Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Perias Jenazah

2 Oktober 2019   18:00 Diperbarui: 2 Oktober 2019   18:04 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lolong anjing begitu panjang, bersahut-sahutan. Yayan tak peduli. Mungkin anjing sedang musim kawin, pikirnya menenangkan diri.

Dia menghirup kopi susu buatan Ijah. Matanya merem-melek membayangkan tubuh molek itu. Hmm, dia tiba-tiba membayangkan yang tidak-tidak.

Apakah nasib ini selalu dialami jomblo alot seperti dirinya? Bagaikan pungguk merindukan bulan. Pengkhayal kelas berat. Sudah karatan.

Tanpa sadar dia menendang bakiak. Seekor kucing hitam mengeong, mencakar jempol kakinya. Dia menepuk dada. Terkejut.

Tak jauh dari kucing hitam itu, kucing berbelang tiga, mengeong genit. Nah, kucing saja punya gandengan, mengapa dirinya tidak?

Angin malam berhembus cukup kencang. Lain dari biasanya. Malam ini malam Jum'at apa, ya? Yayan membelitkan sarung di leher. Topi kupluk semakin dibenamkan. Mungkin sebentar lagi hujan. Dia memutuskan masuk ke ruangan perias jenazah.

Sialnya, lampu berkedap-kedip pertanda akan putus. Harusnya dia meminta bohlam baru kepada Kusnen tadi siang. Tapi, sudahlah. Sekarang pekerjaan telah selesai. Dua jenazah perempuan dirias mirip akan kawinan. Jenazah laki-laki sangat tampan, siap-siap menghadiri pesta dansa kaum borjuis.

Pekerjaan Yayan lumayan ringan hari ini. Hanya ada tiga jenazah yang harus dirias. Biasanya dalam sehari dia beroleh jenazah sampai enam. Dia terpaksa melembur sampai pukul sebelas malam. 

"Om, tutup dong matanya."

Dia menutup mata jenazah -yang selalu terbuka dari tadi. Perlahan dia rebahan sambil mendorong tangan kiri si jenazah.

"Maaf, aku tidur di sebelahmu. Kalau tidur di sebelah jenazah perempuan, nanti aku dituduh akan mengadakan pencabulan. Aku sih masih waras, tak akan mungkin menyukai jenazah. Hiii!" Dia pura-pura merinding sambil memejamkan mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun