Mohon tunggu...
Rihan Athsari
Rihan Athsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya penulis pemula yang menyajikan konten berkaitan dengan karya sastra, pengakjiannya, dan cara membuatnya.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Ketidakadilan Dunia pada Joshua

18 Desember 2024   22:41 Diperbarui: 18 Desember 2024   22:41 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

"Saya tahu bahwa Joshua suka menulis puisi, tapi saya juga tahu bahwa dia hanyalah seorang yang bodoh, tidak seperti Cathy, kakaknya, yang sudah bisa berdiri sendiri setelah lepas dari SMP, dan sanggup membantu saya setelah lepas dari SMA. Saya juga sudah membaca puisi-puisi Joshua, dan meskipun saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa mengenai puisi, saya menganggap puisi Joshua tidak mempunyai mutu. Setelah Cathy menyatakan pendapat yang sama bahwa Joshua tidak mempunyai bakat sama sekali dalam menulis puisi, atas persetujuan Cathy, puisi-puisi Joshua sudah saya musnahkan." (Budi Darma - Orang-Orang Bloomington, hal 39-40, 1980)

Menulis puisi yang baik memang tidak mudah. Seorang penyair memerlukan proses yang panjang dan dalam prosesnya itu akan ada puluhan, ratusan, atau bahkan sampai ribuan puisi jelek yang dibuat dan bahkan saking jeleknya beberapa puisi itu sampai tidak layak dikatakan puisi. Seseorang yang melihat proses karya seorang penulis yang masih jelek tentu tidak akan percaya begitu saja, begitu penulis itu bisa menulis karya yang baik. Karenanya saya bisa sedikit mewajari sikap dari Ibu Joshua di bagian ini.

 Akan tetapi sebagai orang tua seharusnya Ibu Joshua masih menyimpan puisi tersebut sebagai benda peninggalan anaknya, bukan memusnahkannya begitu saja. Memangnya orang tua mana di dunia ini yang memusnahkan benda peninggalan anaknya begitu saja?

Kematian Joshua rasanya hanya dianggap lalu oleh Ibunya. Seperti tidak ada yang terjadi, tidak ada kesedihan, tidak ada rasa duka. Benar-benar seperti angin lalu. Mungkin akan berbeda jika kematian jatuh pada kakaknya. Ketika kematian jatuh pada kakaknya mungkin Ibunya akan merasakan kesedihan dan rasa duka. Karena anak emas tulang punggung keluarganya. Sementara Joshua kematiannya hanya dianggap angin lalu karena dia adalah anak yang dianggap beban oleh Ibunya.

Joshua Karabish adalah cerpen karya Budi Darma. Dalam cerpennya ini Budi Darma menceritakan seorang pengidap penyakit kanker dengan wajah buruk rupa, bagaimana dia hidup berdampingan dengan penyakitnya dan lingkungan di sekitarnya memandangnya. 

Ketidakadilan Dunia pada Joshua

 Sepanjang jalan cerita, Joshua diceritakan sebagai seorang yang memiliki penampilan yang buruk rupa dan mengidap penyakit yang membuatnya dia terlihat menjijikan. Atas beberapa ciri yang dipaparkan oleh penulis seperti Joshua memerlukan pengobatan ke dokter radiologi dan rambutnya rontok karena pengobatannya. Sepertinya penyakit yang diderita oleh Joshua adalah penyakit kanker.

Karena keduanya (dampak dari pengobatan penyakit kanker yang dideritanya dan penampilan buruk rupa) Joshua jadi memiliki ketidakpercayaan diri. Akan tetapi saya merasa ketidakpercayaan diri yang dimiliki Joshua tidak benar-benar berasal dari penyakit yang dideritanya atau penampilannya yang buruk rupa. Saya merasa ketidakpercayaan diri miliknya berasal dari perlakuan keluarganya sejak dia masih remaja. Karena ibunya menganggap Joshua sebagai anak yang tidak berguna. Sikapnya pada Joshua berbanding terbalik dengan sikapnya pada kakak Joshua, Cathy. Sejak usia remaja kakaknya, Cathy, sudah bisa berdiri sendiri sementara Joshua masih bergantung banyak pada orang tuanya. Hal ini yang menyebabkan Ibu Joshua menganggap Joshua anak yang tidak berguna dan hal ini juga berpengaruh besar pada kepribadian Joshua saat dewasa. Sama seperti seorang pasien yang diceritakan mengalami kelumpuhan tangan oleh Freud sebagai akibat dari dirinya kedapatan sedang melakukan masturbasi oleh ayahnya sewaktu dia remaja. Pengalaman masa kecil seseorang dapat mempengaruhi kepribadiannya hingga dewasa (Eagleton dalam Minderop, 2010:11)

 "Seorang penyair yang betul-betul penyair harus memenuhi dua syarat: sanggup menulis puisi baik dan mempunyai kepribadian yang menarik. sanggup menulis puisi baik dan mempunyai kepribadian yang menarik. (Budi Darma - Orang-Orang Bloomington, hal 26, 1980)


Karena perlakuan ibunya semasa dia remaja akhirnya Joshua dewasa sama sekali tidak memiliki ketidakpercayaan diri. Joshua dewasa jadi menganggap dia harus memiliki kepribadian yang menarik bukan hanya kemampuan menulis yang baik untuk bisa menjadi penyair. Joshua dewasa menganggap dirinya adalah orang yang tidak memiliki kepribadian menarik. Misalnya, dia percaya seandainya dia sendiri sendiri yang menerbitkan karyanya seluruh orang akan menertawakannya. Sehingga dia memilih nama orang yang sudah meninggal saat menerbitkan karyanya. 

Seorang penyair dan kepribadiannya bisa dipisahkan karena seorang penyair lebih dinilai dari karyanya. Misalnya semenarik-menariknya kepribadian dari Chairil Anwar seandainya karya yang dibuatnya adalah karya yang jelek maka karya tersebut akan tetap menjadi jelek. Sebaliknya misal ada seseorang dengan kepribadian yang sama sekali tidak tapi dapat menghasilkan karya yang luar biasa maka karya tersebut akan tetap menjadi karya yang luar biasa terlepas dari kepribadian penulisnya yang sama sekali tidak menarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun