Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[8 tahun Kompasiana] Momen Indah Saat Bola Salju Berbagi Menggelinding

1 November 2016   20:27 Diperbarui: 1 November 2016   20:55 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momen indah lainnya adalah sekonyong-konyong saya mendapatkan beberapa teman baru di fesbuk yang ternyata adalah pribadi-pribadi keren, penulis buku anak. Ah, priceless juga.

4 Juli 2011 Tulisan Dikomentari Ahli

Sekitar enam-tujuh bulan sejak saya bergabung dengan Kompasiana dan mulai menulis, saya buat sebuah artikel sederhana. Judulnya “Sudah Tahu Gila, Dipanggil Gila. Gila lo!!!”. Tulisan berdasarkan kegundahan pribadi melihat tontonan sampah yang tidak memiliki tuntunan dan edukasi. Tulisan yang sebenarnya sekedar curhatan itu sampai satu dua minggu hanya dibaca puluhan orang dan dikomentari satu orang. Komentarnya pun sederhana sekali: “Luar biasa tulisannya. Salam. AA”. Tapi komentar itu menjadikan kebahagiaan tak terkira, setelah melihat siapa yang memberi komentar: Andri,dr,SpKJ,FAPM. Seorang spesialis kejiwaan dan satu-satunya psikiater Indonesia yang mendapatkan pengakuan Fellow of Academy of Psychosomatic Medicine dari Academy of Psychosomatic Medicine di USA.

Bagi saya sebagai penulis pemula saat itu, komentar sesederhana seperti itu tapi diberikan oleh seseorang profesional dan ahli dalam bidangnya sekonyong-konyong melejitkan semangat menulis ke level tertinggi. Keyakinan semakin kuat. Jika kita menulis hal yang positif, maka menulis itu membahagiakan. Meski tanpa imbalan, saya pilih menulis agar saya bahagia. Dan bahagia itu tidak terukur uang. Priceless.

23 Juli 2014 Bertemu Pak Thamrin Sonata di Nangkring Kompasiana

Nangkring is nangkring. Kongkow-kongkow begitulah. Dengan topik yang begitulah, kadang sesuai dengan minat, kadang datang juga sekedar mencari gudibeg ..eh. Saya yang pekerja kantoran – saat itu – cenderung pemilih dalam mengikuti nangkring. Kalau topiknya cocok dan di luat jam kerja, bolehlah saya datang. Di Nangkring, saya tidak ekspektasi terlalu jauh, karena ya itu tadi, nangkring is nangkring.

Tapi di nangkirng saat itu, di toko buku Kinokuniya kalau tidak salah, saya bertemu beberapa orang Kompasianers. Satu yang dikenal adalah Mbak Edrida Pulungan. Berdiri seorang cowok paruh baya berkaos abu-abu. Saya akhirnya dikenalkan oleh Mbak Ed. Nama Kompasianer itu ternyata Thamrin Sonata. “Hmm….Sonata apa Soneta?” begitu pikirku. Entah kenapa, saat nangkring itu saya malah lebih banyak berada di luar, dibanding mengikuti paparan acara Nangkring. Saya malah asyik bercakap dengan Pak TS (begitu saya memanggilnya) tentang banyak topik, terutama menyangkut kepenulisan, kepenerbitan, singgungannya dengan edukasi dan guru serta ekspektasi ke depannya. Berbincang dengan beliau pertama kali itu serasa perbincangan dua orang teman lama. Kami rasanya nyambung.

Awal bertemu denga Pak TS. Ada Mbak Edrida Pulungan juga | Foto: RIfki Feriandi
Awal bertemu denga Pak TS. Ada Mbak Edrida Pulungan juga | Foto: RIfki Feriandi
Pertemuan itu adalah momen indah buat saya. Momen itu adalah suratan Allah dalam memberi warna dalam perjalanan hidup saya. Allah menakdirkan saya bertemu Pak TS, dan mentakdirkan Pak TS sebagai pemberi jalan bagi saya mencicipi indahnya sebuah aktivitas positif menulis, beserta dengan aktivitas positif ikutannya. Dua bulan setelah pertemuan itu, saya kerucutkan maksud untuk membuat buku sendiri. Pak TS menjembatani penerbitannya. Sampai akhirnya buku pertama saya terbit berjudul Cara Narsis Bisa Nulis. Tidak berhenti di situ, buku itu selanjutnya dilaunching sekaligus dikupas dalam acara Ngoplah di Palmerah tanggal 16 Agustus 2016.

Launching dan Bedah Buku Cara Narsis Bisa Nulis di Ngoplah di Palmerah | Foto: Dian Kelana
Launching dan Bedah Buku Cara Narsis Bisa Nulis di Ngoplah di Palmerah | Foto: Dian Kelana
16 Oktober 2014 – Mengisi Bulan Bahasa di Smansa Majalengka

Buku Cara Narsis Bisa Nulis sepertinya menuntun saya ke gerbang memasuki dunia lain: dunia edukasi dan dunia berbagi. Dan pintu gerbang itu dibuka justru di sebuah kota yang tidak pernah saya singgahi sebelumnya: Majalengka. Ya, SMANSA (SMA 1) Kota Majalengka. Melalui Pak TS dan Kompasianer Majalengka – yang Guru Matematika dan jago nulis fiksi – Pak Didik Sedyadi, saya – bersama Pak TS – didapuk untuk mengisi acara bulan bahasa. Acaranya bertema menggairahkan aktivitas menulis. Buku saya dianggap cocok untuk dikupas di depan 300 siswa sebagai audiensnya.

Acara itu mungkin adalah pertama kalinya saya berbicara di depan anak-anak sekolahan, berjumlah cukup banyak lagi, membicarakan sebuah aktivitas yang baru saya jalani tetapi sudah menjadi ‘gue banget’. Makanya, saya bawakan acara – kombinasi presentasi dan dialog – dengan cair. Tidak ada ketakutan bagi saya, karena notabene yang dibawakan adalah beneran pengalaman yang terjadi. Tanpa rekayasa. Tidak dibuat-buat. Karenanya, dialog yang ada Alhamdulillah berjalan lancar. Dan terus terang di sinilah saya melihat saya yang lain. Saya menemukan diri saya yang selama ini tidak terlihat. Saya merasa berbagi ilmu seperti ini – dalam bentuk dialog sharing sessio – adalah aktivitas yang cocok banget dengan pribadi saya. Saya menemukan passion baru saya. Sharing. Berbagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun