Puisi dari Muhammad Rifki Kurniawan
Edisi July 2020 | dalam Antologi Puisi
Pagi yang berani
Kala itu di balahan bumi sana
Yang jauh dari singgahsana raja
Yang dekat dalam kerakyatan
Ia manusia mencari makan dan kerja
Jauh disana menepuk kata
Menepis bahaya dan menunjukan nyawa
Tangan di kayuh, kaki menedang
Kaki menginjak, tangan memukul
Manusia bukan tuan ia adalah pekerja
Atas semua manusianya
Kamu, Aku dan Perjuangan
Di sini di bumi ini
Aku hidup sebagai manusia
Dengan manusia lainnya
Dan lingkungan serta makhluk hidup
Ada manusia yang kelaparan
Ada manusia yang di gusur
Ada manusia yang di rampas hak nya
Ada manusia yang dibunuh karena benar
Dunia ini seperti game
Pemain game ialah rakyat
Yang memainkan game ialah pemerintah
Rakyat ialah manusia yang tak di akui
Kamu yang disana yang setiap hari ku
Menemani setiap suaraku
Dalam jalanan dalam toa yang keras
Ku katakan pada mu, sabar lah sayang ini adalah perjuangan
Dan kamu semakin dekat dan mendekat
Mengakat tangan kiri lalu mengambil toa yang ada di tangan ku
Lalu ia mengatakan, jika perempuan dianggap sabagai pemuas seksual
lantas apa yang terjadi pada
dunia ini
Dengan berani ia katakana
Dan aku suntuk diam sesaat
Lalu ku katakan dengan keras
Dan semua melihatnya Dan menirukan
Insureksiii, Insureksi
Senja Tajam Dalam Matanya
Melangkah kaki menepi diri
Mengangkat tangan diambil kursi
Duduk nya yang memiliki arti sendiri
Ia torehkan kata yang membuat malaikat iri
Ia seseorang yang tabah
Bagi manusia
Yang berani
Bagi keluarga
Ibu sebagai status nya
Mengandung anak anaknya
Berjuang bersama sang bapak
Keluarga adalah kerajaan nya
Kursi tahta kerajaan pun menginstruksi
Nak berangkat sekolah
Nak cepat lah makan
Nak bantu angkat ini
Ia adalah raja dan ratu bagiku
Satu Menit Tiga Puluh Detik
Jalan ini
Di penghujung waktu
Yang menepi
Yang menjauh
Aku datang dengan tekad
Mendekat memperlihatkan kepala
Di sela pintu, di pijak kaki jatuh tanah
Di tatap mata, wajah orang yang melihat
Semua Memperhatikan dan melihat
Ku tatap dengan kedua mata
Lalu ku buka mulutku dengan lebar
Dan aku bersuara mengeluarkan kata
Hei kau ... pejabat yang tak tahu diri
Sudah kah kau kenyang dengan curian uang yang kau ambil
Hahaha kata ku dengan bangga yang bertekad
Doa dalam Tangisan
Aku adalah manusia
Diantara beberapa manusia
Yang menengok kepala
Diantara suara suara
Kala pagi aku menanti kabar baik
Bapak ibuk apa kabar dimana kau sekarang
Aku duduk dalam kamar yang terdiri dari tembok-tembok reruntuhan
Aku Yang terdiam aku yang tersendiri
Setangkai bunga mawar merah ku taruh dalam gelas
Aku seorang gadis kecil diantara kota yang runtuh
Mataku seolah tidak bisa menutup
Saat aku melihat roket roket itu menghamtam kotaku
Ketika aku melangkah keluar .. hatiku seolah gemetar
Akan diriku yang takut
Jika aku boleh melempar bom kepada orang orang yang menembaki
Mawar dalam gelas dan kain putih menyelimuti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H