Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gang Sayang

21 September 2019   11:47 Diperbarui: 21 September 2019   12:36 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Pukul tujuh pagi tepat. Aku meloncat dari tempat tidur. Istri entah ke mana. Tercium aroma bakso yang segar menyelinap dari lobang angin di atas pintu. Sadarlah aku, istri diam-diam berjualan sendiri. Apakah ini upaya menciptakan perang dingin?

Aku buru-buru mandi. Buru-buru mengenakan pakaian yang terbaik. Saat hendak menuju teras, aku melihat istri sedang melayani seorang pembeli berwajah tampan, berbadan atletis dan berkumis tipis. 

Aku jadi curiga, apakah gulai berasa garam itu akan dijadikan kenyataan oleh istri? Oh, mungkin beginilah yang dia rasakan ketika melihatku berbincang dengan si ibu sayang kemarin itu.

"Saosnya banyak, Pak?" Itu suara istriku.

"Jangan panggil pak, Sayang. Panggil saja saya; sayang." Darahku seketika mendidih. Aku masih hapal sedikit jurus cakar macan yang diajarkan Atok Haji sekian puluh tahun lalu.  Mungkin saja aku masih bisa menghajar lelaki atletis itu. "Banyakin saosnya dong, Sayang. Juga cabenya, Sayang. 

Ihh, kalau makan bakso  pedes-pedes di pagi berkabut asap ini, cucok deh." Orang itu sepertinya tidak perlu dikasih jurus macan. Aku keluar rumah sambil terbatuk-batuk.

"Ada yang beli, toh! Nggak ngajak-ngajak jualan, Bu?" Saya mendekati istri. Dia merengut.

"Eh, ada bapak sayang. Hidungya cantik, bulat seperti jambo bol. Main-main ke rumah, ya? Saya buka salon. Mince namanya. Apa rambut sayang mau disemir? Mau pakai semir rambut atau semir sepatu? Dipernis juga bisa." Dia tertawa seperti kuntihombreng. "Eh, main-main ke salon saya, ya. Jangan lupa memanggil saya; sayang. Mari!" Dia pergi setelah istri menyerahkan bakso pesanannya.

Tumben-tumbenan istri mengerling aku seperti hendak tertawa. Aku hanya mesem-mesem. Dua orang pembeli datang lagi. Kami menjadi sibuk. Kemudian dua lagi datang. Kami tambah sibuk. Semua pembeli menggunakan semboyan; sayang.

Saat pembeli tidak ada, aku berdua istri tertawa sambil berpelukan. Tahukah kau ketika kami melapor ke Pak RT sebagai warga baru, kami baru tahu kenapa gang ini diberi nama Gang Sayang.

Menurut Pak RT, dulu gang itu bernama gang ember. Setiap hari ribut terus. Dari pertengkaran antar tetangga, hingga gosip ibu-ibu yang tak habis-habis. Atas inisiatif RT terdahulu, dibuatlah nama gang itu Gang Sayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun