Entah kenapa, saya ini termasuk orang yang selalu senang melihat keberhasilan seseorang. Ikutan bahagia jika seseorang mendapatkan meraih impian yang sama sekali dia duga. Apalagi kesuksesannya itu sanat inspiratif. Termasuk dalam hal ini keberhasilan transformasi diri.
Dulu sempat saya menuliskan keberhasilan ponakan sendiri, yang bertransformasi dari pelajar bertubuh besar dan minderan, menjadi cowok ganteng bertubuh ideal yang menjadi percaya diri. Sila lihat di sini.
Pengalaman transformasi insiratif yang mirip pun ternyata bisa terjadi pada orang berumur di atas 50. Dan itu terjadi pada sahabat saya, Tabitha Yana Ortiz. Perempuan Sunda yang sudah lama menetap di Amerika dan bersuamikan orang Puerto Rico itu menceritakan perjalanan transformasinya kepada penulis yang juga rekan sealmamater di SMP di Bandung.
Titik balik
Seseorang yang menjalani transformasi diri tentunya memiliki latar belakang alasan sendiri-sendiri. Tentu ada alasan. Tidak mungkin tidak. Bisa jadi alasannya berupa sering dibully waktu gendut. Atau alasan ingin menjadi seorang yang berpenampilan keren. Tapi, kesehatan sepertinya adalah alasan utama bagi orang berusia di atas 50 tahun. Termasuk bagi Yana -- begitu saya akrab memanggilnya.
Kejadian bermula sepulang Yana dari mudik ke Bandung, Juli 2019. Tahun lalu. Seperti biasa dia lakukan jika pulang mudik, atau bepergian untuk jangka waktu lama dan jarak sangat jauh, sesampainya di Georgia, kampungnya di Amrik, dia langsung melakukan general check up. Dan ketahuan lah bahwa gula darah dia sudah mencapai 265. Tentulah ini cukup mengagetkan. Dan dia merasakan bahwa bisa jadi gula darah itu dikarenakan badan dia yang subur saat itu. Betul saja, bisa dikatakan dokter memberikan ultimatum: Â olahraga atau injeksi insulin.
Yana hanya bisa membayangkan jika suatu saat dia harus injeksi insulin tiap hari. Ya kebayang saja, karena dia bisa dibilang takut jarum suntik. Akhirnya Yana memilih untuk melakukan langkah yang bisa dikatakan merubah hidupnya. Olahraga.
Proses perubahan sisi 1: olahraga
Opsi ini dipilih tentunya karena mudah dilakukan dan tidak perlu biaya besar. Tentu saja dipilih karena menghindari jarum suntik, bukan? Dan inilah yang Yana lakukan.
Awalnya dia biasakan dulu untuk olahraga jalan kaki. Ringan saja dulu, agar badannya tidak  kaget. Tapi dia lakukan teratur, sampai dengan konsisten. Kadang jalan kaki itu diiringi jogging atau lari-lari kecil. Dan itu dilakukan sampai menyentuh 5-6 kilometer. Agar seru, dia menjalani olah raga sederhana ini bersama suaminya yang juga bertubuh subur.
 Setelah dirasa cukup nyaman dan konsisten, Yana menambah kegiatan olahraganya dengan kelas Zumba. Tiga hari seminggu. Seperti diketahui, kelas zumba adalah kelas aerobik yang sangat gampang mengeluarkan keringat. Dan tentunya dipilih karena selain menjadi sarana cepat menurunkan berat badan, juga olahraga ini fun, seru dan riang. Jadinya menyenangkan untuk dilakukan. Yana juga menyertainya dengan aqua zumba, zumba di kolam renang, tiap hari Sabtu.