Asy'ariah adalah madzhab Teologi yang di dirikan langsung oleh Abu Al - Hasan Al - Asy'ari,pada tahun 260-324 H di akhir abad ke-3 atau pada awal abad ke-4 H. Aliran asy'ariah ini sendiri muncul sebagai reaksi terhadap Mu'tazilah. Asy'ariah ini sendiri mengambil dasar keyakinannya dari para salaf salah satunya Abu Musa Al - Asy'ari.
Aliran asy'ariah ini sendiri mulai berkembang dengan pesat di Irak,setelah itu berkembang lagi di Mesir pada masa Salahuddin Yusuf Al ayyubi,beliau adalah raja pertama yang memimpin dinasti ayyubiyah. Kemudian masuk ke wilayah Syiria dengan bantuan atau dorongan dari Nuruddin Zanki,di lanjutkan lagi masuk ke wilayah Maghribi dengan dorongan dan dukungan dari Abdullah bin Muhammad,kemudian menyebar lagi hingga wilayah Turki dengan dukungan dari Utsmaniah dan berlanjut ke wilayah - wilayah lain. Ideologi ini juga di dukung oleh sarjana - sarjana dari kalangan Hanafi,Maliki,Syafi'i dan Hambali. Diantara mereka itu adalah Al - Asfaraini,Al - Qafal,Al - Jirjani dan lain - lain hingga sekarang.
Pada abad 11-14 M dinasti seljuk ada Khalifah bernama Alp Arslan,beliau adalah sultan kedua Turki Seljuk yang memerintah pada tahun 1063 sampai 1072. Khalifah Alp Arslan beserta perdana menterinya Nizam Al - Mulk sangat mendukung aliran ini yang mana pada masa itu. Penyebaran faham Al - asy'ariah mengalami kemajuan yang sangat pesat utamanya melalui lembaga pendidikan yang bernama Madrasah Nizamiyah yang namanya di ambil dari nama pendirinya yaitu Nizam Al - Mulk.
Pada zaman dimana Asy'ariah ini berkembang pesat, ada salah satu tokoh penting yang juga merupakan salah satu pengikut asy'ariah,beliau terkenal karena banyak karya yang beliau hasilkan yang karyanya itu sendiri masih berkesinambungan dan masih membahas seputaran asy'ariah dan berkaitan juga dengan Teologi. Beliau bernama Abu Hamid Al - Ghazali,beberapa karyanya beliau yang berjuduI Ilham Al - Awam'An Al - Kalam,Al - Munqidz Minaddalal dan Ihya' Ulum Al - Din. Karya - karyanya beliau tersebut sampai sekarang ini masih di jadikan bahan kajian di pondok pesantren.
Di kutip dari (Muqadimah kitab Al - Ibanah hal 12-13,cet. Darul Bashirah) bahwa Abu Hasan Al - Asy'ari dalam masalah keyakinan terhadap keyakinan sifat Allah awalnya sependapat dan sepehaman dengan Ibnu Kullab. Namun setelah itu Imam Al - Asy'ari kemudian berpindah pemahaman sebanyak dua kali sepanjang hidup beliau. Selanjutnya ulama asy'ariah dan salah satu toko yang bernama Imam Al - Haramian Al - juwaini melakukan takwil terhadap sifat Allah dan menggunakan prinsip pokok ( Ushul ) akidah asy'ariah ke dalam madzhabnya. Pada awalnya Asy'ariah hanya menetapkan tujuh sifat ma'ani saja bagi Allah yang di tetapkan langsung menurut akal ( aqliyah ) yaitu hayah,ilmu,qudrah,iradan,sama', Bashir dan kalam. Di tambahkan lagi oleh as - sanusi menjadi dua puluh sifat,dan tidak menetapkan satu persatu sifat fi'liyah ( dengan contoh seperti istimewa,Nuzul,cinta, dan ridha Allah SWT.
Dalam masalah ini penggunaan akal di gunakan dalam penafsiran Wahyu misalnya, Abu Hasan ini sendiri menyarankan agar dalam penafsiran Al Qur'an lebih merujuk kepada penjelasan Rasulullah dan penafsiran yang mutawatir di kalangan para sahabat nabi.
Makna dari sifat - sifat yang Allah miliki adalah yang di tetapkan oleh kaum asy'ariah,berbeda dengan apa yang ada pada diri manusia. Ada tujuh sifat yang di tetapkan,yaitu Al - hayyah ( hidup ),Al - Kalam ( berbicara ),Al - 'Ilmu ( mengetahui),Al - qudrah ( kekuasaan atau kemampuan ), Al - iraadah ( kehendak), as - sam'u ( mendengar ), Al - bashrah ( melihat ) Dan mentakwilkan sifat - sifat Allah. Untuk kata Takwil itu sendiri memiliki makna memalingkan makna lahiriah dari suatu lafadz ke makna lain yang memungkinkan,dengan melihat dalil dari Al - Qur'an dan hadits. Dapat di simpulkan sebagai kegiatan menafsirkan sesuatu dengan makna yang sebenarnya.
Metodelogi yang di gunakan asy'ariah dalam menerima Wahyu selalu di dasarkan pada Al - Qur'an dan hadits. Selain itu, ada metodologi rasional yang caranya menerapkannya dengan ilmu logika. Asy'ariah ini sendiri menggunakan logika bukan untuk menyusun sebuah kebenaran, melainkan untuk menjelaskan sesuatu atas dasar kebenaran. Metodelogi rasional ini sendiri merupakan ciri khas dari asy'ariah.
Dari sumber yang saya baca di buku yang berjudul " PENGANTAR STUDI ISLAM ( EDISI REVISI ) " karya Prof.Dr.Rosihon Anwar,M.Ag.; H. Badruzzaman M. Yunus,M.A.; Saehudin ,S.Th.I. Yang di dalamnya ada topik pembahasan tentang pemikiran - pemikiran yang penting di asy'ariah ini sendiri, pemikiran - pemikiran tersebut berisi tentang :
1. Tuhan dan sifat - sifat-Nya
Ada perbedaan pendapat mengenai sifat - Sifat Allah yang tidak dapat di hindari walaupun mereka setuju bahwa mengEsakan Allah itu adalah wajib. Saat itu asy'ariah di hadapkan dengan dua pandangan berbeda,yaitu kelompok Shifatiah ( pemberi sifat ), kelompok Mujassimah ( antropomorfis ) dan kelompok musyabbihah yang mereka berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang di sebutkan di dalam Al - Qur'an dan Sunnah yang dimana sifat - sifat itu harus dipahami menurut arti harfiahnya.
Tetapi asy'ariah ini sendiri memiliki pemahaman yang berbeda dengan Mu'tazilah. Asy'ariah ini sendiri secara tegas mengemukakan pendapat bahwa Tuhan memiliki sifat. Asy'ariah juga mengemukakan pendapat bahwa Tuhan mengetahui atau memiliki pengetahuan menghendaki,berkuasa, dan dalam sudut pandang asy'ariah Tuhan itu memiliki pengetahuan, kemauan dan daya.
2. Kebebasan dalam berkehendak ( free-will )
Dalam konteks apakah manusia memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan serta mengaktualisasikan perbuatannya? Dalam hal ini asy'ariah menengahi dua pendapat yang berbeda,yang di kemukakan oleh Jabariah dengan faham pra-determinismenya dan pendapat dari Mu'tazilah Dengan faham kebebasan mutlak yang dimana Mu'tazilah itu sendiri berpendapat bahwa manusia itu menciptakan perbuatannya sendiri. Dalam hal ini asy'ariah mengambil jalan tengah untuk kedua pendapat yang berbeda tersebut, dengan ini asy'ariah menggunakan cara membedakan antara Khaliq dan kasb. Menurut asy'ariah,Allah adalah pencipta (Khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia itu adalah yang mengupayakan atau yang mengusahakan (muktasib). Dalam konteks ini hanya Allah lah yang dapat menciptakan segala sesuatu (termasuk apa yang di inginkan manusia).
3. Akal,Wahyu dan kriteria baik dan buruk
Dalam hal ini Al - Asy'ari mengutamakan Wahyu, sementara dari sisi Mu'tazilah sendiri lebih mengutamakan akal. Menentukan baik dan buruk pun masih terjadi perselisihan pendapat di antara mereka,dari asy'ariah sendiri mengemukakan pendapat bahwa baik dan buruknya sesuatu harus berdasarkan Wahyu, sedangkan dari sisi Mu'tazilah berdasarkan akal.
4. Kadimnya Al - Qur'an
Di sini kadim sendiri itu memiliki arti sebagai sesuatu yang tidak bermula. Sedangkan jika di masukkan ke konteks keimanan kadim itu sendiri sering di kaitkan dengan wujud Allah yang di yakini memang ada sehingga Allah SWT di sebut kadim. Kembali ke konteks pembahasan,dari Asy'ariah ini sendiri berpendapat bahwa walaupun Al - Qur'an terdiri atas kata - kata,huruf dan bunyi,hal itu tidak bisa melekat pada esensi Allah sehingga tidak di katakan kadim. Dalam Al - Qur'an sendiri di terangkan di dalam (Q.S. An -Nahl [16]: 40). Yang bunyinya Allah berfirman :
اِنَّمَا قَولُنَا لِشَيءٍ اِذَآ اَرَدْ نٰهُ اَنَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Sesungguhnya firman kami terhadap sesuatu apabila kami menghendaki-nya,kami hanya mengatakan kepadanya, "jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu."
5. Melihat Allah
Dalam konteks ini asy'ariah berkeyakinan bahwa Allah dapat di lihat di akhirat,tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru'yat dapat terjadi ketika Allah sendiri yang menghendaki dapat melihat atau ada kemungkinan Allah sendirilah yang menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat - Nya.
6. Keadilan
Dalam perihal ini asy'ariah berpendapat bahwa Allah tidak memiliki keharusan apapun karena Allah adalah penguasa mutlak. Jika dari sisi Mu'tazilah sendiri berpendapat bahwa keadilan dari visi manusia yang memiliki dirinya,maka asy'ariah berpendapat lain. Asy'ariah sendiri mempunyai pemikiran bahwa Allah adalah pemilik mutlak.
7. Kedudukan orang berdosa
Dalam hal ini asy'ariah berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur. Karena kufur sendiri itu saja Sudah memiliki arti keadaan tidak beriman kepada Allah atau Rosul-Nya,baik dengan cara mendustakannya atau tidak mendustakannya. Secara singkatnya kufur itu sendiri berarti ingkar atau tidak pandai bersyukur atas apa yang Allah berikan.
Dengan demikian kesimpulan yang dapat kita fahami dari konsep pemikiran asy'ariah ini sendiri adalah bahwa asy'ariah itu sendiri selalu berlandaskan dan menyandarkan segala sesuatunya itu kepada Al - Qur'an dan hadits. Asy'ariah ini juga menggunakan pemikiran rasional atau logika bukan untuk menyusun kebenaran,melainkan untuk menjelaskan sesuatu atas dasar kebenaran. Maka dari itu kenapa pemikiran rasional itu sendiri di jadikan ciri khas dari asy'ariah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H