"Mulut abang mirip knalpot." Aku yang kali ini tertawa. Dia memegang mulut, mencoba memundurkan gigi, tapi tak bisa. "Maafkan saya, Bang. Hanya bercanda. Jadilah smackdown dari saya sebelum pindah dari sini."
"Kenapa pindah? Bilang sama  aku siapa yang mengganggumu,  biar kusmackdown  berserak."
Saya pun bercerita. Awalnya dia terlihat serius. Belakangan muncungnya mirip cecurut. Â Terpingkal-pinggal pula si Togar ini. Padahal saat bercerita saja, saya lumayan berdebar.
"Makanya kalau pindah itu bertandang dulu ke tetangga. Â Ajak-ajak makan bolehlah. Supaya kau tahu, pemilik rumah besar itu memang pawang binatang, eh, salah. Maksudku pawang bintang film. Sekarang mereka memang sedang syuting film "bernapas dalam helm", begitu kira-kira. Pasti judulnya aku tak tahu."
"Berarti saya tertipu, ya?"
Tiba-tiba Togar memeluk saya erat-erat. Seekor tikus, masuk ke dalam rumah.
"Kayak pemberani, tapi sama tikus aja takut," saya meledeknya.
"Aku pulanglah dulu. Nanti kau sosor pula aku. Ingat, ya. Jangan pindah kos."
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H