, timbulnya pemberontakan di daerah seperti PRRI/Permesta, pemberontakan Aceh, pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Di bidang sipil, adanya pembangunan proyek Cilegon, pembangunan kompleks atlet untuk Asian Games 1962, selain menyerap anggaran belanja negara , juga menghilangkan semen dan bahan bagunan lainnya dari pasar yang menambah kenaikan harga-harga di pasar dan menambah inflasi.

Hak monopoli untuk mencetak uang sebenarnya ada di tangan Bank Indonesia, tapi pemerintah mengubah Undang-undang sehingga pemerintah memiliki akses langsung ke Peruri yang mencetak uang kertas di Indonesia. Setelah Radius menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral, beliau melakukan perubahan atas UU Pokok Bank Indonesia yang telah diobrak-abrik dan mengurangi kewenangan Bank Indonesia dalam hal moneter.

UU No 14 tentang Pokok-pokok Perbankan terbit tahun 1967,dan UU Pokok BI tahun 1953 yang diubah dengan UU no 63 tahun 1958, diubah kembali dengan UU No 13 tahun 1968, sehingga kewenangan dan otoritas Gubernur Bank Sentral dalam hal pengendalian jumlah uang beredar dan pencetakan uang pulih kembali.

Krisis ekonomi Indonesia pada masa Orde lama salah satunya diakibatkan oleh nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda melalui UU No. 86 tahun 1958. Kebijakan ini menimbulkan kekacauan besar karena kepergian tenaga asing tersebut tidak diikuti dengan ketersediaan tenaga profesional dalam negeri untuk mengurus ekonomi. Akibatnya tahun 1957-1958 ekspor Indonesia mengalami penurunan, Suasana politik sejak tahun 1950 menyebabkan tidak ada investasi yang menonjol dan banyak perkebunan dibiarkan terlantar yang sangat mempengaruhi ekspor.

Defisit yang diakibatkan tidak adanya perimbangan pengeluaran dan penerimaan negara akibat merosotnya ekspor serta pembengkakan utang luar negeri menyebabkan inflasi yang kian hari kian meningkat hingga mencapai 650% pada tahun 1966. Harga bahan pangan melambung dan tidak terjangkau oleh rakyat.

Inflasi yang sangat tinggi membentuk masyarakat yang korup dan terjadi demoralisasi. Orang tidak lagi mau menabung karena nilai mata uang yang terus merosot. Menabung yang merupakan hal mulia menjadi cemoohan orang. Kejujuran dalam bekerja menjadi tidak populer karena kebutuhan hidup tidak terpenuhi bagi orang yang memiliki penghasilan tetap seperti pekerja dan pegawai negeri. Orang-orang yang pandai bermanipulasi, korupsi dan bersilat lidah justru menjadi makmur.

 2. PERUBAHAN APBN DARI SISTEM DEFISIT KE SISTEM BERIMBANG

Di masa Orde lama, APBN yang diterapkan pemerintah berdasarkan sistem defisit. Sistem inilah yang membawa kehancuran ekonomi karena tidak diimbangi dengan upaya menggali penerimaan negara untuk menutup defisit tersebut. Cara yang ditempuh pemerintah adalah dengan mencari pinjaman luar negeri. Ketika kepercayaan pihak luar negeri merosot, pemerintah menempuh cara mencetak uang baru.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Radius berpendapat harus dilakukan tindakan rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi khususnya yang berkaitan dengan bidang anggaran negara, perkreditan dan devisa. Di bidang anggaran, defisit harus ditekan dengan cara membatasi pengeluaran dan meningkatkan penerimaan negara agar tercapai keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan. Menurutnya, bila hal ini tidak tercapai, maka inflasi akan terus mengamuk dengan konsekuensi yang destruktif. Harus dilakukan efisiensi pengeluaran dengan meninjau proyek-proyek yang sedang berjalan dengan tujuan agar dana dan usaha benar-benar disalurkan untuk proyek yang menguntungkan.

Radius mengusulkan agar pengeluaran pembangunan utamanya ditujukan untuk proyek-proyek yang ekonomis dan cepat menghasilkan seperti proyek pangan, sandang, bahan-bahan ekspor dan hasil produksi yang menghemat devisa. Untuk peningkatan penerimaan negara, penerimaan dari perusahaan-perusahaan negara harus ditingkatkan dengan terlebih dahulu melakukan perbaikan dalam pengaturan dan pengawasan,

Kebijakan penting yang diambil Kementerian Keuangan I bawah kepemimpinan Radius adalah penghapusan Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP). Tujuan kebijakan ini adalah untuk mendorong penyelesaian proyek-proyek pemerintah sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Proyek-proyek yang dibiayai dari bantuan luar negeri juga diupayakan per¬¬cepatan penyelesaiannya.

Langkah stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi yang ditempuh pemerintah saat itu adalah dengan mengadakan perundingan dengan negara-negara kreditor untuk menjadwalkan ulang pembayaran utang-utang Indonesia. Pembayaran utang pokok dilaksanakan selama 30 tahun dari 1970 sampai 1999 dengan angsuran yang sama besar setiap tahun dan selama pengangsuran tidak dikenai bunga.Untuk membiayai program pembangunan, Indonesia melobi negara –negara maju yang menjadi donor bagi Indonesia yang tergabung dalam Inter Govermental Group on Indonesia (IGGI).

 3. TABUNGAN

Salah satu cara untuk menekan angka inflasi yang sangat tinggi, yaitu 653,3% pada tahun 1966, 112,2% tahun 1967 adalah dengan menyedot kembali dana yang beredar di masyarakat yang menyebabkan inflasi. Langkah yang dilakukan adalah dengan merangsang masyarakat untuk menabung uangnya di Bank. Tantangannya adalah kebiasaan masayarakat yang lebih merasa aman menabung uangnya dalam bentuk emas. Selain itu, masyarakat masih trauma dengan sejarah pemotongan nilai mata uang pada tahun 1959 dari Rp 1000 menjadi Rp 1.

Pada bulan Oktober 1968, pemerintah mulai menggalakkan program tabungan nasional dalam bentuk Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan Asuransi Berjangka (Taska) dan materai tabungan. Sebagai Gubernur Bank Sentral, Radius melakukan berbagai upaya agar dapat menyedot uang masyarakat itu secara cepat. Selain memberikan bunga tinggi sebesar 6% per bulan, pemerintah juga menjamin bahwa semua uang yang masuk dalam tabungan akan bebas dari pengusutan. Tujuan pemerintah adalah agar dapat segera menyedot kelebihan uang masyarakat dan sekaligus menangguhkan konsumsi mereka.

Pada periode 1969-1978, pemerintah berhasil menekan laju inflasi dari 635,3% di tahun 1966 menjadi hanya 2,5 % dalam setahun pada tahun 1971. Persentase kenaikan uang beredar turun dari 765% di tahun 1966 menjadi 33% di tahun 1970. Dengan demikian berbagai langkah kebijakan yang diambil tim pengendali ekonomi pada awal Orde Baru untuk menekan inflasi telah berhasil dengan baik.

 4. KOPERASI

Pada saat diangkat menjadi Menteri Perdagangan dan Koperasi pada Kabinet pembangunan III tahun 1978, Radius Prawiro, menjelaskan tentang arah dan tekanan pembinaan koperasi di daerah pedesaan sebagai titik awal. Alasannya adalah karena sebagian besar penduduk Indonesia hidup di pedesaan dan bekerja sebagai petani atau produsen lainnya. Mereka adalah golongan berpenghasilan rendah yang memerlukan perhatian khusus.

Melalui Inpres No. 2 tahun 1978, tentang Badan usaha Unit Desa dan Koperasi Unit Desa (KUD), pemerintah menggariskan pembinaan dan pengembangan koperasi di daerah pedesaan. KUD diberi kesempatan untuk mengambil peranan dalam perekonomian Indonesia secara makro dengan kegiatan pengadaan pangan untuk stok nasional dan pasar secara umum, penyaluran sarana produksi pertanian khususnya pestisida dan pupuk, serta penyaluran kredit bersifat cepat untuk pedagang kecil. Untuk memasarkan hasil produksi pedesaan, di daerah perkotaan dikembangkan juga koperasi koperasi pedagang pasar, koperasi konsumen, dan koperasi lainnya.

Namun demikian Koperasi masih terus menghadapi kendala untuk mensejajarkan diri dengan swasta dan BUMN. Ketika menjabat sebagai Menko Ekuin dalam Kabinet Pembangunan V (1988-1993), Radius Prawiro mengemukakan bahwa kendala yang dihadapi Koperasi bersifat struktural sehingga berbagai kebijakan pemerintah tidak berjalan efektif. Kendala yang dihadapi menyangkut pengertian, fungsi dan struktur organisasi serta usaha dan pembinaan koperasi yang masih sering diperdebatkan.

Sebagian orang berpandangan bahwa koperasi merupakan usaha sosial yang menjalankan usaha ekonomi, kumpulan orang bermodal lemah yang selalu mengharapkan fasilitas dari pemerintah untuk pengembangan usaha serta hanya bermanfaat untuk pengurus dan pihak tertentu. Menurut Radius, pandangan seperti itu salah, sehingga kurang memberi motivasi bagi masyarakat sekitar untuk menjadi anggota koperasi.

Kendala lainnya adalah pengorganisasian koperasi yang masih seperti organisasi massa. Antara koperasi Primer dan koperasi sekunder belum saling mendukung. Selain itu, masalah kurangnya orientasi bisnis para pengurus, penyalahgunaan uang koperasi akibat lemahnya peranan badan pengawas, struktur permodalan yang hanya dari simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela yang hanya sesuai untuk koperasi simpan pinjam. Kredit yang disediakan perbankan kurang terserap koperasi karena adanya kendala jaminan, kelayakan usaha, kurang lancarnya pengembalian hingga persoalan status badan hukum Koperasi.

Berdasarkan peta permasalahan tersebut, Radius menerapkan berbagai kebijakan yang arahnya pada kerjasama antara BUMN,swasta dan koperasi. Yang paling mungkin dalam jangka pendek adalah kerjasama antara sektor negara dengan koperasi. Namun Radius menganjurkan, sebelum bekerjasama dengan sektor lain, sebaiknya kerjasama sesama koperasi secara horisontal dan vertikal diperkuat dahulu untuk mengembangkan basis organisasi dan usaha secara bersama-sama sehingga koperasi mampu mengejar ketertinggalan dari sektor lain.

Dalam rangka pemberdayan koperasi di pedesaan, Radius memperkenalkan paket-paket kredit seperti Kredit Candak Kulak (KCK), Kredit Mini, Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Bimas Padi dan Palawija. Radius menunjuk 100 KUD Model pada tahun I Pelita III dan 300 KUD Model tahun 1980.

Berbagai Surat Keputusan Bersama (SKB) antar menteri maupun dirjen dilahirkan, yang isinya berbagai ketentuan untuk pengembangan koperasi. Contohnya, Bulog memberi kesempatan kepada KUD-KUD Model tersebut untuk menjadi penyalur beras, gula, terigu dan kedelai, Pertamina memberi kesempatan menjadi penyalur minyak tanah, BRI memberi kemudahan dan kesederhanaan prosedur penyaluran kredit.

 5. DEVALUASI

Devaluasi adalah kebijakan pemerintah suatu negara yang menganut sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) untuk menurunkan nilai mata uang negaranya terhadap nilai mata uang negara lain atau terhadap nilai emas. Tujuannya adalah untuk menurunkan harga produksinya diukur dari nilai mata uang asing tersebut sehingga nilainya lebih kompetitif dan nilai ekspornya meningkat. Pada gilirannya hal ini akan meningkatkan devisa negara. Sebaliknya, harga barang-barang import akan lebih mahal sehingga permintaan domestik terhadap barang import akan menurun. Jadi manfaat devaluasi salah satunya adalah memperbaiki ketidakseimbangan neraca pembayaran.

Ketika Radius Prawiro menjabat sebagai Gubernur bank Sentral pada tahun 1971, pemerintah melakukan perubahan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari Rp 375 menjadi Rp 415 atau naik 12%. Bulan November 1978, pemerintah. kembali mendevaluasi rupiah dari Rp 415 menjadi Rp 650 per dollar AS atau sekitar 33,6%. Kebijakan ini diambil karena mendegnya ekspor barang-barang non migas yang umumnya merupakan hasil pertanian. Kelangkaan pangan tahun 1972-1972 menyebabkan tingkat inflasi di Indonesia tahun 1972-1976 meninggi. Hal ini ditambah harga komoditas pertanian yang menurun akibat resesi dunia yang berkepanjangan sehingga barang-barang hasil pertanian sulit diekspor. Kebijakan mendevaluasi rupiah ini terbukti tepat yang terlihat dari nilai ekspor yang meningkat dari 3,4 milliar dollar menjadi 5,5 milliar dollar.

 Ketika menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Pembangunan IV tahun 1983, Radius Prawiro mengeluarkan kebijakan devaluasi rupiah kembali sebesar 27,8% yaitu dari Rp 700 menjadi Rp 970 per dollar AS. Saat itu keuangan nasional mengalami saat-sat kritis karena harga minyak turun dengan sangat tajam. Tgl 12 September 1986,Pemerintah kembali melakukan devaluasi nilai rupiah sebesar 45%. Tujuan pemerintah adalah untuk mengurangi barang impor karena dengan devaluasi harga barang impor menjadi mahal sekali.

Sejak itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan mengambangkan nilai rupiah terhadap dollar agar terjamin kestabilan iklim dunia usaha. Dengan kebijakan ini, nilai rupiah terhadap dollar berkembang secara lebih mantap karena adanya penyesuaian nilai rupiah secara rutin.

 V. JABATAN
 Berbagai jabatan yang pernah diemban Radius Prawiro selama hampir 30 tahun di pemerintahan antara lain:
 1. Gubernur Bank Sentral, 1966
 2. Menteri Perdagangan dalam Kabinet Pembangunan II, 1973
 3. Menteri Perdagangan dan Koperasi, 1977
 4. Menko Ekuin, 1988-1993

Krisis ekonomi Indonesia pada masa Orde lama salah satunya diakibatkan oleh nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda melalui UU No. 86 tahun 1958. Kebijakan ini menimbulkan kekacauan besar karena kepergian tenaga asing tersebut tidak diikuti dengan ketersediaan tenaga profesional dalam negeri untuk mengurus ekonomi.

Akibatnya tahun 1957-1958 ekspor Indonesia mengalami penurunan, Suasana politik sejak tahun 1950 menyebabkan tidak ada investasi yang menonjol dan banyak perkebunan dibiarkan terlantar yang sangat mempengaruhi ekspor. Defisit yang diakibatkan tidak adanya perimbangan pengeluaran dan penerimaan negara akibat merosotnya ekspor serta pembengkakan utang luar negeri menyebabkan inflasi yang kian hari kian meningkat hingga mencapai 650% pada tahun 1966. Harga bahan pangan melambung dan tidak terjangkau oleh rakyat

 IV. KARYA TULIS DAN PENGHARGAAN
Radius Prawiro menerbitkan sebuah buku berjudul Pemberdayaan Birokrasi dalam Pembangunan yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan, Jakarta tahun 1998. Atas kontribusi pemikirannya dalam pembangunan bidang ekonomi, Radius Prawiro telah mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari pemerintah maupun negara lain, di antaranya:
1. Bintang Mahaputera tahun 1973
2. Penghargaan The Grand Cross of The Order of Oranye-Nassau dari pemerintah Kerajaan Belanda, 18 November 1986
3. Memperoleh gelar Doktor (Honoris Causa) dari National University di Singapura tahun 1994
4. Penghargaan dari pemerintah Jepang, Korea,Jerman dan Spanyol
Bank Indonesia juga memberikan penghargaan atas jaa-jasanya dengan menamai salah gedungnya di Jl. Thamrin,Jakarta dengan nama Menara Radius Prawiro.

V. PENUTUP

Perjalanan hidup Radius dari Yogyakarta,ke Jakarta, Belanda,kembali ke Indonesia, akhirnya berakhir tgl 26 Mei 2005 di sebuah rumah sakit di Muenchen, Jerman, dalam usia 76 tahun. Beliau meninggalkan istri Leoni Supit, 4 orang anak, Baktinendra Prawiro, Loka Manya Prawiro, Triputra Yusni Prawiro, Pingkan Riani Putri Prawiro dan cucu-cucu. Banyak sudah sumbangan yang telah diberikannya untuk negeri yang dicintainya, mulai dari perjuangan fisik mengusir penjajah Belanda, membangun ekonomi negeri yang hancur setelah Orde Lama bersama tim ekonomi saat itu, hingga turun gunung saat krisis melanda Indonesia di tahun 1998. Di Kalibata, dia beristirahat dalam damai dan keheningan.

 VI. REFERENSI
 1. Radius Prawiro: Kiprah, Peran, dan Pemikiran, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1998.
 2. Bio-Kristi,Situs Biographi Kristiani, http://biokrisiti.sabda.org/radius_prawiro
 3. Kementerian Keuangan RI, http://www.kemenkeu.go.id

 
 Dimuat dalam :Buletin Mercusuar,GKI Kemang Pratama,Edisi 41,September 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun