Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Survival Penderita Jantung saat Pandemi dan Bisa Trekking - Cerita Sahabat

11 Agustus 2022   19:26 Diperbarui: 11 Agustus 2022   19:46 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Trekking minggu kemaren bareng seorang sahabat itu masih menyisakan cerita. Iya, cerita yang kebanyakannya berupa kekagetan. Ketidakpercayaan. Atau "jangan-jangan gue diboongin".

Gimana tidak?

Sahabat yang mengaku sakit jantung koroner itu, ternyata bisa trekking dengan aman dan selamat. Dari parkiran Titik Hilang ke Curug Cibingbin, lanjut ke Warung Pak Jajang Bukit Paniisan, Balik ke Curug CIbingnin dan nanjak ke Curug Ngumpet. sayah mah. Sepuluh kilometer mah ada. Coba, gimana gak habis pikir. Dia jantungan loh. Divonis CABG setelah dilakukan katerisasi.

CABG. Coba gugling. Coronary artery bypass surgery. Pembedahan pembuluh secara by-pass. Istilah gampangnya: bypass jantung.
Saat trekking kemaren itulah si Ayah lebih memahami apa yang terjadi pada dirinya.

**********

Dua tahunan lalu, hasil pemeriksaan dokter dan katerisasi membuat dia down banget. Terpuruk. 

Bagaimana tidak? 

Tiga pembuluh darah ke jantungnya tersumbat. Bukan sumbatan kaleng-kaleng. Si Ayah bilang sih bukan tersumbat. Itu mah mampet...pet pake bingit. Logis sih jika sahabat si Ayah itu bilang kalo dia sudah tidak bisa mendapat tindakan pasang balon. Atau dipasang ring untuk membuka sumbatan. Gagal deh dia jadi anggota Lord of the RIngs. Karena akhirnya dia harus mendapatkan tindakan final, karena tidak ada lagi tindakan lebih dari itu... -. Dioperasi pembuluh nadinya.

Dia makin tersiksa ketika mendapatkan second, third dan fourth opinion dengan hasil yang mengarah ke indikasi yang sama. Dunia serasa runtuh. Dan sedikit "keruntuhan" jiwanya mulai terlihat dalam silaturahim Lebaran dua tahun lalu, beberapa bulan setelah vonis. Di balik kebugaran yang dia tampilkan, mau tidak mau terlihat jika dia tidak berani naik ke lantai tiga sebuah sasana punya teman lainnya. Tidak kuat katanya.

Dan bukti itulah yang mengasumsikan bahwa sahabat si Ayah itu harus beneran didampingi kalau mau ikutan trekking, minggu kemaren. Diawasi ketat. Kalo perlu dibentak. Karena ya itu, . Kejam sih stigma yang nempel di benak si Ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun