Aku hanya fokus melihat Derrek mulai beratraksi. Gila, dia berkelebat kesetanan. Setelah dia berkeliling beberapa putaran, aku menyusul. Aku berencana terbang di atas Derrek yang melaju kencang.Â
Tapi, atraksi yang sudah kapalan aku lakukan, kiranya memiliki sisi kegagalan. Roda depan motorku menghantam keras kepala Derrek. Kami berdua terjerembab ke dasar tong setan. Pengunjung kalang-kabut. Sebelum pandanganku gelap, aku melihat anak perempuan berambut panjang dan berwajah pucat itu, menyeringai.
Saat membuka mata, aku sudah di rumah sakit. Untung hanya wajah Derrek yang lecet-lecet. Sementara aku sehat-sehat saja. Tadi itu aku hanya shock.
Aku menatap Aron yang bersandar di pintu. Sebenarnya aku berat memutuskan hal ini. Tapi, aku tak boleh egois.
"Setelah aku pikir-pikir, kita pindah saja ke kota lain. Sepertinya kota ini tidak bersahabat dengan kita. Ron, kau pimpin anak-anak merapikan seluruh peralatan. Besok malam kita sudah harus meninggalkan kota ini."
"Siap, Bos!" Aku tak sempat melihat kilatan rasa senang dari matanya.
Ketika besok paginya aku sedang mencukur jenggot di bawah pohon beringin, anak perempuan aneh itu datang lagi.
"Apalagi? Aku tak hirau ancamanmu. Aku hanya benci kota ini. Aku harus pergi."
"Jangan! Kalian harus tetap di sini. Buka lagi pasar malamnya. Kau kenal Aron, kan?"Â
"Ya, pasti! Dia tangan kananku."
"Dia memang tak ingin kalian membuka pasar malam di sini. Dia sudah diiming-imingi orang lain, yang juga ingin membuka pasar malam di sini, agar kalian hengkang secepatnya."