Mungkin itulah yang Purnama sukai dari pertemanan mereka. Cara mereka berteman seperti keluarga yang mengajarkan hal-hal bermanfaat. Saling mengoreksi satu sama lain dan mengajarkan sesuatu yang teman lain belum dimengerti. Bukan karena satus sosial mereka , namun semangat belajarlah yang menyatukan mereka. Ketiganya memang berkompetisi secara sehat dan ketiga sahabat itu masuk dalam urutan peringkat lima besar di kelasnya.
Pelajaran matematika selesai, dan benar, Bu Tatiek memberikan ulangan mendadak, namun terlihat mereka menguasai semua materi itu.
Berpindah ke pelajaran kedua yaitu bahasa Indonesia, termasuk pelajaran kegemaran Purnama. Bu Indah, guru bahasa Indonesia, kala itu menjelaskan mengenai jenis-jenis sebuah karangan. Bu Indah menceritakan bahwa terdapat perbedaan teknis dari tiap-tiap jenisnya.
"Anak-anak, ada perlombaan membuat cerpen, ada yang daftar?"
"Lomba ini diselenggarakan oleh JIC, organisasi Jepang untuk tingkat kecamatan saja. Ada lima sekolah yang terdaftar se-kecamatan Candisari."
"Kalau mau ikut tiga hari lagi dikumpulkan di meja saya ya, format penulisan ada di brosur ini. Lumayan ada uang saku dan sertifikat," kata Bu Indah.
Saat istirahat Purnama, Priska dan Ruri memilih makan di kantin sekolah. Mereka bertiga masih membahas perlombaan cerpen tersebut. Sambil melahap soto ayam seharga 1000 rupiah dan meneguk bekal air minum, mereka mengobrol untuk membuat cerita dari tema yang ditetapkan.
"Pu, kamu mau nulis apa tentang tema lingkungan sekitar?"
"Aku sih kurang bisa mengarang, bingung juga mau buat cerita apa"
"Drama korea sih suka lihat, tapi suka nonton aja," kata Priska, sambil senyum-senyum sendiri.
"Aku juga belum punya ide," jawab Purnama.