Selain jamaah bapak-bapak, mesjid penuh dengan anak-anak muda. Usia kuliahan atau awal bekerja. Wajah-wajah muda mereka begitu cerah dan tampan. Usia muda ternyata sudah dipenuhi oleh gairah keimanan. Bayangkan usia muda seperti itu sudah memiliki keimanan yang hebat, atau memiliki semangat untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Kenapa wajah anak-anak muda menjadi faktor yang dirindukan?
Bagi si Ayah, ini penting untuk menunjukkan stereotif - atau distereotifkan - beberapa lapisan masyarakat bahwa mereka yang ke mesjid berjanggut panjang, celana cingkrang dan identik dengan teroris itu salah besar. Tidak ada sedikitpun gambaran seperti itu ketika itikaf di Pusdai. Sama sekali. Iya, mereka memakai celana cingkrang. Iya mereka bercambang, beberapa cambangnya lebat.
Tapi, lihat saja. Cambang lebat khas anak mudahnya malah membuat menarik. Wajahnya teduh. Perangainya sopan. Dan baju gamis atau koko yang dipakainya pun menambah bagus tampilannya. Bahkan banyak anak muda yang terlihat tampan dengan kafiyeh melilit lehernya. Model hafiz Muzzamil Hasballah. Tadinya si Ayah juga mau pakai kafiyeh seperti itu, tapi takutnya daripada terlihat ganteng seperti Muzzamil Hasbalah, ini malah terlihat lucu seperti patung Haji Geyot.
Do'ain ya. Do'ain si Ayah beribadah khusu', ikhlas dan istiqamah dan Ayah jadi ganteng. Eaaa
Introspeksi time
Setelah tidur sejenak, jam satu dini hari, jamaah bangun untuk siap-siap melaksanakan Qiyamul Lail. Sebelum itu, dilakukan dulu semasam sesi mengaca diri, berintrospeksi, bermuhasabah. Sesi yang dipandu oleh ustadz atau Kiai yang diundang ini adalah sesi yang sangat menyentuh. Kita diajak melihat ke belakang atas apa yang telah kita lakukan selama ini. Dosa-dosa apa yang pernah dibuat. Kekecewaan-kekecewaan apa saja yang ada di diri kita kepada Allah. Kita diajak menghadirkan wajah ayah dan ibu kita, dan merenung apa yang sudah dan belum kita buat untuk mereka.
Suasana seperti ini insya Allah akan dirindukan.
One Qiyamullail One Juz