Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Ketapels–Berdaya] Ini Bukan Simbol Metal, Darling. Ini C.I.N.T.A

17 April 2016   14:49 Diperbarui: 17 April 2016   14:58 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tuli adalah kata yang lebih mereka senangi. Dan itu juga kata yang akan kami pakai mulai sekarang dalam tulisan-tulisan selanjutnya.

You are THE ONE

Kalau membicarakan orang tuli, maka satu orang yang muncul di benak penulis. Dialah Marlee Matlin. Beliau adalah orang tuli pertama yang mendapatkan piala Academy Award atau Oscar. Beliau adalah orang tuli yang membuka mata dunia bahwa seorang tuli bisa berprestasi dan berkilau. Dan Marlee Matlin lalu menjadi seorang inspirator, baik bagi orang tuli maupun bagi orang hearing – yang bisa mendengar, seperti kita-kita ini. Silakan googling dengan kata kunci “Marlee Matlin quotes”.

Satu kutipan Marlee Matlin yang saya sukai adalah ini:

[caption caption="Marlee Matlin quotes | Foto: likesuccess.com"]

[/caption] “I hope I inspire people who hear. Hearing people have the ability to remove barriers that prevent deaf people from achieving their dreams”.

Ya, orang yang mendengar, seperti kita-kita ini, memiliki kemudahan untuk menyingkirkan semua kendala yang bisa mengganggu dan mencegah orang tuli dalam menggapai keinginan dan mimpinya. Dan itulah yang sudah Dissa lakukan dengan Fingertalk Deaf Cafe-nya. Dan itu jugalah yang coba kita bantu lakukan oleh Komunitas Ketapels, sebisa dan semampu kita sebagai pegiat menulis di media sosial. Sehingga, sedikit banyak kita bisa bantu meningkirkan hambatan bagi komunitas tuli untuk maju.

[caption caption="Penulis bersama Dissa, pemilik Fingertalk Deaf Cafe | Foto: RIfki Feriandi"]

[/caption]New Kids on The Block

Dalam beberapa kesempatan pertemuan komunitas, penulis mengajak serta si Ade, anak bungsu usia TK. Maksudnya sih selain agar dia tahu aktivitas ayahnya, mendapatkan sesuatu hal yang baru, bisa bertemu teman-teman baru, dan ya...setidaknya dia lepas dari ibunya yang sudah mengurus seminggu penuh. Jadi, lumayan ada me-time sejenak buat si ibu.

Mengajak anak anak kecil itu seru. Mereka ya mirip lah dengan kelompok New Kids on The Block dahulu. Lucu-lucu, tidak bisa diam, aktif ke sana ke mari. Termasuk si Ade. Di awal acara, dia duduk tenang namun tidak tenang bagi ayahnya. Pasalnya adalah karena dia banyak bertanya. “Yah kenapa dia gak bisa ngomong”, “Yah, ibu itu bisa ngomong, tapi kok tangannya gerak-gerak”, “Yah, kalo mbak di sana ngapain”, dan pertanyaan lainnya. Jadi, ayahnya hilang konsentrasi.

Yang menyenangkan dan mengasyikan untuk diperhatikan adalah saat si Ade mengeksplore sesuatu hal yang baru. Itulah saat dia melihat pigura dengan simbol alphabet bahasa isyarat, dia langsung mempraktekannya. Lucu sekali melihat tangan-tangan mungilnya berusaha membentuk suatu isyarat, diikuti mulut dengan pipi tembemnya membentuk suatu huruf.

[caption caption="Mengeksplore bahasa isyarat | Foto: Rifki Feriandi"]

[/caption] Tapi kesenangan itu hilang jika dia sudah merengek “Yah, pinjam hape?”, dengan maksud main game. Saya agak cukup galak soal ini, makanya keseringannya menjawab “tidak!”. Dia lalu gak bisa diam, celingukan. Lalu berbisik, “Yah, lapar”. Baguslah, mendingan makan dibanding main game. Saya suruh dia menuliskan pesanan, lalu mempraktekan bahasa isyarat “terima kasih” – tangan kanan ke dagu lalu di bawa ke depan. Lumayan, kegian seperti ini menyita waktu. Sampai.....muncul komentar yang saya tidak sukai: “Ade bosen nih, Yah”. Kalau sudah begini, jebollah pertahanan ayahnya, dan ayahnya terpaksa tidak bisa berfoto karena hapenya dikuasai dia untuk bermain piano tiles. Hadeuh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun