Mohon tunggu...
Rifqi Ulinnuha
Rifqi Ulinnuha Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

pecinta filsafat, teologi, tasawuf, psikologi, moderasi agama-toleransi, lingkungan hidup, kemanusiaan, sosial-budaya, gender dan sastra.🪄

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berlin Und Zuneigung #2 (The End)

15 Agustus 2024   14:32 Diperbarui: 15 Agustus 2024   14:36 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest: TurboSquid by Shutterstock (id.pinterest.com/turbosquid/)

Pada akhirnya kekuatan yang selama ini ia bangun adalah kebohongan dan kepura-puraan. Menyembunyikan segalanya di satu tempat hitam yang ada di dalam dirinya. Dipendam, ditahan hingga tidak lagi dapat dibendung oleh apapun. Dan sekarang telah tumpah melalui air mata dan kebencian pada dirinya sendiri.

Entah kasihan atau kemalangan yang Joe rasakan dari Ketta. Ia pun segera memeluk perempuan berambut pirang itu dan membelai rambutnya, ia harap dengan begitu bisa mengurangi rasa cemasnya.

"Sekarang, kamu boleh untuk benci sama diri kamu sendiri, benci sama kehidupan kamu. Karena itu adalah jatah takdirmu sebagai manusia."

***

Dua minggu berlalu sudah Ketta berada di rumah sakit. Selama dua minggu itu pula ia ditemani oleh Joe. Ia meminta laki-laki yang memiliki kawah meteor di kedua pipinya saat tersenyum itu untuk tidak memberitahukan keadaannya pada siapapun; termasuk menyuruh Joe meminta dokter dan juga perawat untuk tidak membocorkan keadaannya sekarang kepada keluarganya. Lucu dan konyolnya, Ketta meminta Joe untuk menyampaikan kepada semua tim medis bahwa Ketta adalah kekasihnya. Maka dariitu semuanya akan aman dan baik-baim saja.

Oh ya, Ketta juga sudah menghubungi sekolah tempatnya mengajar. Bahwa keadaannya sedang tidak baik-baik saja. Tapi, ia tidak menjelaskan dengan detail peristiwa apa yang menimpanya saat ini. Untungnya, kepala sekolah tersebut memberikannya ijin sebanyak waktu yang ia butuhkan untuk bisa kembali sembuh.

"Sayang, kamu sudah makan belum?" tanya Joe dengan suara lembut sambil melepaskan jaket tebal yang dikenakannya. Ya. Sekarang sudah masuk musim dingin. Salju sudah mulai turun begitu lebat.

"Apa sayang-sayang!! Mau aku tampar hah?"

Joe mendekat ke arah Ketta, mencondongkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya sambil berkata "Nih, tampar aja. Tapi pakai bibir kamu ya."

Ketta mendorog memukul bahu lelaki jangkung itu dan Joe hanya bisa terkekeh. Hey, Ketta! Katanya mau menampar Joe? Tapi kenapa memukul bahu Joe dengan perasaan senang?

Joe duduk di kursi yang ada di samping ranjang. Wajahnya mulai terlihat serius. Melihat tingkah Joe yang sekejap berubah. Ketta merasa ada yang aneh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun