Kendati begitu, Keputusan Gubernur Jenderal van der Wijk  pada tahun 1895 justru menegasi pernyataan dari Hoogkamen. Gubernur Jenderal van der Wijk menugaskan Scherer untuk membuka jurusan kedokteran hewan di Hindia Belanda dengan lulusan sebagai ajun dokter hewan.Â
Para ajun dokter hewan tersebut berasal dari kalangan pegawai Binnenlandsch Bestuur (Pamong Praja) yang bisa menulis dan membaca menggunakan Bahasa Melayu. Meskipun demikian, perekrutan ajun dokter hewan tersebut masih kurang memadai untuk menangani masalah kesehatan hewan yang ada di Hindia Belanda.
Transformasi baru terlihat ketika Ratu Wilhemina mengeluarkan kebijakan Politik Etis di Hindia Belanda pada tahun 1901. Sebagaimana yang diungkapkan Niel dalam buku Munculnya Elit Modern Indonesia, kebijakan ini didasari pada semangat luhur dan tanggung jawab moral untuk rakyat Hindia Belanda meliputi pendidikan, pengairan, dan perpindahan penduduk. Â
Sejalan dengan kebijakan tersebut, pemerintah mengeluarkan Gouvernementbesluit (Keputusan Pemerintah) 1 Februari 1907 No. 25 yang berisi pembangunan laboratorium khusus menangani penyakit hewan  yang dikenal dengan nama "Veeartsenijkundige Laboratorium" di daerah Tjikeumeuh Buitenzorg atau yang saat ini dikenal sebagai daerah Cimanggu Bogor. Dengan menelan biaya sebesar 48.000 gulden, pembangunan pun dapat diselesaikan dalam waktu satu tahun.
Eksistensi Veeartsenijkundige Laboratorium tidak terlepas dari peran dua ilmuwan Belanda, Prof. Melchior Treub dan Dr. De Does. Does sendiri merupakan sosok yang mencanangkan pembangunan laboratorium tersebut. Sementara itu, Treub yang kala itu berperan sebagai Directeur van Departement van Landbouw, Nijverheid, en Handel (Direktur Departemen Pertanian, Industri, dan Perdagangan) mendukung gagasan tersebut sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan.Â
Terlebih lagi, persoalan mengenai kesehatan hewan telah menjadi wewenang Departemen Pertanian, Industri, dan Perdagangan selaras dengan Staatsblad (Lembaran Negara) No. 380 tahun 1904. Sebagai upaya tindak lanjut, pemerintah lantas  melengkapi laboratorium itu dengan sebuah Sekolah Kedokteran Hewan Hindia Belanda atau Nederlansch Indische Veeartsenschool yang dibuka pada tahun 1908 dibawah pimpinan Prof. Dr. L. De Blieck.
Dr. H.J. Smit dan Sekolah Kedokteran Hewan
Sebagai sebuah lembaga baru, sekolah kedokteran hewan pribumi memerlukan banyak tenaga dokter hewan Belanda. Melalui Gouvernementbesluit (Keputusan Pemerintah) 3 November 1908 No. 3, pemerintah lantas menunjuk seorang dokter berkebangsaan Belanda, Dr. H.J. Smit, untuk ditempatkan di Buitenzorg atau Bogor. Kehadiran dari Smit dibutuhkan dalam rangka pengembangan lembaga Veeartsenijkundige Laboratorium (Laboratorium Penyakit Hewan) dan Nederlansch Indische Veeartsenschool (Sekolah Kedokteran Hewan Hindia Belanda).
Jurnal Pengobatan Hewan di Hindia Belanda Bagian 44 tahun 1932 mencatat bahwa Dr. H.J. Smit digambarkan sebagai seseorang yang piawai dalam berbagai bidang. Hal ini dibuktikan dengan tugasnya yang tidak terbatas pada Veeartsenijkundige Laboratorium, tetapi juga menjadi pengajar di Middelbare Landbouwschool Buitenzorg (Sekolah Pertanian Menengah Atas). Sebelum akhirnya menjadi pengajar di Nederlansch Indische Veeartsenschool pada tahun 1910.
Selama kurang lebih sembilan tahun Smit mengabdi sebagai pengajar tetap di Sekolah Kedokteran Hindia Belanda dan selama masa itu pula Sekolah Kedokteran Hewan Hindia Belanda berhasil melahirkan beberapa lulusan pribumi. Beberapa diantaranya seperti, Drh. J.A. Kaligis yang tercatat sebagai lulusan pertama sekolah tersebut (lulus pada  tahun 1910), Drh. R. Noto Soediro dan R. Soetedjo (lulus tahun 1911), Prof. Drs. M. Soeparwi (lulus tahun 1915), Dr. A.F. Waworentoe (lulus tahun 1917) pendiri Lembaga Virologi Kehewanan, R. Djaenoedin (lulus tahun 1917) Asisten Kepala Veeartsenijkundige Instituut, Drh. Anwar Nasution (lulus tahun 1917) penemu bakteri botulisme pengganti fosfor untuk pemberantasan tikus sawah, dan J. Mohede (lulus tahun 1917).
Mengacu kepada Verslag over de Burgelijke Openbare Werken in Nederlandsch Indie over de Jaren 1925, 1926, 1927, en 1928 (Laporan Departemen Pekerjaan Umum dan Sipil di Hindia Belanda tahun 1925, 1926, 1927, dan 1928) diketahui jumlah siswa di Nederlandsch Indische Veeartsenschool pada tahun 1907 hanya berjumlah dua orang. Jumlah tersebut secara berangsur meningkat, dibuktikan melalui jumlah lulusan dokter hewan pribumi selama periode 1907 hingga tahun 1919. Â