Ketika menggunakan hybrid communication tentu saja banyak hal yang dipertimbangkan selain dari perangkat yang menunjang.Â
Sebagai contoh adalah penggunanya. Bagaimana sikap dan langkah yang diambil oleh pengguna gawai untuk menjalankan hybrid communications. Tentu hal ini perlu dikaji dengan saksama.Â
Selain hal tersebut juga perlu memperhatikan usia dari pengguna gawai dalam menerapkan hybrid communication. Usia yang dimaksud adalah usia yang cukup untuk diberi keputusan menggunakan gawai.Â
Ketika pengguna memiliki usia yang belum sewajarnya menggunakan gawai di paksa untuk menggunakan gawai maka besar kemungkinan terjadi penyimpangan dan kesalahan penggunaan jauh dari tujuan awal.Â
Sebagai contoh adalah ketika seorang anak menggunakan gawai yang belum semestinya kemungkinan ia akan lebih mengutamakan bermain games ketimbang menjalin komunikasi atau melaksanakan kewajiban pendidikan menggunakan hybrid communication.Â
Penerapan hybrid communication digunakan dalam dunia pendidikan merupakan solusi yang baik dan efisien namun dalam perwujudannya tidak semudah yang dikira.Â
Banyak yang mengalami kesulitan karena akses jaringan dan dukungan perangkat yang kurang memadai menjadi penghalang hal tersebut.Â
Ketika menjalankan hybrid communication dalam sistem pendidikan, siswa diminta menjalankan kegiatan belajar mengajar di rumah dengan pantauan orang tua tetapi dalam jaringan yang sama dan satu frekuensi dengan pengajar.Â
Kemungkinan yang terjadi adalah banyak orang tua yang mengeluhkan karena kesulitan memberikan waktu untuk tetap menjaga dan mengikuti pembelajaran bersama anak.Â
Mudah terjadi kemunculan konflik komunikasi ketika mengalami frustasi pada proses komunikasi antara orangtua dan anak.Â
Hal tersebut mampu mempengaruhi pola komunikasi antara orang tua dan anak. Komunikasi antara orang tua dan anak berlangsung dalam timbal balik dengan memberi feedback. Komunikasi orang tua dan anak mengandung pendidikan dan berbobot sehingga pola yang diambil harus diperhatikan.Â