Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gang Sayang

21 September 2019   11:47 Diperbarui: 21 September 2019   12:36 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Saat aku mengambil posisi di tengah sekarang ini, istri seakan mau mengajak perang. Dia ngotot mengambil posisi itu. Mungkin terbayang dia bila aku yang mengambil posisi di tengah, bagaimana lihaynya si neng sopir memainkan persnelling? 

Bisa-bisa si neng sopir bingung kenapa bisa ada dua kepala persnelling. Hahaha. Setengah malu, aku pindah ke bagian pinggir. Akan hal istri, wajahnya merah seperti udang rebus.

Gang sayang memang menggoda. Harum aroma bunga sudah menyambut kami di pangkal gang. Setelah GoBox masuk ke dalam gang sekitar sepuluh meter, kami pun sampai di rumah kontrakan berwarna kuning menantang. Bersihnya bukan kepalang. Istri sampai menggelendot di bahuku, pertanda dia senang melihat rumah kontrakan yang memesona. 

Tapi saat aku ingin menjemput sisa barang di Gang Rampok, dia ngotot turut serta. Biasa, dia berjaga-jaga agar aku jangan main mata. Apalagi main kaki. Apalagi main tangan. Bisa-bisa tumbuh piring terbang di kepala.

***

Fuah, capeknya luar biasa. Seluruh barang sudah rapi pada tempatnya. Tinggal menunggu istri menggoreng godo-godo, semacam bakwan. Nikmatnya semriwing bila dicocol kuah cuko.

Heran aku, panasnya sekarang tidak ketulungan. Sudah membuka baju, masih belum adem. Duduk di teras, tak ada perubahan yang berarti. Ketika seraut wajah muncul di pintu pagar, aku hampir terlonjak kaget. Dia bermake up melebihi tebal aspal jalan. Rol rambut memenuhi kepalanya. Mungkinkah rambutnya terbuat dari rol?

"Hai, Sayang! Tetangga baru, ya? Aku bawa oleh-oleh serantang es kacang merah. Obat senja yang gerah. Boleh masuk?"

"Oh, silahkan, Bu!"

"Panggil aku dengan sebutan; sayang."

Aku menggaruk-garuk kepala karena memang gatal. "Iya, Bu," jawabku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun