Saya adalah seorang pengelana dari sebuah kota kecil bernama Cigombong di pelosok selatan Bogor. Sudah habis waktu saya disini, masa belajar 12 tahun telah ditempuh, kini saatnya mencari ilmu yang lebih jauh dan pastinya tidak bisa saya dapat di kota ini.Â
Saya mempersiapkan diri serta mempersiapkan perahu yang siap mengarungi lautan SBMPTN yang ganas ini. Saya harus bisa mencapai Pulau Fikom Unpad, harus bisa.
Bulan Mei saya berangkat. Perjalanan pada awalnya terasa lancar, laut masih bersahabat dengan saya. Seiring berjalannya waktu, lautan mulai menunjukkan sifat aslinya. Di malam hari perahu saya terombang-ambing bagai sehelai bulu pelikan yang rontok. Hampir hilang semangat ini, rasa pasrah menyelimuti saya di malam yang buruk itu.Â
Kemudian, tiba-tiba perahu ini mulai hilang keseimbangan. Seketika saya tidak sadarkan diri. Saya tidak pernah mengira lautan ini penuh dengan kejutan. Saya hanya berharap saya bisa selamat kali ini.
Panasnya terik matahari, tubuh ini seperti sedang berada diatas pasir. Perlahan saya membuka mata. Saya terkejut, karena sekarang saya berada di sebuah pulau.
Apa yang terjadi? Kenapa saya berada disini? Kemanakah perahu saya? Pulau apa ini?
Pertanyaan-pertanyaan mulai berkumpul di kepala saya. Saya melihat seseorang yang mungkin adalah warga pulau ini. Saya bertanya kepadanya mengenai pulau ini.Â
Dia menjawab bahwa pulau ini adalah Wilayah Antropologi di Pulau Fisip, salah satu pulau dari Kepulauan Unpad. Dan, dia bukanlah warga lokal, dia ternyata adalah seorang pengelana juga yang telah lama disini.Â
Saya merasa sedikit kecewa. Seharusnya saya menuju Pulau Fikom bukan malah di pulau ini. Lalu pengelana tadi mengajak saya bertemu pengelana lain di Pulau Fisip.
Para pengelana berkumpul di tepi pantai. Pengelana disini tidak terlalu banyak, hanya sekitar lima puluh empat orang, dan berasal dari berbagai daerah. Bahkan ada yang berasal dari Sumatera Barat, itu daerah yang sangat jauh.Â