Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Impian Dia yang Tidak Bermimpi

24 Mei 2016   16:53 Diperbarui: 24 Mei 2016   18:41 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thequotepedia.com

“Tuliskan mimpi-mimpimu. Fokus wujudkan itu!”

Begitu kalimat awal yang saya baca. Tuliskan. Dan fokus wujudkan.

Ah, dunia tidak seindah kata-kata penyemangat itu. Tapi, okelah. Kilas balik mungkin bisa mengubah itu.

Saya, penulis, bisa jadi lahir atau berkembang tanpa mimpi. Apa mimpi itu? Cita-cita. Ah, hanyalah sesuatu mengawang-awang. Keinginan? Bisa jadi keinginan.

Hidup di lingkungan keluarga tradisional di era 70-an dengan hidup pas-pasan khas orang tua pegawai negeri jujur, membuat saya tidak terlalu banyak keinginan. Manut. Ikut. Dibumbuin sedikit berontak. Keinginan belajar di sekolah tertentu? Ah lupakan. Sekolah yang dekat-dekat saja agar minim biaya. Keinginan memilih baju sendiri? Ah lupakan. Cukup setahun sekali saat Lebaran, dengan kain seadanya, dijahit ibu dengan mesin Singer tuanya. Tujuh bersaudara, seragam semua. Keinginan jalan-jalan wisata ke Bali atau mancanegara? Ah lupakan. Cukup berwisata di depan air mancur Alun-alun Bandung saja. Jadinya, mungkin saya tumbuh tuna-keinginan. Tanpa keinginan, minus mimpi. Jadinya hanya satu mimpi yang muncul. Sangat ideal. Sangat mulia. Cenderung tipikal basa-basi. Sebuah mimpi yang menjadi cita-cita: membahagiakan orang tua dan mengangkat harkat derajat mereka.

Tapi kan Allah Maha Kuasa.

Lulus SMP ternyata saya masuk ke SMA yang berbeda dari tujuh kakak sebelumnya. Bukan karena keinginan berbeda, hanya ikut-ikutan saja. Lulus SMA, langsung menyebar lamaran kerja ke lebih dari 20 perusahaan, karena “nasib” sudah ditanam di benak: tidak ada turunan bersekolah di perguruan tinggi. Beasiswa atau sejenisnya tidak ada dalam perbendaharaan kata. Hanya “Proyek Habibie” yang dicoba dijalani, dengan memberanikan diri tidur di Mesjid Istiqlal demi ikut seleksi. Gagal. Tanpa kecewa. Juga entah kenapa bisa, kok justru saya diterima di sekolah bersimbol gajah bersila di jalan Ganesha.

“Your story may not have such a happy beginning, but that doesn’t make you who you are. It is the rest of your story, who you choose to be” – Kung fu Panda

Empat setengah tahun. Pas. Dengan melewati segala jibaku dan keputusasaan. Lalu dengan memakai sepatu pinjaman yang kebesaran, kupakai juga pakaian toga biru yang jelas-jelas juga kegedean, kugandeng dua makhluk istimewa dengan air mata bercucuran. Air mata kebahagiaan Ibu Bapak. Cucuran sejenis saat lulus SMP. Lalu lulus SMA. Dan kini saat lulus dari Jalan Ganesha.

Lalu langkah kaki bercerita di pergulatan kerja, mulai graduate yang tertekan dan selalu sakit perut kala disuruh rapat kerja, hingga menjejakkan kaki sebagai TKI di beberapa negeri. Seminggu. Sebulan. Berbulan-bulan. Bilangan tahun. Bertahun-tahun. Dan bertahun-tahun pun lalu menjelma menjadi seorang pribadi yang mempercayai ini: Allah mengarahkan jalan umatNya.

Jangan pernah menyerah. Jalani kehidupan ini.

Dan kehidupan pun menemukan diri yang lain. “Oh, aku bukan pengekor. Aku ternyata bisa memimpin”. “Ah...ternyata aku berani bicara di depan umum”. “Hm... ternyata aku bisa menulis”. Ternyata......AKU BISA.

Saya bisa. Dan...saya pun bisa berbagi bahwa AKU BISA kepada mereka yang membutuhkannya: anak SMA di Majalengka, anak SD di pedalaman sana, anak gede mahasiswa atau pun anak TK.

Dan di sinilah sekarang saya punya MIMPI. Mimpi yang sepertinya tidak berujung. Mimpi tentang inspirasi. Mimpi tentang motivasi.

Kini, saya punya mimpi

Oh, mimpi berdiri tegap berdasi di depan audiens berderet rapi dan berseru “Pagi!” meski itu di petang hari?”

Oh, mimpi menjadi rujukan nomor satu, dengan kutipan yang selalu diingat dan perlu, ditutup dengan sebuah kata seru, “Itu!!?”

Ah tidak lah. Da aku mah apa atuh. Mimpiku bukan mimpi menjadi inspirator. Bukan pula mimpi menjadi motivator. Tapi mimpi tentang menginspirasi. Juga mimpi tentang memotivasi.Bang Pitung makan kedondong. Jangan bingung, itu beda dong.

Mimpi pun punya awal, bukan?

Mimpi saya berawal dari sebuah perasaan kagum terhadap beberapa orang anak muda. Di tengah terpaan gambaran negatif anak muda jaman kini yang borju, nakal, binal, minim rasa kebangsaan, kebut-kebutan dan image jelek lainnya, saya temui banyak anak-anak muda yang begitu tegar melakukakn aktivitasnya yang bermanfaat bagi sekitar. Mereka tanpa risih mau berpeluh, berkotor-ria dan berpayah-payahan melakukan kegiatan voluntir tak bergaji hanya demi memberikan manfaat kepada lingkungannya. Dalam sunyi publisitas, mereka konsisten bekerja dan berkarya. Mereka anak bangsa yang penuh optimisme, penuh hal positif dan penuh daya kreasi, imajinasi dan berani melakukan suatu perubahan ke arah lebih baik.

Mimpi saya adalah bisa membantu agar inspirasi mereka bisa diserap lapisan masyarakat lebih luas. Mimpi bagaimana saya bisa membantu mereka bahwa apa yang mereka lakukan begitu inspiratif dan memberi motivasi tinggi kepada kehidupan orang lain. Bagaimana saya bisa membuat mereka merasa sedikit berbahagia bahwa kerja meraka ada yang menghargainya dan ada yang mengapresiasinya. Dan bagaimana motivasi mereka bisa disebar ke masyarakat sehingga masyarakat luas pun tumbuh motivasi tinggi seperti mereka.

Dan mimpi saya adalah saya bisa berkontribusi dengan konsisten menyebarkan inspirasi dan motivasi yang mereka lakukan lewat tulisan, dibantu dengan kemampuan saya menulis di media sosial seperti Kompasiana. Saya bermimpi bisa juga membantu mereka mengasilkan sesuatu bukti nyata keberadaan mereka dengan inspirasi-inspirasinya melewati sebuah buku, dengan memanfaatkan pertemanan yang saya punya dengan penulis lain atau penerbit lain. Saya bermimpi pula bisa ikut berpartisipasi memberikan sedikit pengetahuan manajemen untuk diterapkan dalam aktivitas-aktivitas mereka. Dan saya pun bermimpi bisa membantu mereka menyebarkan inspirasi dan motivasinya ke sekolah-sekolah. Juga saya bermimpi bahwa suatu saat saya bisa ikut berkontribusi sehingga aktivitas mereka bisa diakui oleh pemerintah daerah bersangkutan.

Ah, sebuah mimpi yang akan terus berjalan mengingat sangat banyak anak-anak muda inspiratif di daerah-daerah, juga di kota dekat pusat pemerintahan, yang bisa ditonjolkan dan memberi perubahan ke arah lebih baik.

Mimpi itu sedikit demi sedikit saya realisasikan, meski dengan tataran awal saja.

Di Putussibau, mimpiku berawal

Saya temukan sebuah inspirasi dari seorang anak Dayak, Agustinus Surya Indrawan atau Aday, yang mengelola perkumpulan anak muda di kota kecil Putussibau. Aday menjadi jalan anak-anak muda untuk melakukakn aktivitas yang positif baik itu melalui musik dan kegiatan membaca dan menghidupkan aktivitas remaja di Putussibau. Aday dan komunitasnya bahkan rela membawa kepositifan aktivitasnya jauh ke pedalaman Kapuas Hulu, melewati berjam-jam sungai panjang atau melintas gunung. Saya mulai menuliskan kegiatannya di Kompasiana, termasuk untuk kompetisi Dayakan Indonesia, meski tidak terpilih.

Saya masih memiliki mimpi dengan menghubungkan Aday dan kawan-kawan kepada sebuah penerbitan, sehingga motivasi mereka akan terdokumentasikan. Bahkan saya bermimpi bersama-sama Aday dan kawan-kawan mengerjakan sebuah proyek pembuatan buku tentang keindahan alam Kapuas Hulu dan sekitarnyam terutama keindahan alam yang belum pernah dilihat. Di mimpi saya, buku itu lalu menjadi kebanggaan Pemerintah Kapuas Hulu. Ah, mimpi yang indah apabila hal seperti ini terwujud tidak hanya untuk Aday dan anak muda Kapuas Hulu yang inspiratif, tetapi menyebar ke daerah-daerah lainnya.

Mimpi menjadi ganteng dan ramping bersama

Saya juga tertarik dengan inspirasi yang dibawakan oleh anak-anak muda ganteng, ramping dan penuh tenaga di kota yang dekat dengan pusat negara. Ya, di sebuah taman kota di Kota Tangerang Selatan, saya menemukan komunitas olahraga luar ruang bernama Calistnation. Inspirasi yang tanpa sadar mereka bawakan adalah bahwa bagi anak muda di kota kota, nongkrong tidak selalu identik dengan hal negatif. Mereka melakukan nongkrong positif dengan melakukaan aktivitas olahraga murah dengan mengandalkan berat beban sendiri yang disebut olahraga kalistenik. Mereka juga memperlihatkan persaudaraan yang akrab antara anggotanya, tanpa sekat. Dan inspirasi seperti ini- serta tentunya motivasi hidup ramping, segar dan sehat - diperlukan anak-anak muda yang minder, kurang pede karena memiliki tubuh yang tidak seperti yang mereka inginkan, seperti obseitas atau terlalu kurus. Dengan motivasi fun dan kebersamaan, setidaknya mereka bisa membantu anak muda terhindar dari bully.

Di mimpi saya itu, saya bisa sedikit berkolaborasi dengan anak muda yang energik dan modern itu untuk lebih mensosialisaikan aktivitasnya sehingga bisa lebih banyak anak muda lainnya terbantu dan terbebaskan dari belenggu bully karena bentuk tubuh. Di mimpi itu pun saya memfasilitasi mereka membuat sebuah buku inspirasi beserta panduannya, disertai bantuan dari sisi penulisan. Lebih jauh, mimpi saya membawa saya berbahagia melihat mereka dengan senangnya berbagi inspirasi dan motivasi kepada para siswa sekolah menengah.

Untuk komunitas ini, langkah saya menggapai mimpi mulai tersusun. Selain mulai menuliskan aktivitas mereka di Kompasiana, saya pun mulai intensif bicara untuk mewujudkan langkah selanjutnya: sebuah buku inspiratif dan motivatif.

Bangun sejenak dari mimpi

Ah, mimpi saya masih panjang. Perlu bangun sejenak, untuk lalu berbicara dengan mereka untuk setapak demi setapak merealisasikan mimpi itu. Ah, perlu juga bangun dari mimpi, untuk bersosialisasi dengan segala lapisan masyarakat. Siapa nyana, tahu-tahu ada yang mendukung mimpi ini menjadi kenyataan.

“To make something special, You just have to believe in special” – Kungfu Panda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun