Akhir-akhir ini seringkali kita jumpai kabar banyaknya bencana seperti banjir dan badai yang menelan banyak korban jiwa.Â
Kejadian-kejadian tersebut juga seringkali terjadi dalam jangka waktu yang pendek dan tidak hanya terjadi di satu wilayah, namun menyebar ke berbagai titik di Indonesia.Â
Selain itu, menurunnya produktivitas panen, gagal panen, hingga kabar bahwa Jakarta akan tenggelam seringkali mewarnai media massa di Indonesia. Â
Bahkan, tidak hanya Indonesia, baru-baru ini Jerman juga dilanda banjir bandang yang diakibatkan oleh badai dan hujan berkepanjangan yang menyebabkan naiknya permukaan sungai.
Penyebab terjadinya fenomena-fenomena tersebut seringkali dikaitkan dengan adanya perubahan iklim atau climate change. Isu ini menjadi isu yang seringkali diangkat dalam beberapa tahun terakhir, bahkan dipolitisasi oleh politisi dalam komunitas internasional. Salah satu tokoh terkenal yang sering muncul di berbagai media untuk menyuarakan isu ini adalah Greta Thunberg.Â
Dia merasa bahwa sudah seharusnya dunia menaruh perhatian pada perubahan iklim dan merasa bahwa pemimpin dunia saat ini telah merenggut mimpi dan harapan masa depan anak-anak akibat kelalaian mereka menangani isu ini. Lantas mengapa isu ini begitu penting dan bagaimana cara kita bisa berpartisipasi untuk menyelesaikan permasalahan ini?.
Climate Change atau perubahan iklim merupakan perubahan pola iklim yang biasanya ditandai dengan intensitas gejala alam yang berubah-ubah. Perubahan iklim dapat terjadi karena adanya pemanasan global yang menyebabkan suhu rata-rata atmosfer meningkat.Â
Penyebab utama dari pemanasan global sendiri adalah tingginya emisi gas rumah kaca yang menyebakan terbentuknya efek rumah kaca, sehingga sinar matahari yang seharusnya dipantulkan kembali ke angkasa, justru terjebak dalam atmosfer bumi.
Dampak dari terjadinya perubahan iklim sangat beragam, mulai dari mencairnya es di kutub, perubahan habitat, menurunnya kualitas air dan udara, hingga ancaman tenggelamnya pulau-pulau di permukaan bumi.Â
Bila tidak ada aksi pasti untuk menangani kondisi ini, dikhawatirkan gejala-gejala alam tersebut akan semakin sering terjadi. Selain itu, tidak adanya aksi juga dapat mempercepat kerusakan secara eksponensial.
Efek perubahan iklim yang paling parah tentunya akan dirasakan oleh generasi di masa depan. Kelalaian kita menyebabkan mereka harus menderita akibat kerusakan alam yang telah kita biarkan. Masa depan yang seharusnya bisa menjamin keberlangsungan hidup manusia dengan penuh harapan dan mimpi, justru dihadapkan pada bencana masif yang mengancam eksistensi peradaban manusia.
Melihat kondisi seperti itu, kita tidak boleh tinggal diam. Solusi yang dibutuhkan adalah solusi kolektif yang dapat direalisasikan dan penuh perkiraan. Salah satu bukti bahwa kita telah bergerak bersama adalah ditandatanganinya Paris Agreement pada tahun 2015 dalam UN Climate Change Conference (COP21). Hal ini menandakan komitmen bersama untuk mencegah dan mengatasi climate change demi masa depan yang lebih baik.Â
192 pihak ikut berpartisipasi dalam kesepakatan ini untuk bersama-sama menjaga batas pemanasan dibawah 2°C dengan target 1,5°C dengan mengurangi emisi gas rumah kaca secara global.Â
Kesepakatan ini menjadi kerangka global dalam upaya memecahkan masalah perubahan iklim dan juga akan terus diadaptasikan dengan kondisi terkini salah satunya melalui UN Climate Change Conference (COP26) di Glasgow pada bulan Oktober hingga November tahun 2021.
Di samping kesepakatan dan rencana global tersebut, masing-masing individu tentunya juga harus memiliki komitmen dan aksi nyata untuk mendukung realisasi dari komitmen global tersebut.Â
Dari komitmen pada tingkat individu, kita bisa membawa hawa perubahan bagi orang-orang di sekitar kita dan menjadi motor perubahan kolektif untuk menangani permasalahan ini. Lalu, bagaimana cara kita untuk berpartisipasi pada upaya ini?.
Salah satu gerakan yang muncul pada abad ke-21 ini adalah upaya Net Zero Emissions. Upaya ini berfokus pada bagaimana kita bisa menyeimbangkan antara jumlah rumah kaca atau emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dengan yang dikeluarkan dari atmosfer.Â
Dalam upaya ini, peran individu sangatlah vital untuk bisa mencapai goals tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencapai Net Zero Emissions diantaranya adalah:
1. Mengurangi Penggunaan Kendaraan Pribadi
Mengganti penggunaan kendaraan pribadi dengan transportasi umum yang semakin mudah diakses dan murah. Dengan mengurangi jumlah kendaraan yang ada di jalanan, tentunya jumlah emisi gas rumah kaca akan berkurang.Â
Bila belum mampu untuk beralih dari penggunaan kendaraan pribadi, kita bisa mengoptimalkan penggunaannya dengan mengendarai kendaraan rendah emisi rumah kaca, mengurangi speeding dan mengisi gas ban kendaraan dengan cukup dan tepat, mengurangi beban kendaraan, dan sebisa mungkin menjauhi kemacetan.
2. Menghemat Listrik
Menghemat penggunaan listrik rumah tangga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Produksi listrik yang membutuhkan penggunaan energi yang besar melepaskan emisi gas rumah kaca dalam jumlah yang sangat besar.Â
Mengurangi penggunaan peralatan rumah tangga seperti AC, lampu, kulkas, mesin cuci, hingga water heater sangat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.Â
Gunakan peralatan rumah tangga seperlunya dan jangan pernah lupa untuk mematikan peralatan tersebut setelah digunakan. Contoh kecil yang bisa kita lakukan adalah mulai menggunakan lampu LED.
3. Mengonsumsi Olahan Makanan Lokal dan Organik
Pengolahan makanan dan rantai distribusi yang panjang menghasilkan banyak emisi gas rumah kaca akibat penggunaan bahan bakar untuk transportasi dan penggunaan fertilizer yang kebanyakan masih fuel-based. Dengan mengonsumsi makanan olahan lokal, kita dapat memutus rantai emisi gas rumah kaca dan bahkan membantu perekonomian lokal.
4. Menggunakan Air Secukupnya
Dengan menggunakan air secukupnya, kita bisa mengurangi energi yang digunakan untuk memompa dan memelihara air. Jika mungkin, sangat dianjurkan menggunakan untuk peralatan rumah tangga yang water-efficient, misal untuk keran air, toilet, dan mesin cuci.
5. Memperhatikan Kebiasaan Belanja
Hal ini mungkin sangat jarang kita perhatikan. Kebiasaan belanja kita juga mencerminkan masa pakai barang yang kita beli, sehingga semakin sering kita belanja maka menandakan semakin banyak pula produk yang telah kita digunakan.Â
Secara otomatis, siklus pendek tersebut juga merefleksikan besarnya energi yang telah digunakan untuk produksi setiap barang tersebut.Â
Maka dari itu, usahakan untuk berbelanja barang yang lebih awet dan kita sebagai pembeli juga harus memperhatikan bagaimana barang yang kita beli tersebut diproduksi.Â
Contoh sederhana, kita bisa memilih untuk membeli pakaian recycled dan mengurangi pembelian pakaian fast fashion (sustainable fashion).Â
Dengan turut berpartisipasi melalui aksi-aksi kecil tersebut, kita telah bergerak bersama-sama untuk mencapai Net Zero Emissions. Pilihan dan tindakan kita saat ini sangat menentukan kehidupan generasi mendatang.Â
Bukankah sangat egois bila kita hanya mementingkan diri kita sendiri dan membiarkan generasi selanjutnya menderita akibat kelalaian kita?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H