"It's not how much we give but how much love we put into giving." - Mother Theresa
DI Lombok pula saya mengenal Rosyidin Sembahulun. Seorang porter dan guide pendakian Gunung RInjani, yang terkena langsung dampak gempa. Dia adalah pendiri Rumah Baca Love di Sembalun. Rumah baca yang kabarnya masih berdiri, karena strukturnya terbuat dari kayu - yang notabene lebih tahan gempa. Rosyidin pun menyalurkan energi baiknya dengan mengelola rumah baca untuk meningkatkan minat baca di lingkungannya, yang berujung kepada peningkatan kehidupan masyarakat. Dengan bergabung dengan Gerakan Pustaka Bergerak Indonesia, Rumah Baca Love - seperti rumah baca - rumah baca lainnya, lalu berkesempatan mendapatkan donasi buku dari siapapun donaturnya di seluruh Indonesia.
Love. Cinta. Sepenuh Hati.
Itu julukan yang ingin saya sematkan kepada gerakan Pustaka Bergerak Indonesia, terutama komandannya Nirwan Ahmad Arsuka. Tanpa cinta literasi sepenuh hati, belum tentu beliau akan keluar dari zone nyaman sebagai Direktur Freedom Institute, "perpustakaan yang sempat digadang-gadang sebagai salah satu perpustakaan terbaik di Indonesia" dan lalu mengubah langkah menciptakan gerakan perpustakaan yang bergerak menghampiri pembaca. Memakai kuda . Lalu kemudian berkembang dengan dukungan beberapa relawan, menggunakan perahu pustaka untuk menjangkau daerah-daerah di tepi pantai Indonesia.
Ledakan energi baik makin membesar. Free Cargo Literacy memberikan akses keterlibatan masyarakan untuk menyalurkan energi baiknya. Para dermawan bisa mengirimkan buku-bukunya ke rumah baca yang dituju, di seluruh Indonesia. Sementara masyarakat yang memiliki energi baik untuk membuat perubahan ke arah lebih baik pun berani menjadi "pembuat peristiwa": membuat rumah baca, mengelolanya, mengajak masayarakat membaca, membuat kegiatan menarik dan bahkan tentu saja mendatangi masyarakat - baik itu berkeliling dengan motor, sepeda, kuda, perahu atau bahkan dengan menggunakan noken - tas tradisional masyarakat Papua. Noken seperti yang diperlihatkan oleh Anand Yunanto, salah seorang relawan tulang punggung Pustaka Bergerak Indonesia.
Anand, seperti juga Mushollin, Ari Abudzaralghifari dan Ardy Yanto yang saya temui adalah anak-anak muda penggeraka Pustaka Bergerak Indonesia. Mereka bergerak di zona ikhlas. Terlepas dari statusnya sebagai mahasiswa, nelayan atau satpam, mereka dengan penuh semangat menjadi salah satu tulang punggung Pustaka Bergerak Indonesia. Energi baik individu-individu itu, lalu kemudian ditularkan kepada semua penggerak di seluruh Indonesia. Sampai kemudian energi baik itu meledak. Tercatat lebih dari 2000 simpul pustaka di 34 provinsi, dengan pengiriman buku dari donatur total sejak Mei 2017 seberat 200 ton.
Dan energi baik yang diawali dengan memberi dengan ikhlas ternyata telah membuat hidup lebih berarti. Hidup yang lebih berarti itu adalah hidup yang penuh kebaikan. Dan jiwa kerelawanan, jiwa memberi, ini menjadi salah satu ciri generasi milenial. Sehingga, diharapkan dari generasi milenial ini, dari energi baik generasi milenial, maka hidup masyarakat, sebagai individu ataupun sebuah bangsa, akan menjadi lebih berarti.