Mohon tunggu...
Muhammad Ridki Kurniawan
Muhammad Ridki Kurniawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Admin of rifkipedia

Developer of Rifkipedia.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi M Rifki Kurniawan Edisi July

31 Juli 2020   15:55 Diperbarui: 31 Juli 2020   15:44 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puisi dari Muhammad Rifki Kurniawan

Edisi July 2020 | dalam Antologi Puisi

Pagi yang berani

Kala itu di balahan bumi sana
Yang jauh dari singgahsana raja
Yang dekat dalam kerakyatan
Ia manusia mencari makan dan kerja
Jauh disana menepuk kata
Menepis bahaya dan menunjukan nyawa
Tangan di kayuh, kaki menedang
Kaki menginjak, tangan memukul
Manusia bukan tuan ia adalah pekerja
Atas semua manusianya

Kamu, Aku dan Perjuangan

Di sini di bumi ini
Aku hidup sebagai manusia
Dengan manusia lainnya
Dan lingkungan serta makhluk hidup
Ada manusia yang kelaparan
Ada manusia yang di gusur
Ada manusia yang di rampas hak nya
Ada manusia yang dibunuh karena benar
Dunia ini seperti game
Pemain game ialah rakyat
Yang memainkan game ialah pemerintah
Rakyat ialah manusia yang tak di akui
Kamu yang disana yang setiap hari ku
Menemani setiap suaraku
Dalam jalanan dalam toa yang keras
Ku katakan pada mu, sabar lah sayang ini adalah perjuangan
Dan kamu semakin dekat dan mendekat
Mengakat tangan kiri lalu mengambil toa yang ada di tangan ku
Lalu ia mengatakan, jika perempuan dianggap sabagai pemuas seksual
lantas apa yang terjadi pada
dunia ini
Dengan berani ia katakana
Dan aku suntuk diam sesaat
Lalu ku katakan dengan keras
Dan semua melihatnya Dan menirukan
Insureksiii, Insureksi

Senja Tajam Dalam Matanya

Melangkah kaki menepi diri
Mengangkat tangan diambil kursi
Duduk nya yang memiliki arti sendiri
Ia torehkan kata yang membuat malaikat iri
Ia seseorang yang tabah
Bagi manusia
Yang berani
Bagi keluarga
Ibu sebagai status nya

Mengandung anak anaknya
Berjuang bersama sang bapak
Keluarga adalah kerajaan nya
Kursi tahta kerajaan pun menginstruksi
Nak berangkat sekolah
Nak cepat lah makan
Nak bantu angkat ini
Ia adalah raja dan ratu bagiku

Satu Menit Tiga Puluh Detik

Jalan ini
Di penghujung waktu
Yang menepi
Yang menjauh
Aku datang dengan tekad
Mendekat memperlihatkan kepala

Di sela pintu, di pijak kaki jatuh tanah
Di tatap mata, wajah orang yang melihat
Semua Memperhatikan dan melihat
Ku tatap dengan kedua mata

Lalu ku buka mulutku dengan lebar
Dan aku bersuara mengeluarkan kata
Hei kau ... pejabat yang tak tahu diri
Sudah kah kau kenyang dengan curian uang yang kau ambil
Hahaha kata ku dengan bangga yang bertekad

Doa dalam Tangisan

Aku adalah manusia
Diantara beberapa manusia
Yang menengok kepala
Diantara suara suara

Kala pagi aku menanti kabar baik
Bapak ibuk apa kabar dimana kau sekarang
Aku duduk dalam kamar yang terdiri dari tembok-tembok reruntuhan
Aku Yang terdiam aku yang tersendiri

Setangkai bunga mawar merah ku taruh dalam gelas
Aku seorang gadis kecil diantara kota yang runtuh
Mataku seolah tidak bisa menutup
Saat aku melihat roket roket itu menghamtam kotaku

Ketika aku melangkah keluar .. hatiku seolah gemetar
Akan diriku yang takut
Jika aku boleh melempar bom kepada orang orang yang menembaki
Mawar dalam gelas dan kain putih menyelimuti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun