Mohon tunggu...
RIFKI ATANASIUS SEMBIRING
RIFKI ATANASIUS SEMBIRING Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebudayaan/Pewarisan Suku Karo

14 Maret 2023   13:02 Diperbarui: 14 Maret 2023   13:05 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ANTROPOLOGI HUKUM

BUDAYA KARO




DISUSUN OL

RIFKI ATANASIUS SEMBIRIN

22302060124

UNIVERSITAS PALANGKAR

FAKULTAS HUKU

2022/202

Kebudayaan Batak Karo Di Sumatra

Pertama-tama puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yg Maha Esa karena rahmatnya saya dapat menulis tugas ini dengan baik dan tepat waktu 

Perkenalkan nama saya Rifki Atanasius Sembiring, Nim:223020601246 saya berasal dari Sumatra Utara tepatnya dari suku Batak Karo. Disini saya sedang menempuh pendidikan di Universitas Palangkaraya (Kalimantan Tengah),Jurusan Ilmu Hukum. Disini saya mendapat tugas membuat artikel tentang Kebudayaan Di Suku Asal Dan Kaitanya Dengan Hukum Di Indonesia.

Suku Karo adalah suku yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara 

Suku ini memiliki bahasa yang disebut Bahasa Karo dan memiliki salam  khas yaitu  Mejuah-juah. Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo disebut Suku Bangsa Karo. Suku Bangsa Karo ini memiliki adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi Suku Bangsa Karo sendiri. Suku ini terdiri dari 5 (lima) Merga, Tutur Siwaluh, dan Rakut Sitelu

1. Erpangir Ku

Erpangir kulau adalah upacara mandi untuk mengusir roh jahat atau menyucikan diri dari pengaruh roh jahat, memberi sesajian kepada yang kuasa supaya diberikan rejeki.Upacara ini masih dapat ditemukan dibeberapa tempat. Sering juga dilakukan dalam upacara perkawinan, membuat nama anak dan menolak penyakit yang dibuat oleh roh-roh jahat

Upacara Tradisional Suku Ka

2. Upacara Perumah Beg

Upacara perumah begu masih tetap ada diantar

penganut animisme. Dalam upacara perumah beg

 ini seorang dukun dapat berkomunikasi dengan roh-ro

 para leluhur dengan mengijinkan roh-roh itu masuk k

 dalam tubuhnya. Dengan cara ini kita dapat mengetahu

 tentang hal-hal yang akan datang dan masa lalu para leluhu

 dapat disingkap


3. Mengket Rumah dan Cawir M

Mengket rumah adalah upacar

memasuki rumah baru dan caw

r metua adalah upacara untuk oran

yang meninggal pada usia tua (seluruh anak sudah menika

             4. Erdemu Bayu

Upacara lain yang dapat dilihat di Karo adalah erdemu bayu yaitu pesta perkawinan, suatu pesta upacara yang melibatkan banyak orang, baik dari pihak pengantin pria, pihak pengantin wanita, kalimbubu, anak beru dan sembuyak. Di dalam perkawinan karo pihak wanita masuk ke dalam pihak pria dan pihak pria harus membayar tukur (mas kawin) kepada kalimbubu

5. Ngampeken Tulan

Ngampeken tulan-tulan adalah upacara untuk mengambil tulang tengkorak dan kerangka para leluhur untuk ditempatkan pada kuburan rumah atau kuburan yang lebih baik. Ini adalah cara untuk menaikkan status para leluhur (yang diangkat tulang bangkainya

SISTEM PEWARISAN PADA MASY

Sistem pewarisan yang digunakan dalam adat Batak Karo adalah sistem pewarisan Individual dan Kolektif . Artinya, sebuah keluarga Batak Karo yang memiliki empat anak laki-laki akan menjadi bagian harta warisan yang sama pada saat proses pembagian harta warisan berlangsung

Pewarisan dalam masyarakat Karo sudah lazim dilaksanakan sejak dahulu,dan seiring perkembangan jaman sistem pewarisan itu mengalami perubahan darisatu keadaan menjadi  keadaan lain atau bisa disebut   mengalami perkembangan.Bukti dari perkembangan itudibuktikan melalui dengan banyaknya masalah pewarisan di Kabupaten Karo yang diselaikan melalui Pengadilan Negeri setempat.

Sejaklamapewarisanmasyarakat Adat Karo adalahpewarisan berdasarkan darigaris keturunan ayah, dalamhal ini yang berhak mewaris hanya anak laki-laki,  misalnya anak laki-laki ada 5orang maka kepada semua anak laki-laki tersebut diberikan pembagian yang sama. Anak perempuan tidak berhak  menerima warisan, hanya diberi bagian olehsaudara-saudaranya berdasarkan"kekelengen".

Secara umum pembagian warisan pada suku Batakdilaksanakan dengan sistem pembagian secara perorangan,yaitu harta warisan dibagi-bagi pada masing-masing individu sebagai ahli warisdan untuk kemudian hari akan berada pada penguasaan dan pengelolaan masing-masing individu ahli waris.Tidak adanya ketentuan porsi anak perempuan dalam hukum waris Karo, menimbulkan kesan bahwa adat masih memandang kedudukan wanita yang lebih rendahdalam masyarakat Karo khususnya dan masyarakat Batak pada umumnya

Pewarisan seperti itu nyatanya tidak dapat dipertahankan secara penuh sampai pada saat ini, perempuan Batak Karo tidak tinggal diam dengan kedudukannya yang diperlakukan tidak adil. Perempuan Batak Karo mulai menuntut haknya, dan apabila tuntutannya tidak dapat diselsaikan secara musyawarah maka perempuan Batak Karo menuntut haknya melalui pengadilan. Hal itu dilatar belakangi oleh lahirnya Putusan MA tahun 1961. Maka dari itu diperlukan penelitian untuk melihat bagaimana dampak putusan MA tahun 1961 tersebut terhadap perkembagan pewarisan masyarakat adat Batak Karo. 

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, yaitu pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan menjual data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer dilapangan, atau terhadap masyarakat dengan cara wawancara.

Hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan perkembangan pewarisan masyarakat adat Batak Karo dilatar belakangi dengan dikeluarkannya putusaan MA No.179/Sip/1961 yang menyatakan kedudukan anak laki-laki dan perempuan sama dalam pembagian harta warisan. Selain putusan MA tersebut perkembangan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukung, antara lain faktor ekonomi, faktor pendidikan

faktor agama dan faktor kemiskinan. Perkembangan ini sebagaian besar dapat diterima masyarakat adat Batak Karo dalam hal anak perempuan mewaris, tetapi dalam hal janda mewaris belum dapat menerim

Faktor utama adanya gugatan hukum ke penadilan masyarakat karo khususnya bagi kaum perempuan masalah warisan, karena mereka merasa tidak adil  dengan sistem pewarisan itu dan di dukung oleh Undang Undang yg berlaku di indonesia yaitu

Segala warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya." ( Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945 

) a.,  ..ARAKAT KARO).-tulan.u

 hgiaetua.riehua uro.lau..  . Utara3MAYA6GEH : rintahan itu dengan tidak ada kecualinya." ( Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945 )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun