Ranu Kumbolo di pagi hari Saya : "Hei le, turu ae, akhire gag isok ndelok sunrise isuk mau? Arek loro keturon kabeh", (hei bocah, tidur aja kerjaannya, akhirnya tidak bisa lihat sunrise 'kan pagi tadi? Bocah dua ini ketiduran semua) Furqon dan Abud : "Lha sampeyan yo keturon pisan ngunu lo", (Lha kamu juga ketiduran gitu loh mas) Saya : "Jarno ta, aku wes tahu ndelok sunrise pas pendakian oktober wingi
Foto keluarga sebelum berangkat menuju Kalimati Ranu Kumbolo - Cemoro Kandang - Jambangan - Kalimati Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB tepat ketika kami berkumpul untuk briefing dan berdoa bersama demi keselamatan kami. Dengan meneriakkan jargon "Ji Ro Lu! Budal!" , kami mulai melangkah. Tak sampai 50 meter berjalan, kami sudah menapaki Tanjakan Cinta yang terkenal itu. Berbagai mitos menyertainya, mungkin Anda sudah banyak mengetahui mitos Tanjakan Cinta ini. Yang jelas, tanjakan ini begitu menguras tenaga, ditambah kami membawa tas carrier dengan beban di atas 12 kg, matahari pagi yang sudah cukup terik, jalur yang berpasir dan berdebu. Cukup tesengal-sengal melewati tanjakan ini, 15 menit berlalu kami pun sampai di ujung Tanjakan Cinta dan sudah menanti di bawah sang sabana raksasa, Oro-oro Ombo. Parade narsis pun dimulai, hehehe.
Tanjakan Cinta
Oro-oro Ombo begitu indah dan cantik sekalipun masih kering dan panas. Namun, tanaman-tanaman ilalang itu tinggal menunggu waktu disentuh air hujan agar bisa mekar lagi bunga dan daunnya, berwarna ungu menyejukkan, dan berdiri nyaris setinggi badan. Dari ujung Tanjakan Cinta menuju turunan ke Oro-oro Ombo terlihat Gunung Semeru yang bersembunyi di balik Gunung Kepolo. Sekitar 45 menit kemudian, kami sampai di pos Cemoro Kandang, dengan ketinggian 2.500 mdpl, yang artinya kami sudah memasuki kawasan hutan cemara. Kami istirahat sejenak di pos ini, dan dari tempat kami beristirahat di atas pohon tumbang, jalur cukup jelas. Bekas kebakaran juga terlihat jelas di kawasan Cemoro Kandang ini. Selanjutnya, jalur pendakian relatif landai dan berkelak-kelok. Sesekali menanjak namun tidaklah terlalu curam, sesekali pula melangkahi pohon cemara yang telah tumbang. Satu jam berselang, kami telah sampai di pos Jambangan dengan ketinggian 2.600 mdpl. Dari sini tanaman edelweiss mulai terlihat, dan dari sini pula guratan-guratan pasir khas Gunung Semeru mulai terlihat jelas, membuat kami merinding melihatnya, begitu anggun dan agung ciptaan Allah ini. Tidak lama kami di Jambangan, kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp terakhir sebelum puncak, yaitu Kalimati. Sekitar 30 menit berjalan, sampailah kami di pos Kalimati, dengan ketinggian 2.700 mdpl. Di sini cukup banyak para pendaki, baik yang sudah turun dari puncak maupun yang baru tiba. Setelah bertanya-tanya, akhirnya kami menemukan 2 rombongan yang akan melanjutkan perjalanan ke puncak dini hari nanti, yaitu rombongan dari Surabaya dan Malang. Beberapa di antaranya sudah ada yang pernah mengenal medan menuju puncak. Kami bersyukur dan kami sepakat mulai berjalan menuju puncak pukul 23.30 WIB. Agenda berikutnya jelas: mendirikan tenda, persiapan logistik untuk makan malam, sholat Duhur dan Ashar, dan mengambil air di Sumber Mani.
Kawasan Cemoro Kandang, 2.500 mdpl
Furqon di Jambangan, 2.600 mdpl
Jempol si Abud, hehehe
Saya ikut narsis, hehehe
Mas Kurniawan, selalu tetap cool,
Petunjuk arah menuju Sumber Mani, berjalan ke arah barat dari shelter Kalimati
Kawasan Sumber Mani, bekas aliran lahar